Memahami Presidential Threshold dan Penghapusan Aturan Pencalonan Presiden oleh MK
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus ketentuan presidential threshold yang menentukan syarat minimum untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan putusan yang mengubah dinamika politik di Indonesia dengan menghapus ketentuan presidential threshold. Ketentuan ini merupakan syarat minimum yang harus dipenuhi oleh partai politik dalam hal perolehan kursi DPR atau suara sah nasional untuk bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Dengan langkah ini, MK berupaya untuk memperkuat demokrasi dengan memberikan peluang yang lebih adil kepada semua partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu. Sebelumnya, ketentuan presidential threshold diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam ketentuan tersebut, hanya partai atau gabungan partai yang berhasil memperoleh setidaknya 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional yang dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Namun, MK menilai bahwa ketentuan ini bertentangan dengan prinsip kesetaraan politik yang dijamin oleh konstitusi.
Keputusan MK ini mendapatkan beragam tanggapan dari masyarakat serta para pengamat politik. Sebagian dari mereka menganggap langkah ini sebagai langkah maju dalam demokrasi Indonesia, sementara yang lain merasa khawatir akan meningkatnya potensi polarisasi politik.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan presidential threshold, dan bagaimana perjalanan aturan ini hingga akhirnya dihapus oleh MK? Simak penjelasannya yang telah dirangkum Merdeka.com dari berbagai sumber, Jumat (3/1).
Apa Itu Presidential Threshold?
Ambang batas pencalonan presiden, atau yang dikenal sebagai presidential threshold, merupakan ketentuan yang menetapkan syarat minimum bagi partai politik atau koalisi partai politik untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Aturan ini mulai diberlakukan pada Pemilihan Presiden tahun 2004 dan mengalami perubahan persyaratan dari waktu ke waktu. Pada Pilpres 2019 dan 2024, ketentuan yang berlaku adalah partai politik harus memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen dari total suara sah secara nasional.
Dalam konteks hukum, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik yang ikut serta dalam pemilu tanpa adanya syarat minimum mengenai jumlah suara atau kursi yang harus diperoleh.
Alasan MK Menghapus Presidential Threshold
Majelis Kehormatan (MK) mengambil keputusan untuk mencabut aturan tersebut dengan mempertimbangkan prinsip kesetaraan politik serta hak setiap individu untuk terlibat dalam pemerintahan.
Dalam penilaiannya, MK berpendapat bahwa aturan ini tidak mampu menyederhanakan jumlah partai politik yang ada dan justru memberikan keuntungan lebih kepada partai-partai besar, hal ini jelas bertentangan dengan asas demokrasi.
Perjalanan Aturan Presidential Threshold
Penerapan presidential threshold dimulai pada Pemilihan Presiden 2004, di mana ditetapkan ambang batas sebesar 15 persen dari jumlah kursi di DPR atau 20 persen dari total suara sah secara nasional.
Selanjutnya, pada Pemilihan Presiden 2009, ambang batas tersebut mengalami peningkatan menjadi 25 persen dari kursi DPR atau tetap 20 persen dari suara sah nasional.
Syarat ambang batas ini mengalami perubahan lagi pada Pemilihan Presiden 2014, 2019, dan yang akan datang pada 2024. Meski demikian, aturan ini sering kali digugat di MK hingga akhirnya dihapus pada 2025.
Implikasi Penghapusan Presidential Threshold
Diperkirakan bahwa penghapusan presidential threshold akan meningkatkan tingkat persaingan dalam pemilu dan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi partai-partai kecil untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden.
Meskipun demikian, tindakan ini juga memunculkan kekhawatiran terkait kemungkinan meningkatnya polarisasi dalam politik.
Reaksi dan Prospek Pemilu Mendatang
Keputusan ini mendapatkan berbagai reaksi dari masyarakat dan pengamat politik. Sebagian orang melihatnya sebagai kemajuan bagi demokrasi, sedangkan yang lain merasa cemas dengan implikasinya.
Dalam pemilihan umum yang akan datang, diperkirakan akan muncul lebih banyak pasangan calon yang akan bersaing. Hal ini tidak hanya memberikan lebih banyak pilihan kepada masyarakat, tetapi juga menambah kompleksitas dalam persaingan yang ada.
1. Apa itu presidential threshold?
Presidential threshold merujuk pada batasan minimum yang harus dipenuhi oleh partai politik dalam hal jumlah kursi DPR atau suara sah nasional untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
2. Mengapa MK menghapus presidential threshold?
Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat bahwa peraturan ini tidak sejalan dengan prinsip kesetaraan politik serta hak individu untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.
3. Apa dampak penghapusan presidential threshold terhadap pemilu?
Pemilihan umum diperkirakan akan berlangsung dengan lebih banyak pasangan calon yang bersaing, sehingga menciptakan suasana yang lebih kompetitif. Namun, hal ini juga berpotensi meningkatkan polarisasi di kalangan masyarakat terkait dengan pandangan politik yang berbeda.
4. Kapan presidential threshold pertama kali diterapkan?
Ketentuan ini pertama kali diterapkan pada Pemilihan Presiden tahun 2004 dengan syarat ambang batas yang berbeda.
5. Apakah semua partai kini bisa mencalonkan presiden?
Dengan dihilangkannya regulasi ini, setiap partai politik yang mengikuti pemilu kini memiliki peluang yang setara untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.