Nestapa Buruh Wanita di Deli, Dilecehkan & Dipaksa Melayani Bos Perkebunan
Perkebunan Tembakau Deli di Sumatera Utara mendatangkan keuntungan bagi pengusaha Belanda di era kolonial. Tapi bagi buruh, Deli mengisahkan kesengsaraan.
Penulis: Arsya Muhammad
J Nienhuis tak menyangka perkebunan tembakau yang dirintisnya akan mendatangkan keuntungan luar biasa. Tahun 1863, dia mulai menanam tembakau di Deli. Tanah dan iklim di sana ternyata sangat cocok. Cerutu dari Tembakau Deli kemudian menjadi sangat terkenal di Eropa.
Kebutuhan akan tembakau Deli meningkat pesat. Tahun 1879 berdiri Deli Planters Vereeniging. Kongsi Pengusaha Perkebunan ini kemudian mendatangkan buruh secara besar-besaran dari Tiongkok dan Jawa.
Di Jawa, para agen tenaga kerja ini merekrut para petani miskin dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada mereka dijanjikan upah yang besar, dan wanita-wanita cantik di Tanah Deli. Kelak mereka sadar, jika ini hanya janji manis belaka.
Terdorong kemelaratan dan harapan hidup yang lebih baik, para petani miskin ini sukarela menandatangani kontrak.
Bukan tandatangan sebenarnya, mereka hanya membubuhkan tanda silang di atas nama mereka. Nyaris tak ada calon kuli ini yang bisa baca tulis. Mereka tak tahu apa isi dokumen tersebut.
-
Apa pekerjaan kuli perempuan di perkebunan tembakau Deli? Secara garis besar, pekerjaan utama para perempuan adalah memilah daun tembakau sesuai kelompok dan sifatnya. Selain itu, mereka juga harus memperhatikan kualitas mutu daun tembakau, seperti tidak boleh ada bercak serangan hama atau penyakit tanaman.
-
Apa yang dilakukan Bulog terhadap oknum buruh? 'Mengenai oknum buruh dalam video yang sedang banyak beredar tersebut merupakan tenaga harian lepas di gudang bukan karyawan BULOG, dan per hari ini buruh tersebut sudah tidak dipekerjakan lagi di Gudang.''Kemudian Kepala Gudang Banjar Kemantren 2 sebagai penanggungjawab kegiatan di Gudang kejadian sudah diberikan SP dan dimutasi', jelas Tomi.
-
Siapa yang menjadi buruh di perkebunan? Adapun beberapa wilayah di Jawa yang menjadi pemasok utama para pekerja buruh perkebunan, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur.
-
Apa bentuk kerja paksa di pabrik gula Probolinggo? Mereka dipaksa bekerja di kebun-kebun milik pemerintah Hindia Belanda tanpa imbalan memadai.
-
Kenapa warga Probolinggo dipaksa bekerja di pabrik gula? Pada masa itu, seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanamanlaku ekspor dan hasilnya diserahkankepada pemerintahan Hindia Belanda.
-
Di mana kerja paksa terjadi di pabrik gula Probolinggo? Mengutip Instagram @bermiheritage, keberadaan pabrik gula Oemboel dan Wonolangan jadi mimpi buruk bagi warga Probolinggo.
Tak sadar kuli diwajibkan bekerja lebih dari 10 jam setiap hari, nyaris tanpa libur dan harus mengalami siksaan dari para mandor jika dianggap melanggar aturan perkebunan.
“Mereka tidak berbeda dengan budak. Kontrak yang mereka tandatangani membuat mereka menjadi milik ‘Si Tuan’ atau Ondernemer,” tulis Capt. RP Suyono dalam buku Seks dan Kekerasan Pada Zaman Kolonial.
Siksaan seperi dicambuk, dibiarkan kelaparan, hingga dipasung menjadi makanan sehari-hari para buruh tembakau.
Nestapa Buruh Wanita
Awalnya hanya pekerja laki-laki yang diizinkan bekerja di Perkebunan Deli. Namun akhirnya mereka juga merekrut pekerja wanita dari Jawa. Selain itu calon buruh pun diperbolehkan membawa istrinya.
Saat itu tembakau di Deli meledak di pasaran Eropa. Kebutuhan akan pekerja pun makin meningkat. Pada akhir abad ke-19, sedikitnya ada 55.000 buruh Jawa dan Tiongkok di Perkebunan Deli. Jumlah ini meningkat menjadi lebih dari 100.000 pada tahun 1912. Dari jumlah itu, diperkirakan jumlah buruh wanita 10-12 persennya.
Buruh Wanita sudah mengalami pelecehan sejak kedatangan mereka di Perkebunan Deli. Peristiwa ini terjadi tahun 1917. Seorang administratur yang mendata para buruh ini akan memberi tanda garis pada buruh wanita yang dianggap menarik.
Wanita yang ditandai itu kelak akan dicari untuk memuaskan napsu para Ondernemer perkebunan.
Tak cuma wanita lajang yang jadi sasaran. Para pengusaha perkebunan ini tak peduli jika wanita tersebut sudah bersuami. Banyak yang kemudian dipaksa menjadi ‘Nyai’, istilah bagi pengurus rumah tangga pria Eropa. Nyai tak cuma mengurus kebutuhan rumah tangga saja. Di malam hari mereka pun menemani orang-orang Eropa ini.
Pernah ada laporan, seorang suami melaporkan asisten perkebunan yang merampas istrinya. Dia meminta istrinya dikembalikan.Tak jelas bagaimana akhir kasus ini mengingat para ondernemer sangat berkuasa di perkebunan.
Sejumlah kasus perkelahian karena perebutan wanita pun pernah terjadi. Pihak kongsi perkebunan Deli sebenarnya sudah mewanti-wanti agar para mandor atau pemilik perkebunan tidak berhubungan dengan wanita pekerja kontrak.
Hal ini dinilai bisa menyulut kemarahan suaminya, dan juga kelompok-kelompok buruh lainnya. Namun imbauan ini agaknya dianggap sepi saja.
“Bahwa banyak wanita yang sudah menikah dijadikan pengurus rumah tangga memang diakui oleh kalangan ondernemer di sana,” tulis RP Suyono.