Ji Lak Keng, Tempat Prostitusi Terkenal di Jakarta era Kolonial, Kini Jadi Apa?
Ji Lak Keng atau Jilakeng kerap kali disebut-sebut sebagai ‘Las Vegas-nya Batavia’ karena menjadi tempat hiburan dan prostitusi teramai di Batavia.
Ji Lak Keng atau Jilakeng kerap kali disebut-sebut sebagai ‘Las Vegas-nya Batavia’ karena menjadi tempat hiburan dan prostitusi teramai di Batavia.
Pada pertengahan abad ke-18, kawasan ini menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh para pejabat dan konglomerat Belanda dan Tionghoa.
-
Apa julukan Jakarta? Menariknya, sematan kata 'The Big Durian' membuatnya sering disamakan dengan Kota New York di Amerika.
-
Kenapa Situ Lengkong Panjalu terkenal? Lokasi ini menjadi daya tarik sejak lama lantaran hadirnya sejumlah fasilitas, seperti destinasi air, perahu, hutan lindung serta cagar budaya.
-
Dimana letak permukiman terbengkalai di Jakarta? Baru-baru ini sebuah kawasan di wilayah Jakarta Timur yang terbengkalai terungkap, dengan deretan rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya.
-
Apa nama wilayah Jakarta di masa awal? Siapa sangka jika Ibu Kota Jakarta dulunya hanya sebuah wilayah pelabuhan kecil dengan luas wilayah sekitar 125 KM persegi.
-
Apa itu Jenang Krasikan? Di daerah Purworejo, Jawa Tengah, ada sebuah kuliner unik bernama Jenang Krasikan. Makanan ini terbuat dari beras ketan dan gula merah. Selain dua bahan utama tersebut, jenang krasikan juga dibuat dengan menambahkan santan dan sedikit garam. Hasilnya kudapan itu menjadi agak bertekstur di bagian luar. Sementara di bagian dalam terasa lembut dan lumer di mulut.
-
Apa itu Situ Lengkong Panjalu? Situ Lengkong Panjalu merupakan danau wisata yang ada di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Nama Ji Lak Keng atau yang disebut juga Jilakeng merupakan berasal dari bahasa Hokkian yang artinya 26 bangunan.
Nama ini diberikan karena pada abad ke-18 terdapat 26 bangunan yang dijadikan sebagai tempat hiburan, prostitusi, dan madat (candu).
Letak Ji Lak Keng berada di Tambora, Jakarta Barat (kini Jalan Perniagaan Barat, Tambora, Jakarta Barat).
Terbentuknya tempat hiburan ini dikarenakan pada masa itu praktik pergundikan dan perbudakan mulai ditentang.
Sebelumnya, pejabat Belanda dan Tionghoa bebas melampiaskan hasrat seksual mereka dengan beberapa gundik. Namun, setelah perbudakan dan pergundikan mulai dilarang, istri menjadi satu-satunya pelampiasan yang sah.
Mencari Cuan Ala Tionghoa
Pada masa itu, kebanyakan orang yang tiba di Indonesia, baik dari Belanda maupun Tionghoa adalah laki-laki. Karena tujuan mereka lebih kepada perang atau berbisnis sehingga mereka tidak bisa membawa istri atau kekasih mereka.
Orang Tionghoa melihat hal ini sebagai peluang bisnis, karena mengetahui bahwa para kumpeni membutuhkan tempat hiburan untuk melepas birahinya.
Ya, pengelola kawasan ini adalah orang Tionghoa, yang saat itu berada di kelas dua setelah orang Eropa. Meski dikelola oleh orang Tionghoa, namun tempat prostitusi dan hiburan ini juga banyak didatangi oleh orang-orang Eropa, khususnya para pejabat dan kumpeni Belanda.
Sampai akhirnya tempat ini mencapai popularitasnya, terkenal, bahkan disebut sebagai Las Vegas-nya Batavia. Banyak para pejabat dan orang kaya yang datang ke tempat ini untuk menghabiskan malam, entah dengan menghisap candu (madat), berjudi, hingga melakukan hubungan semalam.
Ji Lak Keng menjadi salah satu tujuan utama saat mereka ingin mencari kesenangan dunia. Biasanya, terdapat dua lantai bangunan-bangunan ini, lantai pertama digunakan untuk menghisap madat, sedangkan lantai kedua digunakan untuk tempat prostitusi.
Diimpor dari China
Kebanyakan wanita penghibur di tempat hiburan ini didatangkan berasal dari Tionghoa, ada pula perempuan peranakan pribumi atau kiau seng. Ketenaran Ji Lak Keng mulai menurun seiring maraknya tempat hiburan yang dibangun.
Kini, kawasan ini hanyalah kawasan pemukiman biasa. 26 rumah sudah dialihfungsikan sebagai toko obat, toko kelontong, dan lain-lain. Meskipun demikian, masih ada satu bangunan yang masih mempertahankan gaya arsitektur Tionghoa masa itu.
Bangunan tersebut berada di sudut antara Jalan Perniagaan Barat dan Jalan Perniagaan Raya.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti