Menelusuri Sejarah Daun Emas Madura, Tembus Pasar Eropa pada Masa Perang Dingin
Pada masa kejayaan daun emas Madura, dealer-dealer motor kehabisan stok karena diborong orang Madura.

Cuannya tak main-main.

Menelusuri Sejarah Daun Emas Madura, Tembus Pasar Eropa pada Masa Perang Dingin

Pulau Madura dikenal sebagai salah satu daerah penghasil komoditi tembakau terbaik di Indonesia. Sejak masa penjajahan Belanda, tembakau menghidupi sebagian besar petani di Pulau Garam tersebut.

Produksi Tembakau
Produksi tembakau di Provinsi Jawa Timur menyumbang 35 persen kebutuhan tembakau nasional. Madura menjadi wilayah dengan produksi tembakau tertinggi dibanding daerah lain di wilayah setempat.
Daun Emas
Guru Besar Universitas Gajah Mada, Profesor Kuntowijoyo mengambil gelar PhD di Universitas Columbia Amerika. Dia lulus tahun 1980 dengan disertasi berjudul Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940. Disertasi ini lalu dibukukan dengan judul yang sama. Buku setebal 713 halaman ini memudahkan pembaca menelusuri sejarah tembakau yang dijuluki 'daun emas' oleh warga Madura. Pada masa kejayaan tembakau, tiap selesai panen, dealer- dealer motor kehabisan stok karena diborong orang Madura.

Sebelum tembakau, Madura dikenal sebagai lahan tebu. Saat tebu tak lagi menjanjikan, tiga pengusaha Belanda memperkenalkan tembakau pada 1861. Penanaman pertama di Desa Pradopo (kini Proppo), Pamekasan.
Masa Kejayaan Tembakau
Perang Dunia I jadi momen tembakau Madura menembus pasar Eropa. Tak lama kemudian, pasar Eropa menolak karena produsen tembakau di Surabaya tak bisa menjaga mutu. Pada 1919, tersisa satu produsen yang bertransaksi ekspor tembakau Madura dengan Eropa. Meski tembakau Madura telah kehilangan reputasi di pasar Eropa, tapi tetap berjaya di pasar lokal. Pengiriman tembakau di Waru, Bunder dan Ambunten di Sumenep bertambah ramai.

Fakta Pilu
Masa keemasan tembakau juga meninggalkan realitas pilu tersendiri. Penanaman tembakau melibatkan anak di bawah umur dengan jam kerja tinggi.
Menurut Kuntowijoyo, dalam satu hektare lahan, pekerja dewasa bekerja selama 9 ribu jam. Sedangkan pekerja anak mencapai 17 ribu jam. Tak hanya mendapat beban kerja lebih berat, pekerja anak juga diupah lebih sedikit. Pekerja anak hanya dibayar 1 sen per jam. Sedangkan pekerja dewasa 3 sen per jam. Pelibatan anak-anak terjadi karena tembakau menjadi usaha berbasis keluarga.
Cerita Tutur
Ada cerita tutur yang berkembang pesat di Madura terkait asal-usul tembakau. Konon, di sana Pangeran Katandur (menanam). Nama ini diberikan kepada Habib Ahmad Baidlowi, sosok pelopor pengembangan tanaman tembakau di Madura sejak abad ke-12, seperti dikutip dari indonesia.go.id.