Tinggalkan Hidup Enak di Istana, Ini Sosok Mbah Demang Keturunan Raja Bangkalan yang Memilih Jadi Warga Biasa
Dalam pengasingannya, ia berusaha menyembunyikan jati dirinya sebagai bangsawan.
Dalam pengasingannya, ia berusaha menyembunyikan jati dirinya sebagai bangsawan.
Sebelum menjadi kabupaten, Bangkalan dulunya berbentuk kerajaan yang dipimpin seorang sultan. Kehidupan bangsawan kerajaan tentu saja jauh lebih enak dibanding kaum pribumi biasa saat itu. Meski demikian, kehidupan nyaman tak menjamin seluruh anggota kerajaan betah tinggal di dalamnya.
Pangeran Cokrokusumo, putra ke-25 Sultan Bangkalan II meninggalkan kehidupan serba enak di kerajaan. Ia memilih hidup sangat sederhana berbaur dengan masyarakat biasa.
Pada zaman itu sering terjadi pertikaian dan peperangan antar kelompok atau kerajaan akibat taktik adu domba yang dilakukan pemerintah Belanda.
Mengutip situs rodovid.org, Pangeran Cokrokusumo beranggapan bahwa memenuhi permintaan Pemerintah Hindia Belanda sama dengan menciptakan penderitaan bagi sanak keluarganya.
Di sisi lain, Pangeran Cokrokusumo sadar cepat atau lambat ia akan menerima giliran memimpin barisan Madura untuk melawan sesama bangsa pribumi.
Menolak tugas sama saja melawan pemerintah Hindia Belanda. Hal itu tentu saja akan berakibat buruk baginya.
Atas dasar itulah, akhirnya Pangeran Cokrokusumo memutuskan meninggalkan Bangkalan membawa istri, anak-anak dan kerabat dekatnya.
Selain menghindari tugas dari Pemerintah Hindia Belanda, Pangeran Cokrokusumo juga bercita-cita agar kelak, anak-anak dan keturunannya hidup damai dan sejahtera.
Pada tahun 1845, rombongan Pangeran Cokrokusumo berangkat dari istana Kesultanan Bangkalan dengan menyeberangi selat Madura dan mendarat di pantai Gresik.
Selanjutnya, mereka melanjutkan perjalanan menuju sebuah perguruan (pesantren) Dosermo melalui Surabaya dan Wonokromo.
Selama perjalanan, rombongan Pangeran Cokrokusumo berusaha menyembunyikan jati diri sebagai bangsawan. Mereka mengubah nama dan identitas lainnya. Pangeran Cokrokusumo mengubah namanya menjadi Kyai Mendhung.
Mengutip situs p2k.stekom.ac.id, Pangeran Cokrokusumo atau Mbah Mendhung meninggal pada tahun 1843. Jasadnya dimakamkan di Dusun Kaliboto, Desa Jatialun-alun, Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo.
Masyarakat setempat menyebut makam tersebut dengan sebutan makam Mbah Demang. Hingga kini, makam tersebut dikeramatkan dan dirawat oleh penduduk desa karena sosok Mbah Demang dianggap sesepuh desa.
Saat ini banyak rakyat atau keluarga miskin yang membutuhkan bantuan akibat kenaikan harga bahan-bahan pokok.
Baca SelengkapnyaBupati Ipuk dalam upacara tersebut mengenakan busana adat suku Bugis.
Baca SelengkapnyaKeluarga ini tinggal di sebuah gubuk di pinggir kali yang rawan banjir dan longsor, beratap terpal dan beralas kardus.
Baca SelengkapnyaSosok pengusaha sukses ini dulunya sempat hidup serba susah, pernah bekerja sebagai kernet angkot sampai sang ibunda dihina oleh tetangganya sendiri.
Baca SelengkapnyaDi tengah sidang, Airlangga minta izin untuk klarifikasi beberapa pemberitaan yang sedang ramai terkait Golkar dan bansos
Baca SelengkapnyaIa merupakan tokoh penting dalam sejarah Kota Surabaya.
Baca SelengkapnyaSholawat ini dipimpin oleh Gus Ali Gondrong di Lapangan Desa Purwodadi
Baca SelengkapnyaPanglima Perang dari Riau ini terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Sumatera Barat di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol.
Baca SelengkapnyaKapan tanggal 10 Rajab 2024? Ketahui keistimewaan dan amalan yang bisa dilakukan.
Baca Selengkapnya