Upah Buruh Indonesia Tergolong Murah, Investor Tetap Pilih Vietnam untuk Relokasi
Managing Director and Chief Credit Officer Michael Taylor mengungkapkan Vietnam dinilai memiliki produk ekspor yang mirip dengan China dan telah memiliki pabrik-pabrik untuk barang ekspor terutama untuk barang elektronik.
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China membuat beberapa perusahaan terpaksa merelokasi pabriknya. Semula ada di China, mereka memilih melakukan relokasi ke negara lain agar tidak terkena dampak pengenaan bea masuk yang tinggi.
Sayangnya, dalam relokasi tersebut Indonesia dianggap kurang menarik. Investor dan pengusaha lebih memilih Vietnam tujuan relokasi.
-
Apa yang menunjukkan pertumbuhan industri manufaktur Indonesia? Geliat pertumbuhan ini dapat terlihat dari peningkatan permintaan baru yang menunjukkan aktivitas produksi yang semakin terpacu.
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Bagaimana Indonesia berencana untuk berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Bangladesh? Dalam bidang energi dan infrastruktur, disampaikan pula terkait kesiapan Indonesia dalam berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Bangladesh melalui konsorsium proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).
-
Mengapa pembangunan IKN penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia? “Ibu Kota Nusantara diharapkan menjadi penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, mendukung transformasi ekonomi nasional menuju visi Indonesia Emas 2045,” jelas Teni dalam sebuah sosialisasi.
-
Bagaimana Bank Indonesia memperkuat ketahanan eksternal dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan? "Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal sehingga dapat menjaga stabilitas perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tegas dia.
-
Apa yang mendorong pertumbuhan pesat industri game di Indonesia? Dengan semakin berkembangnya digitalisasi dan jumlah pemain game yang bertambah, serta dukungan dari ekosistem yang kuat, kedua industri ini diprediksi akan terus tumbuh dengan pesat.
Lembaga keuangan internasional Moody's Investor Service mencatat beberapa alasan mayoritas perusahaan merelokasi pabriknya dari China ke Vietnam.
Managing Director and Chief Credit Officer Michael Taylor mengungkapkan Vietnam dinilai memiliki produk ekspor yang mirip dengan China dan telah memiliki pabrik-pabrik untuk barang ekspor terutama untuk barang elektronik.
"Sedangkan tingkat kesamaan produk ekspor Indonesia dengan China lebih rendah. Vietnam juga telah memiliki pabrik sehingga perusahaan bisa meningkatkan produksinya," kata dia di Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (4/12).
Berdasarkan catatan Moody's ada tiga negara yang memiliki tingkat persamaan produk dengan China yaitu Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
Upah Indonesia Murah
Padahal, kata dia, Moody's menemukan fakta bahwa upah pekerja di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan tiga negara tersebut. "Hal yang menarik adalah upah buruh yang masih sangat rendah, bahkan lebih rendah daripada Vietnam," ungkapnya.
Selain itu, Indonesia dianggap memiliki kekurangan dari sisi infrastruktur terutama yang menunjang proses ekspor.
Oleh karena itu, dia menyarankan jika Indonesia ingin mendorong investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) maka pengembangan infrastruktur menjadi salah satu hal penting yang perlu dikembangkan.
"Agar mendapatkan keuntungan dari diversifikasi pasar ini, Indonesia perlu investasi pada infrastruktur seperti pelabuhan, jalan sehingga ekspor bisa didorong," katanya
Iklim Investasi Indonesia Kalah
Sebelumnya, iklim investasi Indonesia masih kalah dibanding negara tetangga, seperti Vietnam. Di tengah gejolak ekonomi global akibat trade war atau perang dagang, Vietnam mampu meraup keuntungan dari relokasi pabrik China. Lalu kenapa Indonesia tidak bisa?
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengakui bahwa situasi global sedang bergejolak. Namun, Indonesia belum mampu meraih manfaat dari situasi itu, utamanya untuk investasi.
"Negara kita belum menjadi surga bagi investasi, sehingga larinya ke Vietnam," kata dia dalam acara diskusi bertajuk 'Menjadikan Indonesia Surga Investasi' di Hotel Shangrila, Jakarta, Senin (18/11).
Bahlil mengatakan, kondisi global yang sedang bergejolak tak selamanya merugikan. Namun justru membawa untung bagi Indonesia. Pasalnya, destinasi-destinasi investasi dunia sedang bergolak saat ini di berbagai belahan dunia.
"Amerika Latin ada gejolak Evo Morales, di Eropa ada ketidakpastian, ada masalah Brexit. Di Asia ada masalah Hongkong, di China ada perang dagang dengan Amerika. Ekspor akhirnya bermasalah. Tetapi ini kabar baik bagi investasi. Banyak yang lari dari negara-negara itu,ujarnya.
Sayangnya, ujar Bahlil, banyak investor yang lari ke Vietnam. "Ada apa dengan kita?" ujar Bahlil.
Kemudahan Berbisnis Indonesia Masih Kalah
Padahal, sebanyak 44 persen pasar ASEAN ada di Indonesia dari total 600 juta penduduk ASEAN. Bahlil mengatakan, hal ini disebabkan kemudahan memulai bisnis di Indonesia masih sangat berat.
"Kemudahan berbisnis kita masih kalah dari Vietnam. Ini KPI (Key Performance Indicator) pertama kita ke depan," ucap Bahlil.
Bahlil menambahkan, saat ini sebanyak 24 perusahaan siap berinvestasi sebesar Rp 708 triliun ke Indonesia. Perusahaan tersebut siap masuk ke berbagai sektor usaha. Namun, investasi tersebut hanya berakhir pada level komitmen. Sebab, hambatan berinvestasi di Indonesia terlalu besar.
"Dengan rumitnya regulasi sektoral, berbelit-belit, membuat banyak investor ini balik badan kembali ke negaranya masing-masing. Dia bertahun-tahun susah dapat selembar surat. Jangankan pengusaha luar, investor dalam negeri pun bisa lari," ucap Bahlil.
(mdk/idr)