Ternyata Begini Bentuk Mesin Pembuat Gula di Zaman Kesultanan Banten, Terbuat dari Batu
Di masa Kesultanan Banten, alat pembuatan pemanis makanan masih memakai batu.

Di masa Kesultanan Banten, alat pembuatan pemanis makanan masih memakai batu.

Ternyata Begini Bentuk Mesin Pembuat Gula di Zaman Kesultanan Banten, Terbuat dari Batu
Peradaban Banten di masa silam terbilang sudah maju. Berbagai teknologi sudah dikembangkan sejak masa Kesultanan Banten di abad ke-16 silam, seiring majunya pemerintahan Keraton Surosowan.
Kemajuan teknologi bisa dilihat dari adanya industri gula pada masa itu yang dijalankan oleh masyarakat di Kelapa Dua, Serang. Rupanya, pembuatan gula terpantau sudah menggunakan teknologi mesin namun dengan prinsip teknologi sederhana.
Jangan dibayangkan mesin terbuat dari baja, dengan penggerak bahan bakar. Karena di masa Kesultanan Banten, alat pembuatan pemanis makanana masih memakai batu. Secara bentuk alat ini unik, karena bisa memproses tebu menjadi pemanis tanpa bantuan bahan bakar.
Ketika itu, cara kerjanya juga cukup mudah bahkan tanpa harus dipantau oleh pekerja. Alhasil, gula menjadi komoditas ekonomi yang membantu pertumbuhan kota Banten.

Berbentuk Bundar
Berdasarkan informasi dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, alat ini memiliki bentuk yang bundar dan bulat memanjang.
(Gambar: Kemdikbud)
Untuk ukuran berkisar 65 sentimeter, garis tengah 71 sentimeter dan geriginya berjumlah 13 pahatan.
Ada dua jenis mesin. Pertama, berbentuk pipih dengan ukuran yang cukup lebar dan berlubang di tengah. Kedua, memiliki bentuk bulat memanjang dengan lubang di tengah dan memiliki gerigi sebagai penggerak.
Kedua alat ini saling terhubung satu sama lain, untuk menggiling batang tebu sehingga menjadi cairan sebelum akhirnya diproses ke tahap selanjutnya.
Miliki Pabrik Gula bernama Kilangan
Dalam catatan klasik Belanda, Banten menjadi salah satu penghasil tebu terbaik di tanah Jawa. Ini karena tanah Banten telah dikenal subur, dan mampu ditumbuhi berbagai jenis tanaman dengan kualitas unggul.
Konon, saat itu sudah ada pabrik gula dengan teknologi sederhana di wilayah Banten Lama bernama Kilangan. Kilangan ini merupakan tempat untuk menggiling tebu, dengan menggunakan batu besar serta tenaga hewan kerbau.
Kilangan bekerja dengan cara berputar dan diikatkan ke tubuh kerbau. Saat mesin berputar, tebu akan dimasukkan ke tengah-tengah batu dan akan terperas sari tebunya hingga penampung penuh. Hasil perasan tebu bisa langsung diminum atau dijadikan pemanis makanan dengan nama “cairan kilang”.

Mampu Menggiling hingga 100.000 Batang Tebu
Tahun 1635 sampai 1638 menjadi tahun-tahun emas bagi industri gula yang dikelola langsung oleh Kesultanan Banten. Kelapa Dua, jadi tempat produksi utama karena di sana memiliki Kilangan.
Berdasarkan dokumentasi kontrak, pemerintah jajahan memberikan kontrak selama 3 tahun kepada warga di Kelapa Dua untuk memproduksi cairan kilang (tetes tebu), menggunakan mesin yang digerakkan kerbau.
Kemudian, selama periode itu pula kurang lebih 100.000 batang tebu secara berkelanjutan bisa digiling untuk dijadikan gula tebu. Dari sebanyak 100.000 batang tebu yang digiling, akan dihasilkan sebanyak 450 pikul (sekitar 2,8 ton) gula putih.
Jika dikalkulasi, hasil produksi secara keseluruhan gula di Kesultanan Banten mencapai 17 ton.

Diproduksi oleh Warga Tionghoa
Produksi gula masa Kesultanan Banten banyak dipegang oleh warga Tionghoa. Mereka lah yang kebanyakan memiliki ruang kilangan untuk memeras tebu menjadi air kilang.
Namun, pemboikotan Banten oleh Belanda di abad ke-17 memicu turunnya produksi gula. Para penjajah banyak meminta gula dari daerah lain, sehingga cukup terasa dampak ekonomi yang kian terpuruk.
Dari sana, komunitas Tionghoa sepakat untuk menjual gula yang sudah jadi ke negeri Tiongkok. Ini cukup membantu menstabilkan perekonomian Banten yang diporak-porandakan bangsa penjajah.

Ilustrasi perkebunan tebu pertama di Indonesia.
(Gambar: ptpn10.co.id)