Israel Bunuh Jurnalis Palestina, Media Barat Tutupi Kebenaran Genosida di Gaza
Sejak perang genosidanya berlangsung di Gaza, Israel telah membunuh lebih dari 100 jurnalis Palestina.
Israel digugat ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas tuduhan genosida dalam perang brutalnya di Jalur Gaza, Palestina. Selama agresinya yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023, Israel telah membunuh sekitar 43.000 warga Palestina di Gaza, termasuk anak-anak dan perempuan.
Israel juga membunuh ratusan jurnalis Palestina yang merekam dan melaporkan kejahatan pasukan penjajah Israel di Gaza. Sejauh ini, informasi terkait invasi Israel di Gaza bersumber dari jurnalis lokal dan warga yang merekam berbagai kekejaman pasukan penjajah.
Sementara itu Israel membatasi akses masuk bagi jurnalis asing. Jonathan Cook, penulis tiga buku terkait konflik Palestina-Israel, menyampaikan dalam opininya yang diterbitkan Middle East Eye,
Israel tahu bahwa, jika mereka bisa menghentikan koresponden asing untuk melaporkan langsung dari Gaza, para jurnalis tersebut akan meliput peristiwa-peristiwa dengan cara yang jauh lebih sesuai dengan keinginan mereka.
Israel, kata Cook, akan menutupi setiap laporan mengenai kekejaman pasukannya.
"Semuanya akan disajikan dalam narasi yang saling bertentangan, bukan fakta yang disaksikan," tulisnya.
Fokus Beritakan Israel
Cook juga mengungkap, wartawan asing yang datang untuk meliput kondisi di Gaza, tinggal di hotel-hotel di Israel dan memantau Gaza dari jauh.
"Kisah-kisah kemanusiaan mereka, yang selalu menjadi inti pemberitaan perang, berfokus pada penderitaan warga Israel yang jauh lebih terbatas dibandingkan bencana besar yang menimpa warga Palestina," tulisnya.
Inilah yang kemudian membuat khayalak di negara-negara Barat lebih banyak mengecam Hamas karena serangan mereka ke Israel pada 7 Oktober 2023. Media-media Barat lebih fokus memberitakan 250 keluarga Israel yang anggota keluarganya dijadikan tawanan oleh Hamas, sementara berita pembantaian massal dan penderitaan 2,3 juta warga Palestina di Gaza diabaikan.
"Di saat para koresponden asing duduk dengan patuh di kamar hotel mereka, jurnalis Palestina satu per satu ditangkap – dalam salah satu pembantaian jurnalis terbesar dalam sejarah," tulis Cook.
Cook mengatakan, pola yang sama dilakukan Israel di Lebanon. Pada Kamis malam lalu, Israel mengebom apartemen di Lebanon selatan di mana tiga jurnalis tinggal dan semuanya terbunuh.
Israel Buru Reporter Al Jazeera
Untuk membungkam media dan jurnalis yang konsisten memberitakan kekejaman Israel di Gaza, pemerintah negara Zionis itu memburu enam reporter pada Al Jazeera, mencap mereka sebagai “teroris” yang bekerja untuk Hamas dan Jihad Islam.
Keenam jurnalis tersebut dilaporkan menjadi jurnalis Palestina terakhir yang masih hidup di Gaza utara.
"Israel ingin tidak seorang pun melaporkan upaya terakhirnya untuk memusnahkan Gaza utara dengan membuat 400.000 warga Palestina yang masih berada di sana kelaparan dan mengeksekusi siapa pun yang masih dianggap sebagai “teroris”," tulis Cook.
"Keenam orang ini bergabung dengan daftar panjang profesional yang difitnah oleh Israel demi kepentingan meningkatkan genosida – mulai dari dokter dan pekerja bantuan hingga penjaga perdamaian PBB."
Simpati CNN ke Tentara Israel
Cook juga menyoroti media Barat yang lebih bersimpati dengan tentara Israel daripada warga Gaza yang menjadi target kekejaman pasukan penjajah tersebut. Baru-baru ini, CNN memberitakan tentara Israel yang mengalami gangguan trauma atau PTSD setelah dikerahkan ke Gaza, dan bahkan beberapa tentara sampai bunuh diri.
Pada Februari lalu, staf CNN mengungkapkan bos mereka secara aktif menutupi kekejaman Israel demi menggambarkan Israel dengan cara yang lebih simpatik.
Cook juga menulis, para pelapor pelanggaran (whistleblower) secara bertahap mulai menjelaskan bagaimana organisasi-organisasi berita mapan – termasuk BBC dan Guardian yang dianggap liberal – mengesampingkan suara-suara Palestina dan menganggap remeh genosida.
Investigasi yang dilakukan oleh Novara Media baru-baru ini mengungkapkan meningkatnya ketidaksenangan di beberapa bagian ruang berita Guardian karena standar ganda mereka terhadap Israel dan Palestina.
Menurut staf di sana, kata "genosida" hampir dilarang di surat kabar tersebut kecuali dalam liputan Mahkamah Internasional (ICJ), yang hakimnya sembilan bulan lalu memutuskan bahwa sebuah kasus "masuk akal" telah dibuat bahwa Israel melakukan genosida.
"Media (Barat) tidak ingin wartawan mereka menjadi saksi utama penuntutan dalam persidangan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di masa depan. Karim Khan, jaksa ICC, sedang meminta surat perintah penangkapan bagi mereka berdua," tulis Cook.
"Bagaimanapun, kesaksian jurnalis seperti itu tidak akan berhenti di pihak Israel saja. Mereka juga akan melibatkan negara-negara Barat, dan menempatkan organisasi-organisasi media yang mapan pada jalur yang bertentangan dengan pemerintah mereka sendiri," lanjutnya.
"Media Barat tidak melihat tugasnya sebagai pihak yang bertanggung jawab ketika negara Baratlah yang melakukan kejahatan tersebut."
Standar Ganda BBC
Mantan karyawan BBC, Sara (nama samaran), yang baru-baru ini mengundurkan diri menceritakan standar ganda redaksi media asal Inggris tersebut. Kepada Listening Post Al Jazeera, Sara mengungkapkan warga Palestina dan pendukung mereka tidak boleh diberi ruang dalam pemberitaan.
Narasumber Palestina yang diundang tampil di BBC menjalani beberapa pemeriksaan latar belakang, sementara ini tidak berlaku bagi narasumber Israel atau Yahudi. Narasumber ini juga akan ditelusuri apakah pernah melontarkan atau menulis kata "Zionisme" dalam unggahan media sosial mereka. Jika pernah menyebut "Zionisme", maka orang tersebut dilarang tampil di program BBC.
Bahkan pejabat dari salah satu kelompok hak asasi manusia terbesar di dunia, Human Rights Watch yang berbasis di New York, menjadi persona non grata di BBC atas kritik mereka terhadap Israel, meskipun perusahaan tersebut sebelumnya mengandalkan laporan mereka dalam meliput perang di Ukraina dan konflik global di negara lain.
Sebaliknya, kata Sara, para tamu Israel "diberi kebebasan untuk mengatakan apa pun yang mereka inginkan dengan sedikit penolakan", termasuk kebohongan tentang Hamas yang membakar atau memenggal kepala bayi dan melakukan pemerkosaan massal.