Pesan Menyentuh Petugas Penyandang Difabel di Terminal Kampung Rambutan, Harap Ada Fasilitas Penunjang Pekerjaan
Elih merupakan petugas di Terminal Kampung Rambutan
Elih merupakan petugas di Terminal Kampung Rambutan
Pesan Menyentuh Petugas Penyandang Difabel di Terminal Kampung Rambutan, Harap Ada Fasilitas Penunjang Pekerjaan
Melayani masyarakat, menjadi tugas setiap pegawai yang berada di pemerintahan. Hal ini lah yang membuat Elih, seorang perempuan yang bertugas di Kementrian Perhubungan, Direktorat Angkutan Jalan tetap memberikan pelayanan kepada warga, meski dalam kondisi fisik yang tidak normal.
Perempuan yang hampir berusia 40 tahun ini, merupakan pegawai Kementerian Perhubungan dengan kategori disabilitas. Karena, ia memiliki kondisi kaki yang tidak dimiliki seperti orang normal lainnya.
Meski begitu, Elih yang baru saja bertugas di Kampung Rambutan tahun ini untuk membantu masyarakat di meja pusat informasi tersebut tetap bersemangat dalam menjalani tugasnya.
"Kalau surat perintah di Terminal Kampung Rambutan kebetulan baru tahun ini, tapi kalau untuk bergabung di Kementerian Perhubungan saya itu sejak tahun 2014. Sebagai pegawai pemerintah, pada dasarnya kan kita melayani. Apapun kondisi seorang pegawai pemerintah harus tetap bisa melayani, baik itu difabel dan non-difabel atau baik itu dia dalam kondisi kerja mereka masih tetap bisa melayani," ujar Elih saat berbincang dengan merdeka.com di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Sabtu (6/4).
Walaupun memiliki kondisi yang tidak normal, karena menggunakan kursi roda. Tak mematahkan semangat Elih untuk bisa bertugas seperti orang normal atau umum lainnya.
Namun, ia mengaku memiliki hambatan ketika bertugas di tempat yang belum dilengkapi dengan fasilitas untuk teman-teman penyandang disabilitas.
Terlebih, dirinya yang menggunakan alat bantu kursi roda dalam menjalani tugas sehari-harinya.
Seperti di Kampung Rambutan, Elih mengaku tidak bisa menjangkau atau melewati setiap anak tangga untuk menuju ke lantai dua tempat pembelian tiket hingga musala. Hal ini karena dirinya yang memakai kursi roda usai mengalami kecelakaan semasa dirinya bersekolah.
"Masukannya sih, kebetulan aku sudah bicara sama Kepala Terminal, dan beliau juga sudah mengutarakan ada beberapa infrastruktur di dalam terminal dan ini belum tersedia untuk pengguna disabilitas. Akomodasi yang layaknya atau memperkecil hambatannya belum sepenuhnya sesuai peruntukan teman-teman disabilitas,"
ungkap Elih.
"Karena kan untuk setiap bangunan publik itu sudah ada Permen PUPR-nya terkait desain universal itu ada nomor 14 tahun 2017, di Permen PUPR. Nah disana itu detailnya tersedia, baik ketinggian, terus area keterjangkauan baca papan petunjuk, terus kita dengar sounding suara itu kan berapa desibel yang bisa teman netra jangkau. Kedengaran suaranya harus jelas, hambatan-hambatan temen-temen disabilitas disitu di Permen PUPR itu secara detail sudah tertulis dengan jelas," sambung Elih.
Diskriminasi
Semangat dalam berkerja dengan kondisi fisik yang sudah tidak normal lagi, ternyata membuat dirinya pernah menjadi korban diskriminasi. Apa yang dialaminya ini pada 10 hingga 15 tahun yang lalu.
"Zaman-zaman saya ya, taruhlah flashback 10-15 tahun yang lalu, untuk diskriminasi pasti ada. Tapi saya tidak mematahkan semangat untuk hal itu, saya mau membangun diri saya walaupun infrastrukturnya belum memadai atau lingkungan di tempat ketika saya tinggal di lingkungan, seperti saya beraktivitas biasa itu ada diskriminasi itu tidak menghalangi saya. Karena saya yakin saya bisa berharga buat diri saya sendiri," cerita Elih.
Dengan pengalaman dirinya yang pernah mendapatkan perlakuan kurang mengenakan. Elih ingin agar masyarakat penyandang disabilitas tetap bersemangat dalam mengais rezeki untuk keluarga maupun diri sendiri.
"Teman-teman disabilitas yang apapun minat dan jenis pekerjaannya tetap bersemangat selama kita masih bisa," pesan Elih sebelum mengakhiri perbincangan di Terminal Kampung Rambutan.