UMP 2025 Naik 6,5 Persen, Buruh: Kami Sambut Baik, tapi Tidak Puas
Menurut Elly, penetapan UMP 2025 yang naik 6,5 persen merupakan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menerima keputusan mengenai kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 yang ditetapkan sebesar 6,5 persen.
Meskipun angka tersebut masih di bawah permintaan yang diajukan oleh buruh, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban menyatakan bahwa pihaknya menghargai keputusan tersebut. Awalnya, mereka berharap UMP 2025 dapat meningkat antara 7 persen hingga 10 persen.
- Penampilan Necis Dedi Mulyadi dengan Gaya Rambut Semar di Debat Pilgub Jabar Jadi Sorotan
- Asam Urat: Penyebab, Gejala, dan Solusi Mengatasinya
- Akhirnya, Begini Solusi dari Pemerintah Urai Kemacetan Panjang di Pelabuhan Merak
- Pesan Istri Kasad Maruli Simanjuntak ke Ibu-Ibu Persit 'Jangan Takut Bersuara'
"Kami sih menyambut baik ya statement pak Presiden tentang kenaikan UMP 6,5 persen. Walaupun kalau ditanya puas atau tidak kan tentunya tidak ada kepuasan," kata Elly.
Buruh sebelumnya mengusulkan kenaikan sebesar 7-10 persen, sementara Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memperkirakan kenaikan hanya 6 persen.
Menurut Elly, penetapan UMP 2025 yang naik 6,5 persen merupakan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
Elly juga menekankan pentingnya langkah-langkah lain terkait upah, seperti penetapan upah minimum sektoral yang akan diatur oleh Dewan Pengupahan Daerah.
Hal ini merupakan kesempatan tambahan untuk meningkatkan upah buruh.
"Mengenai Upah Minimum Sektoral yang diserahkan kepada Pemerintah Provinsi sudah sesuai dengan salah satu amar putusan MK tentang itu, dimana Gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Sektoral, berarti sudah paslah jika Pemerintah benar-benar mengikuti Putusan MK," jelasnya.
Beban Pengusaha Bertambah
Pemerintah sebelumnya telah mengumumkan bahwa upah minimum provinsi (UMP) untuk tahun 2025 akan mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen.
Namun, para pengusaha berpendapat bahwa beban biaya yang harus ditanggung bisa jauh lebih tinggi.
Menurut Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, beban finansial yang harus ditanggung oleh perusahaan terkait tenaga kerja akan meningkat. Dalam perhitungannya,
Bob menyebutkan bahwa beban biaya di sektor ini bisa meningkat hingga 9,5 persen.
"Ya pasti paling tidak multiplier effect-nya bisa sampai dengan jenaikan 7,5-9,5 persen labor cost-nya," kata Bob, saat dihubungi oleh Liputan6.com pada Sabtu (30/11).
Akibat dari kenaikan biaya tersebut, pengeluaran untuk produksi yang dilakukan oleh perusahaan akan semakin meningkat. Meskipun UMP 2025 hanya mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen, penambahan biaya ini, menurut Bob, berpotensi memengaruhi rencana ekspansi yang dimiliki oleh perusahaan.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kebijakan untuk meningkatkan upah, dampak ekonomi yang ditimbulkan dapat menjadi tantangan bagi pengusaha dalam mengelola biaya operasional mereka.
Peluang PHK Karyawan
Perusahaan terpaksa menunda rencana yang telah disusun sebelumnya. Dengan meningkatnya biaya operasional, langkah efisiensi menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari.
"Pastilah langkah efisiensi menjadi keharusan, bukan pilihan lagi," ungkapnya.
Saat ditanya mengenai kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengurangan jumlah karyawan, Bob menjelaskan bahwa hal itu tergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan.
Namun, ia menekankan bahwa PHK seharusnya menjadi opsi terakhir yang diambil.
"Itu kebijakan perusahaan masing-masing. Sedapat mungkin kita hindari, jadi pilihan terakhir. Perusahaan itu bapaknya karyawan dan buruh," pungkas Bob.