Karayuki-san, Potret Gelap dan Mengerikan Wanita Penghibur Jepang di Nusantara
Wanita-wanita ini disebut Karayuki-san. Mereka dipekerjakan di rumah-rumah bordil yang tersebar di Sumatera dan Jawa.
sejarah![Karayuki-san, Potret Gelap dan Mengerikan Wanita Penghibur Jepang di Nusantara](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/1200x630/bg/newsOg/2024/7/4/1720069821184-dg086.jpeg)
![Penulis: Arsya Muhammad<br>](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/feedImage/2024/7/4/1720069482074-ry133.jpeg)
Penulis: Arsya Muhammad
Mereka didatangkan dari wilayah-wilayah paling miskin di Jepang. Dijual sebagai pemuas nafsu di wilayah Manchuria, Siberia, India, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Wanita-wanita ini disebut Karayuki-san. Mereka dipekerjakan di rumah-rumah bordil yang tersebar di Sumatera dan Jawa.
Hingga awal abad ke-20, perbandingan antara pria Eropa dengan wanita Eropa di Hindia Belanda masih sangat jomplang, 100:47. Artinya, 100 pria Eropa berbanding 47 wanita Eropa di Nusantara.
-
Kapan Jembatan Akashi Kaikyo diresmikan? Jembatan ini secara resmi dibuka untuk umum pada tanggal 5 April 1998 dalam sebuah upacara yang diresmikan oleh Putra Mahkota Naruhito dan istrinya Putri Mahkota Masako dari Jepang bersama dengan Menteri Konstruksi Tsutomu Kawara.
-
Kapan Hari Pramuka dirayakan? Penuh Semangat Masyarakat kini tengah menyambut Hari Pramuka yang jatuh pada tanggal 14 Agustus.
-
Kapan Janjang Saribu diresmikan? Tembok ini telah diresmikan oleh Bupati Agam pada tahun 2013.
-
Kapan Ganjar Pranowo menemani Kaisar Jepang berkeliling Candi Borobudur? Pada Kamis (22/6), Kaisar Jepang, Hironomiya Naruhito berkunjung ke Candi Borobudur.
-
Kapan Ken Ken beralih profesi? Setelah menghilang dari dunia hiburan selama 18 tahun, ia menemukan panggilan barunya sebagai seorang petani.
-
Kapan Alun-alun Pataraksa diresmikan? Pemerintah Kabupaten Cirebon meresmikan Alun-alun Pataraksa pada 10 November 2023.
Banyak di antara pria Eropa itu kemudian memelihara gundik yang kebanyakan berasal dari wanita pribumi. Tindakan ini dianggap tidak bermoral, tapi lazim dilakukan. Tidak ada ikatan pernikahan dalam praktik pergundikan di Hindia Belanda kala itu.
Praktik prostitusi dan rumah bordil pun tumbuh subur di berbagai kota. Selain wanita pribumi, dan indo, ada juga wanita Jepang. Para Karayuki-san sering kali menjadi primadona.
Tahun 1889 di Batavia tercatat ada 17 wanita Jepang yang berprofesi sebagai PSK. Selain itu, ada 5 rumah bordil yang dikelola oleh orang-orang Jepang.
“Karayuki-san mempunyai pasaran yang tinggi, dan banyak permintaannya pada masa kolonial Belanda,”
tulis Capt RP Suryono dalam buku Seks dan Kekerasan Pada Zaman Kolonial.
Para gadis muda dari daerah miskin ini menjadi korban perdagangan manusia. Mereka didatangkan secara ilegal melalui Singapura. Tempat yang menjadi pusat penyaluran para wanita dari Jepang di Asia Tenggara.
Permintaan jaringan prostitusi akan Karayuki-san terus meningkat. Pada tahun 1905, dilaporkan telah datang 1.000 orang wanita Jepang di Singapura. Mereka dihargai dengan mahal.
Tak jarang pula, Karayuki-san kemudian dijadikan gundik atau selir oleh pria langganannya.
- Ratu Kalinyamat Resmi jadi Pahlawan Nasional Asal Jepara, Begini Sosoknya
- Potret Kehidupan Pelacur pada Masa Hindu Buddha, Diakui Negara hingga Dikenai Pajak
- Wanita Asal Belanda Ini Telusuri Jejak Perjuangan Neneknya di Jakarta, Dulunya Anggota Korps Perempuan KNIL
- 6 Potret Tulisan di Jalan Berlubang Ini Penuh Sindiran Pedas, Sampai Dijadikan Kolam Ikan
- VIDEO: Geram! Hotman Vs Bambang-Refly, Panas Disebut 'Ngeyel' hingga Dibalas 'Hotmen'
- VIDEO: Anies Respons Kabar Pertemuan Dengan Prabowo Usai Putusan Pilpres 2024
![Karayuki-san, Potret Gelap dan Mengerikan Wanita Penghibur Jepang di Nusantara](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/feedImage/2024/7/4/1720069639981-spxnj.jpeg)
“Wanita-wanita Jepang kebanyakan ditebus dari rumah-rumah pelacuran di Jawa, atau didatangkan khusus dari Jepang,” tulis Suyono.
Kejam dan Tak Manusiawi
Seorang gadis muda asal Shimabara, Nagasaki, mengisahkan betapa mengerikan hidup yang harus dijalani seorang Karayuki-san. Gadis yang baru berusia 16 tahun itu terpaksa mendaftar ke agen penyalur tenaga kerja wanita untuk membantu ayahnya yang sakit dan kekurangan biaya.
Dalam kapal menuju Singapura, kondisinya kotor dan sungguh mengerikan. Agen-agen penyalur wanita ini memperkosa para wanita di dalam kapal.
Gadis ini terpaksa bersembunyi di geladak bagian paling bawah. Tempat batubara dan kotoran manusia. Agar terhindar dari pemerkosaan, dia melumuri tubuhnya dengan kotoran. Demikian ditulis dalam Harian Jepang Mainichi, 30 Desember 2020.
Setelah tiba di Singapura, dia terjebak dalam hutang yang sangat besar untuk biaya keberangkatannya ke kota itu dari Jepang. Gadis malang tersebut pun harus bekerja di rumah pelacuran dan melayani lelaki hidung belang.
Pengalaman itu dikenangnya sebagai mimpi buruk. Pernah dalam sehari dia harus melayani 49 orang laki-laki.
![“Mereka memaksa saya, tidak henti-henti. Saya harus bekerja dari pukul 9 pagi hingga tiga dini hari,” bebernya.<br>](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/feedImage/2024/7/4/1720069723029-s63qf.jpeg)
“Mereka memaksa saya, tidak henti-henti. Saya harus bekerja dari pukul 9 pagi hingga tiga dini hari,” bebernya.
Belanda Larang Karayuki-san
Setelah tahun 1913, Belanda mulai melarang praktek Karayuki-san di Hindia Belanda. Tak lama setelah konsulat Jepang yang pertama berdiri di Batavia. Profesi wanita penghibur ini kemudian dianggap hina oleh Kekaisaran Jepang sendiri.
“Bagi Jepang, Karayuki-san merupakan suatu hal yang memalukan di tengah upaya mereka untuk bisa disejajarkan dengan negara-negara Barat.”
Setelah dilarang, banyak di anatara wanita ini kemudian kembali ke Jepang. Sebagaian lagi tetap beroperasi secara ilegal.
Tahun 1916 tercatat masih ada sekitar 217 Karayuki-san di Jawa dan Madura. Di Sumatera, jumlahnya lebih banyak yaitu 438. Sementara di Kalimantan dan sekitarnya terdata ada 210 orang.
Sekitar tahun 1920an hingga 1930an, praktik Karayuki-san pelan-pelan menghilang.