Sisi Lain Pangeran Trunojoyo, Anak Bangsawan yang Menentang Kekuasaan Mataram dan Belanda tapi Berujung Mati Muda
Bngsawan yang lahir di Madura ini adalah pembela rakyat kecil.
Ia adalah pembela rakyat kecil
Sisi Lain Pangeran Trunojoyo, Anak Bangsawan yang Menentang Kekuasaan Mataram dan Belanda tapi Berujung Mati Muda
Pangeran Trunojoyo adalah bangsawan asal Bangkalan yang terkenal karena melawan kekuasaan Mataram dan Belanda. Ia melawan Mataram karena rajanya tidak adil serta berpihak kepada kaum penjajah.
-
Mengapa Pangeran Diponegoro melawan Belanda? Perang Diponegoro (1825-1830) adalah konflik antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda yang dipicu oleh pemasangan patok-patok di lahan milik Diponegoro dan eksploitasi terhadap rakyat dengan pajak tinggi.
-
Dimana Pangeran Diponegoro meninggal? Pangeran Diponegoro wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.
-
Kapan Pangeran Diponegoro meninggal dunia? Pangeran Diponegoro wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.
-
Mengapa Sultan Agung menyerang Tuban? Adapun penyerangan kepada Tuban dilatarbelakangi oleh kemurkaan Sultan Agung pada pemimpin Tuban yang berniat melepaskan diri dari bayang-bayang Mataram Islam.
-
Kenapa Patih Sidopekso membunuh Sri Tanjung? Amarah besar Patih Sidopekso mengantarkannya membawa Sri Tanjung ke sungai keruh di wilayah tersebut. Di sinilah ia membunuh sang istri karena dianggap tidak mengakui perbuatan sebagaimana yang dituduhkan sang raja.
-
Kenapa Teuku Nyak Arif berjuang melawan Belanda? Gemar membaca buku tentang politik dan pemerintahan, membuat jiwanya tergoyah untuk ikut perjuangan melawan penjajah.
Masa Kecil
Trunojoyo merupakan keturunan bangsawan yang lahir di Madura pada tahun 1949.
Sejak kecil, Trunojoyo dibesarkan di Kerajaan Mataram. Ia akhirnya pindah ke Kajoran karena kesal dengan Amangkurat. Di Kajoran, Trunojoyo berteman dengan putera Amangkurat yakni Raden Mas Rahmat.
Kelak, Trunojoyo dan Raden Mas Rahmat kompak melakukan makar terhadap Amangkurat I. Trunojoyo melakukan makar karena ketidakadilan pada ayahnya serta ketidakpuasan rakyat Madura pada kepemimpinan pamannya, Cakraningrat II.
Sementara itu, Raden Mas Rahmat kesal karena insiden Rara Oyi, perempuan yang ia cintai dan juga jadi incaran sang ayah. Raden Mas Rahman dan sang ayah memperebutkan perempuan yang sama.
Perlawanan
Sebagai pemimpin barisan pejuang, Trunojoyo kerap memberikan semangat terhadap masyarakat.
"Lihatlah, di mana-mana rakyat kelaparan, di mana kita berada, di situ kita dapatkan kekacauan, hampir tidak ada orang yang merasa aman. Bukan saja padinya, jagungnya, ataupun kerbau dan sapinya yang dapat dirampas
setiap waktu. Melainkan nyawanya pun tidak terjamin keselamatannya, istri dan anak-anak gadis dapat dengan mudahnya dijadikan permainan
orang-orang yang mempunyai kekuasaan," tegas Trunojoyo, dikutip dari situs Digilib UIN Sunan Kalijaga.
membayar upeti kepada Mataram. Upeti yang seharusnya diserahkan kepada Mataram akhirnya digunakan untuk membangun daerahnya masing-masing, dengan demikian penderitaan rakyat kecil
sedikit demi sedikit berkurang.
Gerakan politik Pangeran
Trunojoyo membuahkan perang Trunojoyo yang terjadi selama lima tahun (1674-1679). Perang ini membuat Trunojo dan pasukannya mampu menduduki Keraton Plered, simbol kekuatan kerajaan terkuat di tanah Jawa. Pangeran Trunojoyo
Mati Muda
Trunojo mati dalam usia masih terbilang muda yakni 31 tahun. Ia ditikam Amangkurat saat kunjungan seremonial ke kediaman bangsawan di Payak, Jawa Timur, pada 2 Januari 1680.
Apresiasi
Perjuangan Trunojo sangat gigih dan panjang, sehingga mampu menaklukkan Kerajaan Mataram yang pada masa
itu dipimpin oleh Amangkurat I. Nama Trunojoyo pun
diabadikan sebagai nama jalan di berbagai daerah di Indonesia, nama
lembaga, serta nama universitas.
Markas besar Kepolisian Negara Republik
Indonesia pun terletak di Jalan Tronojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.