Daerah Permukiman Penduduk di Jakarta Ini Dulunya Jadi Tempat Hukuman Gantung Era Batavia, Begini Penampakannya Kini
Gambaran eksekusi saat itu sangat menyeramkan. Terhukum mati ditaruh di atas roda yang menggantung pada sebuah tiang. Di atas sana mayatnya dibiarkan mengering
Gambaran eksekusi saat itu sangat menyeramkan. Terhukum mati ditaruh di atas roda yang menggantung pada sebuah tiang. Di atas sana mayatnya dibiarkan mengering
Daerah Permukiman Penduduk di Jakarta Ini Dulunya Jadi Tempat Hukuman Gantung Era Batavia, Begini Penampakannya Kini
Tjoe Boen Tjiang, alias Si Impeh, merupakan pemuda Tionghoa yang membunuh dua orang Perempuan Tionghoa di Batavia. Setelah sempat menjadi buronan, ia pada akhirnya tertangkap.
Atas perbuatan kejamnya, ia divonis hukuman gantung di depan publik. Eksekusi matinya dilakukan di depan Balai Kota Batavia pada 30 Juni 1896 jam 7 pagi.
-
Apa jejak Inggris di Batavia? Jejak yang tersisa dari datangan Inggris di Batavia hanyalah melalui sebuah mercusuar yang terbuat dari besi tinggi. Terlihat di bagian atasanya terdapat lampu menyerupai sirine.
-
Dimana Kapal Batavia kandas? Namun, karena kesalahan navigasi atau sejumlah sumber mengatakan bahwa adanya kesengajaan, kapal ini menabrak karang di dekat pulau-pulau Houtman Abrolhos pada tanggal 4 Juni 1629.
-
Dimana penjara ditemukan? Arkeolog mengumumkan penemuan penjara dalam toko roti di reruntuhan kota kuno Pompeii di Italia.
-
Kenapa gedung Loji Batavia dijuluki gedung setan? Sejarawan Onghokham, seperti dikutip oleh Dhakidae, menceritakan bahwa masyarakat sekitar sering menyebut gedung Vrijmetselaarsloge sebagai 'gedung setan'.Penyebutan ini bukan tanpa alasan. Sebab, warga setempat sering melihat praktik ritual yang dilakukan anggota Freemasonry dengan membakar lilin dan mengenakan pakaian yang aneh.
-
Mengapa Kali Angke jadi penghias Batavia? Walau tak luput dari bencana banjir, namun Kali Angke bisa dikatakan sebagai penghias wajah ibu kota. Ini terlihat dari banyaknya flora yang tumbuh di Kali Angke seperti rengas yang biasa digunakan untuk furniture, pandan kapur, bambu tali, putat, pulai, kecapi dan waru.
-
Dimana struktur bata merah Majapahit ditemukan? Struktur bata merah diduga peninggalan era Kerajaan Majapahit ditemukan saat ekskavasi lapangan sepak bola di Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Selain tempat eksekusi yang berada di depan Balai Kota Batavia, pada era itu pemerintah Hindia Belanda punya tempat eksekusi mati yang jauh lebih menyeramkan.
Lokasinya sekitar 500 meter dari depan balai kota. Bila dilacak pada masa kini, lokasinya cukup tersembunyi, tak jauh dari Kawasan Kota Tua Jakarta.
Dalam sebuah unggahan video pada 25 Maret 2024, pemilik kanal YouTube Candrian Attahiyyat berkesempatan melacak jejak lokasi tempat eksekusi mati tersebut.
Penelusuran tempat itu dilakukan dengan menggunakan peta Batavia awal abad ke-18.
Untuk menuju ke sana, ia bersama beberapa kawan pencinta Sejarah harus berjalan melewati tempat parkir.
Perjalanan kemudian menembus permukiman padat penduduk di Kampung Muka, Jakarta Utara. Setelah itu melewati Jalan Kampung Bandan.
Berdasarkan pernyataan penduduk setempat, lokasi titik yang dulunya dipercaya sebagai tempat eksekusi gantung itu kini telah berubah menjadi bangunan sekolah.
Di pinggir Jalan Kampung Bandan, terdapat sebuah tanah yang cukup lapang. Di sana ada lapangan sepak bola mini dan tempat untuk memarkir kendaraan truk.
Mereka melewati tempat itu hingga masuk ke area permukiman penduduk. Setelah beberapa meter menelusuri permukiman itu, sampailah mereka pada tempat yang sudah ditentukan.
“Kalau berdasarkan plotting peta, ya di sinilah lokasi hukuman gantung yang seram itu. Karena orang yang digantung itu tidak langsung mati tapi didiamkan dulu di atas roda,” kata Candrian Attahiyyat.
Candrian mengatakan, gambaran eksekusi itu begitu menyeramkan. Terhukum mati ditaruh di atas roda yang menggantung pada sebuah tiang. Di sana kaki dan tangan mereka dilipat sedemikian rupa dan dijemur sampai mati.
“Yang lebih seram lagi jasadnya tidak diturunkan. Sampai kering, sampai jadi tengkorak, mereka tetap dibiarkan di sana,” kata Candrian.
Ia mengatakan, pada pertengahan abad ke-19 hukuman itu sudah dihapus, diganti dengan hukuman gantung biasa.