Kisah di Balik Kabupaten Situbondo yang Kini Berusia 206 Tahun, Ada Pangeran Ditolak Orang Tua Pujaan Hatinya
Kabupaten Situbondo resmi berusia 206 tahun. Sejarah kabupaten ini lekat dengan kisah penolakan cinta.
Konon, nama Kabupaten Situbondo berasal dan narna Pangeran Situbondo atau Pangeran Aryo Gajah Situbondo. Menurut masyarakat Situbondo, sosok Pangeran Situbondo tidak pernah tampak keberadaannya di wilayah setempat. Hal ini dimungkinkan karena sosoknya telah wafat akibat kalah dalam pertarungan melawan Joko Rumput.
Meski demikian, 'odheng' (ikat kepala) Pangeran Situbondo ditemukan di wilayah Kelurahan Patokan yang sekarang jadi Ibu Kota Kabupaten Situbondo.
Sedangkan menurut pemeo yang berkembang di masyarakat, kata Situbondo berasal dan kata Siti yang artinya tanah dan Bondo yang berarti ikat. Hal ini dikaitkan dengan keyakinan bahwa orang pendatang akan diikat untuk menetap di tanah Situbondo. Mengutip laman Pemkab Situbondo, keyakinan ini mendekati kebenaran karena banyak pendatang yang akhirnya menetap di Kabupaten Situbondo.
Sang Pangeran
Pangeran Aryo Gajah Situbondo dikisahkan sebagai seorang kesatria hebat. Ia juga memiliki pengetahuan yang luas karena sejak dini diajarkan berbagai ilmu pengetahuan oleh ayah dan pamannya. Selain berpengetahuan luas, ia juga memiliki sifat bijak, jujur, dan pemberani.
Suatu hari ketika ia sudah dewasa, layaknya manusia umumnya, Pangeran Situbondo tertarik kepada seorang perempuan, yaitu Dewi Purbawati, putri Adipati Suroboyo.
Mengutip laman Cagar Budaya Jatim, Dewi Purbawati terkenal cantik dan disukai banyak pria. Pangeran Situbondo pun ingin meminangnya.
Pangeran Situbondo merantau ke Surabaya untuk menyampaikan niatnya mempersunting sang pujaan hati. Sesampainya di Surabaya, ia langsung melamar gadis incarannya. Sayang seribu sayang, Adipati Suroboyo tidak menyukai Pangeran Situbondo. Meski demikian, Adipati Suroboyo tidak langsung menolak Pangeran Situbondo.
Sang adipati bersiasat agar Pangeran Situbondo tidak jadi melamar putrinya dengan cara memberi syarat yang sangat sulit untuk dilakukan. Adipati Suroboyo meminta Pangeran Situbondo membabat hutan di sebelah timur Surabaya. Jika ia berhasil menyelesaikan syarat tersebut dengan sempurna, barulah Adipati Suroboyo mempersilakan sang pangeran menikahi putrinya.
Kesatria
Pada suatu hari saat Pangeran Situbondo tengah menjalankan tantangan membabat hutan, Adipati Suroboyo kedatangan keponakannya yang bernama Joko Taruno. Sama seperti Pangeran Situbondo, kedatangannya juga bertujuan untuk meminang Dewi Purbawati.
Terdorong keinginannya mempersunting sang putri, berangkatlah Joko Taruno ke hutan untuk menantang Pangeran Situbondo. Sayangnya Joko Taruno kalah dalam pertarungan, beruntung ia tak sampai terbunuh. Dendam pada Pangeran Situbondo, Joko Taruno pun membuat sayembara untuk mengalahkan musuhnya itu.
Sayembara tersebut didengar Joko Jumput putra Mbok Rondo Prabankenco. Ia pun pergi menantang Pangeran Situbondo dan mengaku memenangkan pertarungan tersebut.
Sedangkan Pangeran Situbondo dikisahkan tertendang jauh ke arah Timur hingga sampai di daerah Kabupaten Situbondo ditandai dengan ditemukannya sebuah 'odheng' (ikat kepala) miliknya.
Saat kembali ke Surabaya, Adipati Suroboyo meminta Pangeran Situbondo dan Joko Jumput bertarung di hadapannya. Saat itu, pemenangnya ialah Pangeran Situbondo. Sementara Joko Jumput yang mengaku menang saat melawan Pangeran Situbondo di hutan kemudian tertimpa kutukan menjadi patung "Joko Dolog" karena berbohong.
Lebih dari Dua Abad
Hari Jadi Kabupaten Situbondo (Harjakasi) ke-206 jatuh pada 15 Agustus 2024. Pada momentum tersebut, Bupati Situbondo Karna Suswandi bersama Wakil Bupati Nyai Khoirani berbagi kebahagiaan dengan puluhan anak yatim dan piatu di wilayah setempat.
Menurut Bupati Situbondo Karna Suswandi, santunan kepada anak yatim dan piatu perlu dilakukan hingga menjadi kebiasaan untuk mewujudkan kesalehan sosial, dan mengajak masyarakat yang mampu untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan.
"Kegiatan seperti ini perlu dilakukan untuk mewujudkan kesalehan sosial agar peduli terhadap mereka yang membutuhkan uluran tangan," terang Bung Karna, dikutip dari ANTARA, Kamis (15/8/2024).
Puluhan anak yatim dan piatu ini berasal dari berbagai yayasan yatim piatu, yakni: Yayasan Nurur Rofi' sebanyak tujuh anak, Yayasan Lentera 38 anak, Yayasan Al Furqon sebanyak 40 anak, Yayasan Mardirini sebanyak dua anak dan Yayasan Tunas melati sebanyak tiga orang anak.