Kehidupan Para Petani Bawang Putih di Jateng, Masih Dikelola Tradisional Demi Hasil Panen Berkualitas
Pada tahun 1980-an, komoditas bawang putih di Jateng memasuki masa jaya. Kini petani berharap campur tangan pemerintah agar komoditas itu bisa bersaing di pasar

Mayoritas petani di Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, masih bertani secara tradisional. Salah satu komoditas yang mereka tanam adalah bawang putih. Tak hanya bertani, ada pula dari mereka yang profesinya sebagai pedagang bawang putih.
“Dulu bapak ibu saya pedagang bawang putih. Waktu itu bapak ibu saya ke Pasar Kaliangkrik untuk menjual bawang tersebut. Nah saya lahir di pasar bawang Kaliangkrik,” kata Wiwin Suheri, salah seorang petani bawang di Desa Adipuro, seperti dikutip dari kanal YouTube Horti TV.
Walau masih dilakukan secara tradisional, para petani bawang putih di Desa Adipuro punya metode unik untuk mempercepat masa tanam bawang putih. Sebelum ditanam, suing-siung bawang direndam terlebih dahulu di dalam air.
Komoditas Eksklusif

Di Provinsi Jawa Tengah, banyak daerah yang menjadi penghasil bawang putih berkualitas. Selain di Magelang, Temanggung juga menjadi daerah penghasil bawang putih. Siswanto, Ketua Kelompok Tani Agra Pana Jawa Temanggung, mengatakan bahwa bawang putih di tempatnya masih menjadi komoditas yang eksklusif. Oleh karena itu ia masih berfokus pada produksi benih agar bawang-bawang putih itu bisa ditanam di tempat lain.
“Untuk sekarang ini kita masih membangun pasar, karena sekarang kami masih fokus pada penghasilan benih. Jika masuk ke pasar dan bersaing dengan bawang putih dari luar, kita sebagai test market,” ujar Siswanto.
Masa Jaya Bawang Putih di Tanah Jawa

Pada masa silam, produksi bawang putih di Jateng pernah berada pada masa jayanya. Hal itu dapat dibuktikan dari sejarah Desa Tuwel, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal. Pada masa itu, para petani bawang putih di desa tersebut bisa membangun masjid megah dari hasil panen bawang mereka. Bahkan masjid itu disebut menjadi masjid termegah se-Kabupaten Tegal.
“Dana pembangunan masjid sebesar Rp3 miliar terkumpul hanya dalam waktu setahun. Jadi dalam dua tahun, masjid itu bisa jadi. Semuanya berasal dari swadaya para petani bawang putih,” kata Haji Abdul Jafar, salah seorang petani bawang putih di Desa Tuwel, Kabupaten Tegal.
Berharap Ada Campur Tangan Pemerintah

Masyarakat di Desa Tuwel merasakan masa kejayaan produksi bawang putih pada tahun 1980. Saat itu, warga di sana hanya menanam bawang putih. Setiap bagian dari bawang putih pun bisa dijual. Bahkan limbahnya sekalipun bisa dijual kembali. Maka saat itu warga di Desa Tuwel menyamakan bawang putih dengan emas dan menyebutnya dengan julukan “emas putih”.
Kini, masa-masa jaya itu telah lama berlalu. Para petani bawang putih di Desa Tuwel mengharapkan bantuan pemerintah agar mereka bisa menghasilkan bawang putih dengan jumlah yang banyak.
“Saya sangat berharap para petani di sini semakin maju. Saya mohon pada pemerintah untuk ikut serta mengembangkan pasar di Indonesia atau di mana saja yang menjadi sentra penghasil bawang putih. Kalau bukan pemerintah, siapa lagi,” kata Khamdani, salah seorang petani bawang putih di Desa Tuwel.