Sejarah Tambang Batu Bara di Indonesia Sejak 1846, Sempat Diwarnai Peperangan
Pemerintah kolonial Belanda yang berada di Indonesia terus melakukan eksplorasi wilayah dengan sumber cadangan batu bara yang melimpah.
Pemerintah kolonial Belanda yang berada di Indonesia terus melakukan eksplorasi wilayah dengan sumber cadangan batu bara yang melimpah.
Sejarah Tambang Batu Bara di Indonesia Sejak 1846, Sempat Diwarnai Peperangan
Sejarah Tambang Batu Bara di Indonesia
Batu bara menjadi komoditas primadona untuk menumpuk pundi-pundi kekayaan dengan cepat. Di satu sisi, batu bara disebut menjadi salah satu kontributor terjadinya polusi udara.
Dalam buku berjudul Oranje Nassau, Pengaron: Awal Batu Bara di Indonesia, karya Nugroho Nur Susanto, menjelaskan bahwa eksploitasi batu bara terjadi di tahun 1846.
Saat itu, kebutuhan batu bara di Belanda terus meningkat. Pemerintah kolonial Belanda yang berada di Indonesia terus melakukan eksplorasi wilayah dengan sumber cadangan batu bara yang melimpah.
Hingga kemudian, Geolog bernama Schwaner yang tergabung dalam tim ekspedisi Belanda melakukan ekspedisi di karesidenan Kalimantan Selatan. Di sana, dia menemukan cadangan batu bara yang amat melimpah.
Informasi itu kemudian disampaikan ke pemerintah kolonial untuk diteruskan kepada Ratu Belanda.
Mendengar informasi itu, Ratu Belanda menggelontorkan uang sekitar f50.000 (50.000 gulden) per tahun untuk melakukan penambangan di Kalimantan Selatan.
Situs pertama penambangan batu bara di Indonesia hingga saat ini masih tersisa di Balar Banjarmasin, Kalimantan Selatan.Situs tersebut bernama Oranje Nassau yang berada di wilayah Kesultanan Banjarmasin.
Dalam catatan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), pada tahun 1849, Gubernur Jenderal JJ Rochussean meresmikan lokasi tambang tersebut untuk dieksplorasi.
Namun, peresmian lokasi tambang batu bara itu sempat diwarnai peperangan. Pemerintah Belanda memaksa karesidenan Banjarmasin memberikan konsesi tambang dan wilayah yang masih berada di kekuasaan karesidenan.
Hingga akhirnya pada 30 April 1856, Sultan Adam dari karesidenan Banjarmasin memberikan izin konsesi tambang kepada pemerintah kolonial, di beberapa wilayah antara lain tambang Oranje Nassau di Pengaron (Riam Kiwa) pada tahun 1849, kemudian tambang Julia Hermina di Banyu Irang, dan Kalangan pada tahun 1853.
Daerah-daerah tempat tambang batu bara tersebut merupakan tanah lungguh yang diberikan oleh sultan kepada mangkubumi. Dari pemberian konsesi tersebut, pejabat karesidenan mendapatkan 49 gulden untuk setiap ton batubara.
Pemberian konsesi itulah yang menjadi tonggak adanya eksploitasi batu bara di Indonesia. Komoditas yang menjadi incaran pebisnis untuk menambah kekayaan.