Soegondo Diojopoespito, Tokoh Lahirnya Sumpah Pemuda
Usaha untuk menyatukan organisasi-organisasi pemuda yang dimulai oleh Kongres Pemuda I terus berlanjut.
Soegondo Diojopoespito adalah ketua Kongres Pemuda II yang melahirkan ikrar Sumpah Pemuda.Sebelum ditunjuk sebagai ketua Kongres Pemuda II, Soegondo merupakan anggota Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) dengan Sigit sebagai ketua, Soewiryo, Gularso, dan Darwis.
Lima anggota inti memiliki tugas khusus, yaitu menjalin komunikasi dengan mahasiswa baru dan para pemimpin perkumpulan pemuda untuk menyadarkan mereka akan pentingnya persatuan Indonesia.
-
Siapa saja tokoh Sumpah Pemuda? Di tangan setidaknya 13 tokoh serta para pemuda pemudi Indonesia, Sumpah Pemuda tercetus pada Kongres Pemuda II.
-
Apa arti kata-kata Sumpah Pemuda untuk Indonesia? Kata-kata Sumpah Pemuda selalu mengingatkan akan semangat perjuangan, persatuan, dan cinta tanah air yang harus terus dijaga dan dikobarkan.
-
Kenapa Sumpah Pemuda penting untuk Indonesia? Sumpah Pemuda memiliki makna penting dalam sejarah Indonesia. Sebab menjadi momentum penyatuan para pemuda dari berbagai etnis dan latar belakang untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
-
Siapa yang menggagas Sumpah Pemuda? Peristiwa yang terjadi pada 28 Oktober 1928 ini digagas oleh golongan pemuda yang ingin menyatakan janji persatuan.
-
Siapa yang berjuang di Sumpah Pemuda? Berikut ini adalah kumpulan kata kata Sumpah Pemuda yang inspiratif dan penuh semangat juang:
“Mereka berlima bahkan pernah membuat pamflet rahasia, yang isinya mengajak para pemimpin untuk menggulingkan pemerintah jajahan,” tulisan dalam Soegondo Diojopoespito: Hasil Karya dan Pengabdiannya.
Pada tahun 1927, Sigit mundur dari posisi ketua PPPI setelah diangkat sebagai ketua Indonesische Clubgebouw (IC). Soegondo ditunjuk untuk menjadi ketua PPPI menggantikan Sigit.
Usaha untuk menyatukan organisasi-organisasi pemuda yang dimulai oleh Kongres Pemuda I terus berlanjut. Wakil organisasi pemuda rutin mengadakan pertemuan untuk mencapai kesepakatan.
Selanjutnya, PPPI mengambil inisiatif melanjutkan pertemuan tersebut.Sejak berdiri pada 1926, PPPI mendorong semua organisasi pemuda untuk bergabung dalam satu perkumpulan berbasis kebangsaan.
Kongres Pemuda
Pada awalnya, Soegondo dan empat anggota inti PPPI menghubungi para pemimpin organisasi pemuda satu per satu, lalu mulai 1927, mereka mengundang wakil-wakil organisasi untuk tujuan yang sama.
Dalam sebuah pertemuan antara wakil-wakil organisasi pemuda, disepakati untuk membawa isu ini ke dalam kongres. Untuk itu, dibentuklah sebuah panitia yang terdiri dari perwakilan organisasi pemuda.
Pada Juni 1928, panitia tersebut berhasil dibentuk, dengan Soegondo ditunjuk sebagai ketua.
Akhirnya Kongres Pemuda II dilaksanakan pada 27-28 Oktober 1928 dengan tiga kali sidang. Sidang pertama dilaksanakan pada 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongelengen (kini Lapangan Benteng).
Sidang kedua dilaksanakan pada 28 Oktober pukul 08.00 - 14.00 WIB, di Gedung Oost Java Biooscoop, Jalan Medan Merdeka Utara No. 14. Dan sidang ketiga, diadakan pada 28 Oktober pukul 17.30 - 23.30 WIB, di gedung Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat Raya No. 106 (sekarang Gedung Sumpah Pemuda).
Pada rapat ketiga di Gedung Indonesische Clubgebouw pada hari kedua kongres, ketika Soenario membahas pentingnya gerakan kepanduan, nasionalisme, dan demokrasi, Mohammad Yamin mulai merumuskan Sumpah Pemuda agar kongres tidak berakhir tanpa hasil atau keputusan.
Bacakan Sumpah Pemuda
Rumusan tersebut kemudian diserahkan kepada ketua kongres, Soegondo Djojopoespito, dan ia setuju dengan catatan yang diberikan Yamin.
Sebelum penutupan, diperdengarkan lagu Indonesia Raya ciptaan W.R Supratman. Sebelumnya saat istirahat, Supratman sudah terlebih dahulu mendekati Soegondo untuk meminta izin memperdengarkan lagu ciptaannya, “Indonesia Raya.”
Soegondo merasa khawatir syair lagu tersebut bisa menimbulkan insiden karena kongres dijaga ketat oleh polisi Kolonial Belanda. Ia kemudian mengizinkan W.R. Supratman untuk memperdengarkan lagu tersebut.
Namun meminta agar lagu tersebut dimainkan tanpa lirik. W.R. Supratman menyetujuinya dan memainkan lagu itu dengan biola.
Setelah itu, Soegondo menutup kongres dengan membacakan keputusan hasil rumusan Yamin, termasuk ikrar Sumpah Pemuda.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti