Mengingat Kembali Jebolnya Tanggul Peninggalan Belanda Situ Gitung 15 Tahun Lalu, Telan Korban 100 Orang
Tanggul peninggalan Belanda ini jebol mengejutkan warga karena berlangsung pukul 04:00 WIB dini hari.
Tanggul peninggalan Belanda ini jebol mengejutkan warga karena berlangsung pukul 04:00 WIB dini hari.
Lima belas tahun lalu, tepatnya 27 Maret 2009 jadi hari yang menyeramkan bagi warga Perumahan Cirendeu Permai, sebagian Kampung Poncol dan Kampung Gintung, Kota Tangerang Selatan.
Sebanyak 100-an warga di sana jadi korban meninggal karena jebolnya Situ Gintung yang merupakan dam buatan zaman Belanda.
Sekitar satu juta meter kubik air bah menghantam dengan cepat permukiman di sana bak Tsunami. Nahasnya, kejadian berlangsung dini hari sehingga banyak korban yang tak sadar bendungan tua itu mencapai titik kritisnya.
Kejadian ini dianggap bencana fatal, lantaran posisi bendungan dan permukiman warga yang terlampau dekat. Seharusnya jarak antara tempat tinggal dengan penampungan air buatan sebisa mungkin saling berjauhan.
Berikut kilas balik peristiwa Situ Gintung yang memilukan.
Gambar: Youtube Azis Syah
Sebelum Situ Gintung jebol, hujan deras selama berjam-jam sempat mengguyur wilayah Tangerang Selatan sejak Kamis 26 Maret 2009. Hujan itu membuat debit air naik.
Sebenarnya meningkatnya volume air sudah dianggap biasa oleh warga. Namun saat itu kondisinya diperparah dengan adanya pendangkalan, sehingga memungkinkan luberan air mengikis tanggul atas yang ketebalannya berbeda.
Mengutip Liputan6, beberapa bulan sebelum kejadian, Humas BNPB Almarhum Sutopo Purwo Nugroho sempat melakukan penelitian dan memberi peringatan tentang bahayanya permukiman yang tak jauh dari waduk buatan.
“Dua bulan sebelumnya (tanggul jebol) saya melakukan penelitian di sana, meneliti kualitas air. Saat itu saya amati, di bawah tanggul, perkampungan padat sekali,” kata Sutopo pada 2019 lalu.
Setelah pendangkalan, muncul kondisi pengikisan dari dinding situ yang tak terawat. Ini diduga karena munculnya mata air baru di sana, hingga celah erosi semakin membesar. Ditambah tanggul tidak diperkeras dengan beton seluruhnya, dan hanya tanah yang dipadatkan.
Saat itu, Jumat (27/3) pagi, sejumlah bocoran sudah terjadi di tanggul dan ini merupakan tanda bahaya. Warga yang meronda lantas memberi peringatan kepada masyarakat yang masih terlelap.
Sayangnya, air bah dari bendungan sedalam 10 meter itu kadung jebol dan menerjang 300 an rumah dengan kondisi masing-masing masih ditinggali warga yang terjebak.
Menurut kesaksian warga, tanda akan jebol sebenarnya sudah muncul sejak satu tahun sebelumnya.
Pada 2008, banyak sisi dindingi yang mulai dirembesi air. Pintu air pun sudah rusak, dan sayangnya belum ada penanganan serius.
Pihak berwenang sempat melakukan pengerukan, sayangnya lagi, pendalaman harus terhenti di tengah jalan tanpa alasan yang jelas. Rembesan juga terkesan dibiarkan dan tidak ditangani, hingga berubah menjadi malapetaka.
Hal ini juga karena usia tanggul yang sudah lebih dari setengah abad, dan merupakan peninggalan masa Hindia Belanda. Lalu, banyaknya destinasi wisata di danau seluas 10 hektar itu membuat erosi dan pendangkalan semakin besar.
Saat jebol, jeritan warga terdengar di mana-mana. Suara gemuruh air begitu memekakkan telinga. Warga yang terjebak, langsung terseret arus deras hingga meninggal. Ratusan korban gagal diselamatkan karena peristiwa yang terjadi secara mendadak.
Dari analisis Almarhum Sutopo seperti sebelumnya, area bendungan memang tak boleh dijadikan permukiman. Wilayah harus steril hingga berkilo-kilometer agar terhindar dari resiko bencana tanggul jebol.
Ini juga terkait fungsi tanggul yang dulunya untuk mengaliri area perkebunan dan persawahan. Sebelum muncul industrialisasi, area sekitar waduk Situ Gintung merupakan lahan persawahan warga hingga tahun 1960-1970 an mulai dijadikan perkampungan.
Ditambah kawasan tersebut juga menjadi destinasi wisata sehingga memunculkan perputaran ekomomi. Ini menjadi kejadian yang sebenarnya bisa diantisipasi.
“Banyaknya perkampungan ini bahaya sekali. Kejadian tanggul Situ Gintung jebol akhirnya saya sampaikan ketika itu,” terangnya
Saat pembangunan waduk terjadi sebuah insiden jebolnya tanggul pembantu yang memakan korban hingga 127 orang.
Baca SelengkapnyaWanita ini memimpin 30 perempuan dalam pertempuran melawan Belanda.
Baca SelengkapnyaPada momen itu, tentara militer Belanda berbondong-bondong menarik diri dari wilayah yang didudukinya
Baca SelengkapnyaPelabuhan Cilacap menjadi pintu satu-satunya untuk kabur dari Pulau Jawa.
Baca SelengkapnyaKejadian itu bertepatan dengan hujan disertai angin kencang yang melanda Blitar.
Baca SelengkapnyaSebuah rumah di Kramat, Jakarta, dulunya menjadi tempat kamp tahanan orang-orang Belanda selama pendudukan Jepang
Baca SelengkapnyaWarga ingin semua bahu membahu membantu korban gempa
Baca SelengkapnyaTim medis yang melakukan pertolongan menyatakan korban Serma Fedi telah meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaBentrokan dua kelompok warga di di Kompleks Perumahan Pemda, Maluku Tenggara menyebabkan satu pelajar tewas.
Baca Selengkapnya