Waspada, Marak Kejahatan Digital Sasar Pencurian Data Perusahaan
Menurut riset GBG, lebih dari 56 persen bisnis di Indonesia telah menjadi korban dari berbagai bentuk Fraud Digital.
Temuan terbaru dari Fraud Typologies Whitepaper GBG mengungkap adanya peningkatan signifikan dalam kejahatan digital berupa pencurian identitas, Fraud Sintetis, dan serangan social engineering yang semakin canggih di era ekonomi digital.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, kenaikan sebesar 25 persen dalam kasus pencurian identitas, yang menyebabkan kerugian lebih dari Rp500 miliar di 2023.
- Waspada Modus Penipuan Catut Dompet Digital, Simak Tips Agar Tak Jadi Korban
- Asosiasi Travel dan Penyedia QRIS Sepakat Transaksi Digital Minimalisir Penipuan
- Hati-Hati, Masyarakat Berpendidikan Tinggi Bisa Jadi Korban Penipuan Keuangan Digital
- Waspada Penipuan Modus Surat Tilang dan Bukti Kirim Barang, Salah Klik Uang Ratusan Juta di Bank Bisa Hilang
"Fraud berkembang cepat dan semakin mengkhawatirkan di Indonesia," ujar Bernardi Susastyo, GM Asia dan Fraud APAC di GBG dalam keterangannya, Sabtu (16/11).
Menurut riset GBG, lebih dari 56 persen bisnis di Indonesia telah menjadi korban dari berbagai bentuk Fraud Digital. Salah satu tipe yang paling umum adalah Fraud Identitas Sintetis, di mana para pelaku kriminal menggabungkan data asli dan palsu untuk menciptakan identitas baru yang menyebabkan kerugian besar terhadap kredibilitas bisnis dan keamanan data.
"Tren yang mengkhawatirkan ini mencerminkan pergeseran regional yang lebih luas, di mana para penjahat memanfaatkan teknologi terbaru seperti AI dan deepfakes untuk menjebol sistem keamanan dan mengeksploitasi kelemahan digital," katanya
Untuk mengatasi ancaman ini, whitepaper GBG mengidentifikasi beberapa langkah penting yang dapat diambil oleh bisnis. Pertama, meningkatkan sistem verifikasi identitas dengan AI dan machine learning untuk mendeteksi pola halus perilaku pengguna.
Kedua, memberikan edukasi kepada tim tentang ancaman social engineering seperti phishing dan smishing, yang mempengaruhi 67 persen bisnis tahun sebelumnya.
Ketiga, menerapkan pemantauan Fraud secara berkelanjutan untuk menangkap aktivitas mencurigakan sejak dini, sebelum eskalasi dilakukan lebih lanjut.
Strategi Deteksi Fraud
Whitepaper ini juga menekankan pentingnya menyesuaikan strategi deteksi Fraud berdasarkan tren regional. Hal ini untuk memastikan bahwa bisnis tidak hanya bereaksi terhadap ancaman tetapi juga secara proaktif mencegahnya.
"Pencegahan Fraud bukan lagi solusi one-size-fits-all. Whitepaper kami menguraikan teknik Fraud spesifik yang kami lihat di Indonesia dan seluruh Asia, serta memberikan rekomendasi tentang bagaimana bisnis dapat melindungi diri mereka dengan lebih efektif," paparnya.
Dengan memanfaatkan teknologi berbasis AI dan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, setiap organisasi bisnis dan perusahaan dapat melindungi data dan reputasi mereka.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang wawasan ini dan mengambil langkah konkret untuk meningkatkan strategi pencegahan Fraud Anda, silahkan menghubungi GBG dan untuk informasi lebih lanjut terkait Fraud Typologies whitepaper GBG dengan judul Addressing Fraud Typologies in Asia: A Comprehensive Analysis.