Profil
Arief Budiman
Bagi Arief Budiman, dua periode menjabat anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Jawa Timur, yakni periode 2003-2008 dan 2008-2013, sudah cukup sebagai bekal maju memperebutkan jatah tujuh kursi calon anggota KPU Pusat di Jakarta. Pengalaman itu memberi dia pemahaman aturan perundangan tentang pemilihan umum (Pemilu), termasuk sistem dan proses tahapan pemilihan. Beban kerja sebagai penyelenggara pemilu provinsi di ujung timur pulau Jawa itu sudah cukup menjadi media belajar bagi dia.
“Selama ini Jawa Timur itu kan seperti kawah candradimuka sebelum masuk ke Jakarta. Dengan wilayah luas dan jumlah konstituen besar, saya merasa cukup berpengalaman sebagai penyelenggara pemilu dan sudah saatnya maju sebagai calon anggota KPU,” kata dia ketika dihubungi merdeka.com, Jumat (16/3).
Apalagi selama menjabat anggota KPUD, penyelenggaraan pemilu di Jawa Timur juga sukses. Pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada 2008 lalu misalnya. Meski muncul sengketa, tapi permasalahan itu bisa diselesaikan dengan baik tanpa konflik. Sebab itulah bapak satu anak ini mengaku optimistis bakal lolos dalam uji kelayakan dan kepatutan bersama 14 calon lain di Komisi II DPR, hari ini.
Menurut dia, yang terpenting sebagai seorang penyelenggara pemilu adalah sikap independensi, tidak bisa diintervensi oleh apapun dan siapapun. Hal itu yang dia terapkan selama menjabat anggota KPUD. Dia mengaku tetap menjunjung profesionalisme dan konsistensi kerja diri dan lembaga. Arief juga merasa tidak memiliki catatan moral dari lembaga. Meski begitu, dia mengaku menyerahkan sepenuhnya penilaian terhadap dirinya kepada panitia seleksi.
Suami dari Imawati ini dikenal dekat dengan beberapa orang penting di Jakarta. Namun kedekatan itu ia maknai sebagai sesuatu yang positif. Bagi dia, sebagai anggota KPU selayaknya dekat dengan siapapun, mulai konstituen, pejabat pemerintahan, hingga anggota dewan.”Saya memang dekat dengan banyak orang. Pekerjaan memang menuntut saya dekat. Kedekatan itu saya rasa akan menjadi pertimbangan panitia seleksi. Mereka sudah memiliki informasi tentang saya, jadi saya rasa mereka lebih mudah menilai saya,” kata dia.
Mengenai pengalaman, lelaki kelahiran Surabaya, 2 Maret 1974, ini sudah lama aktif sebagai pegiat pemantau pemilu. Ia pernah menjadi koordinator University Network For Free And Fair Election (UNFREL) untuk wilayah Jawa Timur pada pemilihan umum 1999. Ia juga aktif di ANFREL (Asian Network For Free Elections) pada 2004. Dia lolos sebagai anggota KPUD Jawa Timur dua periode, dan telah menangani dua kali pemilihan anggota DPRD, DPD, DPR, serta pemilihan presiden dan wakil presiden pada 2004 dan 2009.
Arief lulus S1 di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya tahun 2000. Dia mengambil S2 di Universitas Airlangga Surabaya 2002. Dia kemudian mengambil S3 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, pada 2010. Segudang pengalaman organisasi dia kantongi, di antaranya menjadi Ketua Bidang I Senat Fakultas Sastra Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (1995), pengurus Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Sastra Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (1996).
Dia juga sempat menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga Surabaya (1997), Chairman Of English Conversation Club Faculty Of Letters University Of 17 Agustus 1945 Surabaya (1996), Delegasi Universitas Airlangga pada pertemuan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Se-Indonesia di Surabaya (1997), dan Delegasi Kunjungan Ilmiah dan Budaya Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga Ke University Malaya (Malaysia) (1997).
Namun demikian, ada beberapa catatan dari seorang pegiat pemilu yang turut melakukan pencarian jejak kapabilitas para calon anggota KPU itu. Ketika menjabat anggota KPUD, Arief sempat tercatat sebagai Sekretaris Tim Pemulihan Paska Kebakaran Pasar Turi Surabaya pada tahun 2007, dan naik menjadi ketua tim pada 2008. Hal itu memantik kekhawatiran, ketika menjabat sebagai anggota KPU nanti dia akan melakukan hal sama. ”Sehingga tidak konsentrasi pada pekerjaanya,” kata sumber itu.