Dulu Salah Satu Terbesar di Indonesia, Intip Kondisi Tambang Timah Dabo Singkep Riau yang Kini Terbengkalai
Sekitar dua abad silam, geliat produksi logam ini terus meningkat hingga menjadi salah satu yang terbesar di dunia.
Dabo Singkep, merupakan pulau di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau yang menjadi saksi bisu kejayaan timah pada masa lampau. Sekitar dua abad silam, geliat produksi logam ini terus meningkat setelah kota tersebut difokuskan sebagai pusat industri timah melalui pendirian infrastruktur pertambangan.
Alat-alat berat mulai didatangkan, termasuk dibangunnya pabrik besar yang ada di tengah-tengah pusat kota. Aktivitas industri timah kemudian berlangsung meningkat sampai tahun 1980-an, hingga diakui dunia.
-
Di mana lokasi tambang timah terbesar di Asia Tenggara? Bukan di Luar Negeri, Tambang Timah Terbesar di Asia Tenggara Dulunya Ada di Belitung Siapa sangka jika tambang timah terbuka (open pit) terbesar di Asia Tenggara ternyata berada di Bangka Belitung.
-
Bagaimana PT Timah mengalami kerugian? 'Penurunan produksi, harga jual menurun itu karena di pasar dunia itu oversupply,' sambung Virsal. Virsal mencatat ada sejumlah negara yang produksinya mengalami peningkatan. Salah satu yang disebut Malaysia karena produksinya mampu bertambah sepanjang 2023 lalu.
-
Siapa yang memulai penambangan timah di Belitung? Belanda telah merintis penambangan timah di Belitung pada 1851 dan mendapat konsesi setahun setelahnya.
-
Apa penyebab kerugian PT Timah di tahun 2023? Virsal mengatakan penyebab terbesar kerugian tersebut karena harga timah di pasar global tengah mengalami penurunan. Alhasil, pendapatan yang dicatatkan PT Timah Tbk ikut turun.
-
Di mana tambang Mangan Kliripan berada? Secara ketampakan alam, Dusun Kliripan, di Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kulon Progo tak ada bedanya dengan desa-desa serupa di wilayah Kulon Progo.
-
Apa itu tenun Toba Sibandang? Tenun ulos menjadi salah satu potensi budaya dalam bentuk kerajinan ali Sibandang yang telah diajarkan secara turun temurun oleh masyarakat setempat. Kerajinan tenun tradisional Sibandang memiliki keunikan tersendiri. Prosesnya masih dilakukan secara manual dari pembuatan kainnya hingga finishing.
Sangat disayangkan, tahun-tahun setelahnya menjadi masa-masa sulit. Penyebabnya adalah harga timah yang anjlok hingga pabrik tersebut mengalami kebangkrutan. Kondisi ini membuat puluhan ribu pekerja dirumahkan dan tak mampu mencari sumber perekonomian lain.
Saat ini, jejak kejayaan timah di Dabo Singkep masih dapat dilihat dari sebuah kompleks bangunan pabrik yang dibiarkan terbengkalai. Letaknya persis di tengah kota dan menjadi ikon pariwisata sejarah di sana. Berikut kisahnya.
Eksplorasi Sudah Dilakukan Sejak Zaman Kesultanan Melayu
Eksplorasi timah mulanya sudah dilakukan sejak masa Kesultanan Melayu di abad ke-13. Di masa itu, timah belum dijadikan sebagai komoditas dan masih digunakan untuk kepentingan perkakas dan peralatan istana kesultanan.
Menurut kanal Youtube Batam TV, perkembangannya langsung terjadi dengan pesat setelah memasuki masa penjajahan Belanda. Setidaknya pengolahan untuk kebutuhan komersial sudah dimulai pada 1783 sampai pasca kemerdekaan dan berhenti di tahun 1990-an.
Setelah kemerdekaan kebutuhan timah dunia meningkat, hingga produk dari Dabo Singkep ini ikut memenuhi kebutuhan pasar dunia.
Pola Pertambangan Menggunakan Mesin Keruk
Dalam kanal Youtube Dewanto diceritakan bahwa proses penambangan dilakukan di wilayah perbukitan kawasan tersebut. Gunung Belah, jadi salah satu di antaranya karena memiliki kadar timah yang tinggi.
Proses pengambilannya menggunakan mesin keruk berbentuk bangunan, yang oleh warga sekitar dinamakan kapal keruk. Awalnya tanah yang mengandung timah diproses di mesin, melalui penyaringan dan pencucian sampai ditemukan jenis logamnya yang selanjutnya dijadikan timah.
Pencucian dilakukan di gedung bernama washray, yang saat ini jejaknya sudah hilang dimakan usia. Timah pun kemudian diolah dan didistribusikan menggunakan kapal serta perahu besar.
Jumlah Karyawan Capai 24.000 Orang
Karena posisi kapal keruk serta washray yang dibangun di banyak tempat, otomatis dibutuhkan jumlah karyawan yang tidak sedikit.
Menurut arsip, jumlah karyawannya saat mencapai hingga 24.000 orang dengan pekerjaannya yang dilakukan oleh masing-masing divisi.
Dalam arsip lawas, disebutkan jika jumlah ini 16.000 di antaranya merupakan pegawai adminstrasi dan 8.000 sisanya merupakan karyawan pertambangan lapangan dari bangsa Belanda dan indnesia.
Setelah Belanda pergi, keberadaannya mulai diakuisi oleh Pemerintahan Indionesia. Puncak kejayaannya ada di tahun 1950 an sampai 1990-an, di mana harga timah saat itu sedang tingginya.
Bekas Pabriknya Terbengkalai
Sayangnya tahun 1990 menjadi tahun terakhir kejayaan timah di Dabo Singkep. Menurut RRI, pada tahun 1980 sampai 1989 harga jualnya mencapai titik tertinggi yakni 18 ribu US dolar per ton. Lambat laun, harganya menjadi anjok bahkan tak mencapai setengah dari harga tertinggi yakni 6.100 US dolar per tonnya.
Aset-aset perusahaan mulai dijual, dan puluhan ribu karyawan dipulangkan karena perusahaan sudah tak mampu membiayai gaji serta operasional perusahaan. Padahal saat itu, pengelolaan timah sudah diambil alih oleh negara Indonesia.
Saat ini, bekas kompleks bangunan pengolahan timah masih bisa disaksikan puing-puingnya. Di lokasi juga terdapat beberapa onderdil mesin penggiling dan pencuci timah, bekas digunakan puluhan tahun silam.
Di sana juga terdapat dokumentasi dari aktivitas penambangan timah yang sebagian besar dilakukan di perbukitan Dabo Singkep. Visual ini bisa disaksikan di museum timah.