Menilik Sejarah Stasiun Tanjungkarang Lampung, Jejak Peninggalan Pemerintah Hindia Belanda sejak Tahun 1914
Para pekerja harus membabat hutan-hutan dan meratakan tanah untuk bantalan rel kereta.
Para pekerja harus membabat hutan-hutan dan meratakan tanah untuk bantalan rel kereta.
Menilik Sejarah Stasiun Tanjungkarang Lampung, Jejak Peninggalan Pemerintah Hindia Belanda sejak Tahun 1914
Pulau Sumatra sejak era kolonial Belanda telah memiliki berbagai fasilitas transportasi dari satu tempat ke tempat lainnya.
Salah satu fasilitas transportasi yang masih bisa dirasakan sampai sekarang adalah jalur kereta api.
-
Di mana lokasi Stasiun Tanjung Priok yang dibangun pada tahun 1910? Pada awal 1900-an, pemerintah sudah menyiapkan lokasi untuk stasiun Tanjung Priok baru. Titiknya tak jauh dari lokasi lama, alias hanya bergeser di dekat gudang barang.
-
Apa peninggalan Belanda di Tapanuli Selatan? Salah satu jejak peninggalan kolonial Belanda ada di Tapanuli Selatan berupa kolam renang.
-
Kapan Stasiun Tanjung Priok pertama kali dibangun? Mengutip buku Informasi Perkereta Apian 2014 oleh Departemen Perhubungan (Dephub), stasiun ini awalnya untuk menunjang perekonomian Batavia abad ke-19.
-
Kenapa Belanda membangun jalur kereta di Sumatra Barat? Sumatra Barat menjadi salah satu lokasi yang dipilih Belanda untuk dibangun jalur kereta di sana. Pasalnya, di daerah tersebut ditemuan sebuah pertambangan batu bara tepatnya di Sawahlunto tahun 1868.
-
Kapan Stasiun Sawahlunto dibangun? Melansir dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, museum ini merupakan bangunan stasiun kereta api Sawahlunto yang sudah dibangun sejak tahun 1912.
-
Apa fungsi utama Stasiun Tanjung Priok saat pertama kali dibangun? Jika ditarik ke belakang, peran penting stasiun kuno ini adalah untuk mengintegrasikan antara Pelabuhan Tanjung Priok dengan moda transportasi kereta.
Kota Bandar Lampung memiliki stasiun yang terkoneksi dengan Kota Palembang, Sumatra Selatan, yang bernama Stasiun Tanjungkarang. Stasiun ini kini dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional IV Tanjungkarang.
Fasilitas transportasi darat ini memiliki perjalanan sejarah yang begitu panjang. Lantas, seperti apa sejarah dari Stasiun Tanjungkarang di Provinsi Lampung?
Simak informasinya yang dihimpun merdeka.com dari berbagai sumber berikut ini.
Berdiri Sejak 1914
Belanda memulai proyek pembangunan rel kereta api pertama di Lampung yang dimulai dari Stasiun Panjang menuju Stasiun Tanjungkarang.
Jalur ini kemudian diresmikan pada 3 Agustus 1914 oleh Staatsspoorwegen op Zuid-Sumatra (ZSS), divisi dari Staatsspoorwegen (SS).
Beroperasinya stasiun ini membuat ZSS berhasil menyambung akses transportasi dari Palembang-Bandar Lampung dengan jarak hampir 500 kilometer.
Kesuksesan yang diraih SS ini rupanya menjadi inspirasi dan motivasi agar mereka bisa membangun lebih banyak lagi jalur kereta api untuk menghubungkan seluruh wilayah di Sumatra. Namun, wacana tersebut pupus setelah terjadi Depresi Zaman pada akhir tahun 1920-an.
Gaya Arsitektur Budaya Lampung
Bentuk dari bangunan stasiun ini masih menganut aliran modern dan Art Deco yang sudah ada sejak periode akhir Pemerintahan Hindia-Belanda. Di balik itu, gaya arsitektur stasiun tersebut masih menganut dan bertemakan kebudayaan Lampung.
Dikutip dari berbagai sumber, terdapat bagian bangunan stasiun yang terlihat corak ornamen Siger. Pada dindingnya, terdapat ornamen-ornamen kain tapis. Keduanya merupakan unsur kebudayaan penting dari Lampung yang tersemat di pakaian adat wanita serta simbol kemuliaan.
Ciri khas dari stasiun ini adalah memiliki lagu daerah Cangget Agung yang sering diputarkan setiap kali ada kedatangan dan keberangkatan KA penumpang.
Memakan korban Jiwa
Dikutip dari irps.or.id, pembangunan rel kereta api antara Palembang dan Tanjungkarang pada tahun 1911 ini menjadi bagian dari kerja paksa yang diterapkan oleh pemerintah kolonial.
Para pekerja harus membabat hutan-hutan dan meratakan tanah untuk bantalan rel kereta. Tragisnya, dalam proses pembangunan rel tersebut telah memakan korban jiwa. Mereka tidak bisa melawan dan bekerja di bawah tekanan dari kolonial.
Tenaga manusia ini dipaksa untuk memasang rel dan juga bantalannya yang berbahan kayu dengan panjang kurang lebih 411 km.
Angkutan Hasil Bumi
Pembangunan rel kereta di Pulau Sumatra ini awalnya bertujuan untuk mengangkut berbagai macam hasil bumi dan bisa memangkas waktu lebih banyak. Berbeda di Pulau Jawa, rel-rel kereta dibangun di dekat pemukiman warga karena memang ditujukan untuk mengangkut penumpang.
Jalur Tanjungkarang-Palembang ini dulunya digunakan Belanda untuk mengangkut hasil bumi, hasil hutan, dan perkebunan dari tanah jajahannya.