Makna Tradisi Bakar Batu di Papua dan Nilai Toleransi Umat Beragama di Dalamnya
Bakar batu adalah kegiatan sosial yang mengedepankan kerukunan dan gotong royong layaknya kerja bakti di Pulau Jawa.
Makna Tradisi Bakar Batu di Papua dan Nilai Toleransi Umat Beragama di Dalamnya
Ada sekitar 255 suku yang mendiami provinsi Papua. Beberapa di antaranya adalah Asmat, Dani, Empur, Komoro, Mee, Nafri, Ansus, Waropen, Fuyu, dan Kayubatu. Semua suku tersebut memiliki tradisi dan kebiasaan yang berbeda. Walaupun begitu, ada satu tradisi yang dilestarikan beberapa suku di Papua, yaitu bakar batu. Ini adalah bentuk kegiatan sosial yang mengedepankan kerukunan dan gotong royong layaknya kerja bakti di Pulau Jawa.
Mengenal Tradisi Bakar Batu dan Maknanya
Apa itu bakar batu dan apa maknanya bagi masyarakat Papua?
Bakar batu adalah ritual memasak bersama dengan menggunakan batu-batu panas yang ditata di tanah sebagai pengganti kompor. Biasanya, warga memasak menu makanan lengkap yang terdiri dari umbi-umbian, sayuran, daging, dan ikan dengan metode ini. Makanan dibungkus dengan daun pisang atau daun kelapa, lalu diletakkan di antara batu-batu panas dan ditutup dengan tanah atau dedaunan untuk menjaga panasnya.
-
Apa makna tradisi bakar gunung api? Tentunya setiap tradisi yang berkembang di masyarakat memiliki arti, tujuan, simbol, dan juga makna mendalam.
-
Bagaimana cara tradisi bakar gunung api? Menyusun Batok Kelapa Mengutip dari kanal Liputan6.com dan beberapa sumber lainnya, bakar gunung api ini merupakan sebuah ritual membakar batok kelapa yang sudah tersusun rapi.
-
Kapan tradisi bakar gunung api dilakukan? Pelaksanaan tradisi bakar gunung api ini berlangsung pada malam takbiran.
-
Kenapa topeng batu dikaitkan dengan pemujaan? 'Topeng-topeng batu ini agak mirip dengan wajah manusia, sehingga mereka cenderung dikaitkan dengan pemujaan ini,' tambah Lupo.
-
Di mana batu ritual ini ditemukan? Ukuran Batu Batu berukuran sebesar ban mobil itu ditemukan di lokasi benteng bukit kuno di Rupinpiccolo, timur laut Italia.
-
Apa itu wayang Papua? 'Menurut saya wayang itu merupakan hal yang simbolis dari Jawa. Maka dari itu saya gabungkan saja dengan buat wayang Papua,' kata Lejar, mengutip kanal YouTube Seni dan Sekitarnya.
Tradisi bakar batu dikenal dengan nama yang berbeda-beda di setiap suku di Papua.
Suku Dani menyebutnya bakar batu, suku Lani menyebutnya lago lakwi, sementara warga Wamena menyebutnya kit oba isago. Bakar batu disebut mogo gapil di Paniai. Masyarakat Papua pantai menyebutnya barapen.
Tradisi bakar batu bukan sekadar memasak bersama. Bagi warga Papua, tradisi ini adalah bentuk syukur terhadap berkah yang diberikan Tuhan untuk dimanfaatkan manusia. Bakar batu juga menjadi simbol solidaritas, kerjasama, dan perdamaian masyarakat Papua. Semua orang bekerja sama untuk menyiapkan bahan-bahan, menyalakan api, mengatur batu-batu, membungkus makanan, hingga menyantap hasil masakan bersama-sama. Masakan dibagi secara merata agar semua orang bisa menikmatinya dengan suka cita.
Tujuan dan Manfaat Tradisi Bakar Batu
Warga Papua kerap mengadakan tradisi bakar batu untuk tujuan-tujuan berikut. 1. Memperkuat solidaritas di antara anggota masyarakat. 2. Menjaga silaturahmi dengan keluarga dan kerabat, baik dalam suasana suka maupun duka. 3. Memfasilitasi komunikasi, negosiasi, dan perjanjian damai di antara kelompok-kelompok masyarakat. 4. Menyambut tamu-tamu penting. 5. Mengumpulkan prajurit untuk berperang atau merayakan kemenangan perang. 6. Merayakan pembukaan ladang, kelahiran, perburuan, pembangunan rumah, atau pernikahan.
Nilai Toleransi Antar Umat Beragama dalam Tradisi Bakar Batu
Tradisi bakar batu juga mewakili kesederhanaan, ketulusan, dam kejujuran masyarakat Papua. Dilansir Indonesia.go.id (28/8/2019), awalnya tradisi bakar batu di pegunungan tengah Papua identik dengan pesta daging babi. Walaupun begitu, sekarang warga Papua juga menyiapkan sumber protein lain untuk mereka yang tidak bisa menyantap daging babi. Umat Islam yang tinggal di Papua pun kini bisa mengikuti tradisi bakar batu.
Dilansir Antaranews (26/3/2023), bakar batu bahkan berkembang menjadi tradisi wajib jelang Idul Fitri di Jayawijaya, Papua Pegunungan.
Semua warga dari berbagai agama bisa mengikuti tradisi bakar batu. Semua orang bekerja sama untuk menyiapkan bahan hingga menyajikan masakan.
Pada ikatan keluarga Distrik Walesi, misalnya. Dana untuk mengadakan bakar batu dikutip dari iuran warga.
Panitia pemungut iuran bertugas bergantian. Selama Ramadan, umat Kristen yang bertugas menjalankan iuran untuk bakar batu.
Menjelang hari besar Kristen, giliran warga muslim yang menjalankan iuran. Pengaturan ini bisa dianggap sebagai bentuk toleransi yang coba ditunjukkan umat beragama di Papua.