Ada Pabrik Gula Kelas Dunia tapi Warga Sengsara, Ini Potret Miris Warga Probolinggo di Zaman Penjajahan Belanda
Mereka yang tak punya tanah dipaksa bekerja di kebun milik pemerintah
Mereka yang tak punya tanah dipaksa bekerja di kebun milik pemerintah
Ada Pabrik Gula Kelas Dunia tapi Warga Sengsara, Ini Potret Miris Warga Probolinggo di Zaman Penjajahan Belanda
Pada masa lampau, Probolinggo terkenal sebagai daerah penghasil gula. Ada dua pabrik besar yang berhasil menjual gulanya hingga ke luar negeri, yakni pabrik gula Wonolangan dan Oemboel.
-
Apa yang terjadi di Purwokerto saat dikuasai Belanda? Mereka kemudian mengadakan pembersihan di desa-desa sekitar yang menjadi basis perjuangan tentara Indonesia di Banyumas.
-
Kenapa Tegal menjadi pusat industri gula pada masa kolonial? Tegal adalah sebuah bandar kecil di pantai utara Jawa yang menjadi persinggahan Tome Pires pada abad ke-16. Bertahun-tahun kemudian, kota itu berkembang menjadi kota industri penting pada zaman VOC.
-
Apa yang terjadi pada rakyat Priangan karena kopi? Rakyat Priangan menderita & dipaksa menanam kopi oleh VOC dan para pembesar pribumi. Mereka dipaksa meninggalkan lahan pertanian mereka demi 'emas hitam'.
-
Dimana pabrik gula pertama di Tegal dibangun? Pada tahun 1832, di sebelah timur Tegal, tepatnya di Desa Pangkah, dibangunlah pabrik gula pertama di Tegal.
-
Siapa yang membangun pabrik gula pertama di Tegal? Pendirinya adalah seorang investor swasta bernama NV Kosy dan Sucier.
-
Bagaimana pabrik gula di Tegal berkembang pada abad ke-19? Setelah itu muncul pabrik-pabrik gula lainnya. Pada tahun 1841-1842 muncul pabrik gula di Desa Kemanglen dan Dukuwringin. Kedua pabrik gula itu dilengkapi dengan teknologi paling canggih pada masa tersebut.
Warga Sengsara
Mirisnya, kemasyhuran Probolinggo sebagai daerah penghasil gula berkualitas berbanding terbalik dengan kesejahteraan warganya.
Selama masa kolonialisme Belanda, warga Probolinggo menjadi korban tanam paksa. Mereka dipaksa bekerja di kebun-kebun milik pemerintah Hindia Belanda tanpa imbalan memadai.
Pada masa itu, seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman
laku ekspor dan hasilnya diserahkan
kepada pemerintahan Hindia Belanda. Tragisnya, wilayah yang digunakan tanam paksa tetap dikenakan
pajak.
Mengutip Instagram @bermiheritage, keberadaan pabrik gula Oemboel dan Wonolangan jadi mimpi buruk bagi warga Probolinggo. Sebanyak 2.136 kepala keluarga diwajibkan ikut tanam paksa. Mereka bertanggung jawab memelihara 528 pohon tebu.
Sementara untuk proses penebangan tebu, sebanyak 3.480 kepala keluarga yang dikenai
kewajiban tanam paksa. Di mana 180 orang di antaranya datang setiap hari.
Kemudian, sebanyak 1.276 kepala keluarga dikenai kewajiban tanam paksa untuk jasa kuli. Sebanyak 250 di antaranya datang setiap hari.
Potret Miris
Pengangkutan tebu di pabrik gula Oemboel berlangsung tanpa diatur pemerintah. Para kontraktor dan buruh harian juga mengangkut gula dari pabrik ke gudang-gudang pemerintah, dengan bayaran 10 cent.
Kedua pabrik ini juga menerapkan sistem wajib kerja. Penduduk dibedakan menurut lamanya
mereka bertugas di berbagai dinas.
Hanya para kepala desa dan dewan desa yang menanam dengan biaya sendiri.
Sementara mereka yang bekerja sebagai pekerja untuk dinas kebudayaan juga dianggap sebagai wajib kerja.
Para perajin, warga yang tidak
memiliki sawah, nelayan, dan orang
tua yang masih mampu bekerja, petugas pos penjagaan dan petugas kebersihan pasar juga dianggap sebagai wajib kerja.
Orang tua dan orang lemah yang tidak
mampu lagi bekerja, pendeta, guru sekolah,
dibebaskan dari wajib kerja. Sementara itu, pensiunan dewan desa terkadang dibebaskan dari wajib kerja hingga dua tahun.
Kepala desa dan anggota dewan desa tidak ikut serta dalam wajib kerja. Mereka
mengendalikan pekerjaan atau memberikan perintah.
Bos Kaya Raya
Sementara warga lokal sengsara karena tanam paksa dan wajib kerja, bos pabrik gula Oemboel terkenal kaya raya. Mereka menjadi crazy rich dengan rumah mewah di Probolinggo.