Menilik Kisah Orang Rantai, Sisi Gelap Tambang Batu Bara di Sawahlunto
Keberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto.
Keberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto.
Menilik Kisah Orang Rantai, Sisi Gelap Tambang Batu Bara di Sawahlunto
Kota Sawahlunto yang berada di Provinsi Sumatra Barat, terdiri dari empat kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 66.962 jiwa. Luas daerah tersebut mencapai 273,45 kilometer persegi. Dulunya, tanah di kota ini sangat subur dan dijadikan sawah oleh masyarakat.
Nama Sawahlunto diambil dari kata 'Sawah' dan Sungai 'Lunto' yang membelah lembah. Kota ini begitu tenteram dan mayoritas dihuni oleh penduduk yang berasal dari Suku Minang.
-
Apa peninggalan Belanda di Tapanuli Selatan? Salah satu jejak peninggalan kolonial Belanda ada di Tapanuli Selatan berupa kolam renang.
-
Dimana letak tambang Batu Bara Ombilin? Tambang Bawah Tanah Tambang Batu Bara Ombilin terletak di Kota Sawahlunto, di sepanjang pegunungan Bukit Barisan.
-
Apa yang ditemukan di Tambang Ombilin? David Veth, mendeteksi adanya kandungan emas hitam di kawasan Sungai Ombilin pada pertengahan abad ke-19.
-
Bagaimana Belanda mengelola penambangan timah di Belitung? Pada penambangan timah di tempat ini, Belanda menggunakan para kuli-kuli tambang yang kebanyakan dari Cina yang disebut sebagai 'Singkek' atau sekarang dikenal dengan Peranakan Tionghoa.
-
Kenapa Belanda membangun terowongan kereta api di Sawahlunto? Pada zaman penjajahan Belanda, moda transportasi kereta api sangatlah penting bagi perekonomian. Keberadaan jalur rel kereta api menjadi penghubung antara satu daerah dengan daerah lainnya. Di Pulau Sumatra, kereta api berperan sebagai pendukung mobilitas masyarakat serta mengangkut berbagai komoditas berharga untuk dikirim ke pelabuhan.
-
Siapa yang membuka tambang Ombilin? Melansir dari Liputan6.com, dua insinyur tambang dari Belanda bernama Jacobus Leonardus Cluysenaer dan Daniel David Veth berperan dalam membuka jalur tambang batu bara di Sawahlunto, Sumatra Barat pada tahun 1874.
Kondisi itu lantas berubah ketika Sawahlunto menjadi ladang pertambangan batu bara yang sudah dilakukan sejak zaman Belanda. Di balik kekayaan alamnya yang luar biasa, ada kisah miris di Sawahlunto ini, yakni kerja paksa para Orang Rantai.
Keberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto. Simak kisah Orang Rantai di pertambangan Sawahlunto yang dirangkum merdeka.com berikut ini.
Lakukan Penyelidikan
Terkuaknya potensi tambang batu bara di Sawahlunto ini bermula dari seorang ahli geologi Belanda bernama Willem Hendrik de Greve yang ditunjuk oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menyelidiki keberadaan batu bara di kawasan tersebut.
Dari hasil penyelidikannya, ia berhasil menemukan potensi batu bara yang juga disebut sebagai emas hitam yang tersimpan di perut bumi Sawahlunto. Pada tahun 1868, ia kembali menemukan kandungan batu bara di Sungai Ombilin.
Ketika melakukan penyelidikan, Hendrik de Greve tewas karena terseret arus air ketika menyusuri jalur alternatif air untuk mengangkut batu bara yang berhasil ditemukan pada tahun 1872.
Melalui laporan dari Hendrik de Greve, pemerintah Hindia Belanda bergegas lakukan penjelajahan lanjutan. Pada tahun 1883, barulah pembangunan infrastruktur tambang di Sawahlunto dimulai.
Memulai Aktivitas Tambang
Pada tahun 1892, produksi tambang batu bara Sawahlunto meningkat hingga mencapai 48.000 ton. Pada tahun 1923, kawasan pertambangan ini ditutup Belanda lantaran ada rembesan air dari sungai dan tingginya gas metan.
Melansir dari liputan6.com, untuk mendukung aktivitas pertambangan, pemerintah Hindia Belanda mendatangkan para narapidana untuk dipekerjakan di kawasan tambang. Mereka didatangkan menggunakan kapal dari Pelabuhan Tanjung Perak ke Pelabuhan Teluk Bayur.
Para narapidana tersebut kebanyakan masuk dalam kategori pembangkang. Beberapa di antaranya adalah tawanan politik Belanda, kriminal, hingga penjahat kelas kakap.
Orang-orang Berantai
Para narapidana itu dianggap oleh Belanda sebagai teroris dan mereka layak untuk mendapatkan hukuman seberat-beratnya. Tak sedikit orang-orang Belanda merasa takut dengan kehadiran mereka.
Di kawasan pertambangan ini, mereka dimanfaatkan tenaganya untuk membuat terowongan tambang. Tanpa belas kasih, tanpa istirahat, dan tanpa makanan. Selama bekerja, kaki mereka diikat rantai sehingga lahirlah sebutan "Orang Rantai".
Ketika sudah selesai bekerja, mereka kembali ke tahanan lalu diikat kaki dan tangannya menggunakan rantai. Seluruh pekerja bernasib serupa dan tanpa pengecualian. Tak sampai situ, mereka terkadang harus menerima siksaan dari mandornya, hingga nyawanya melayang begitu saja.
Penjara Orang Rantai pun sangatlah menyeramkan, banyak tahanan yang meninggal dunia saat melakukan sistem kerja paksa. Mirisnya lagi, dinding-dinding penjara dilapisi pecahan kaca, sehingga mereka tidak bisa istirahat dengan nyaman.