Mencolok di Tengah Kota, Begini Kisah Menara Air Belanda di Pandeglang Peninggalan Tahun 1848
Walau sering direnovasi, namun bentuknya masih dibiarkan sesuai aslinya
Walau sering direnovasi, namun bentuknya masih dibiarkan sesuai aslinya
Mencolok di Tengah Kota, Begini Kisah Menara Air Belanda di Pandeglang Peninggalan Tahun 1848
Keberadaan sebuah menara air begitu mencolok di tengah Kabupaten Pandeglang, Banten.
Bentuknya lumayan usang, karena sudah ada sejak 1848. Pemerintah setempat masih melakukan perawatan sebagai salah satu daya tarik peninggalan era penjajahan.
-
Dimana lokasi menara air Waterleiding? Tinggi menjulang dengan bentuk segi delapan menjadi ciri dari menara air raksasa Waterleiding di Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Jawa Tengah.
-
Dimana menara abad pertengahan itu berada? Reruntuhan menara tersebut ditemukan pada fragmen tembok pertahanan kota yang masih ada, di sebuah rumah susun di Ulica Jezuicka.
-
Siapa yang membangun menara air Waterleiding? Watertoren atau menara setinggi 30 meter ini dahulu dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1931 silam.
-
Kenapa Belanda membangun benteng di Gunung Palasari? Tidak diketahui secara persis mengapa Belanda membangun benteng di sana. Namun menurut penuturan warga setempat, bangunan ini salah satunya digunakan untuk memantau wilayah kota sebagai bentuk antisipasi perlawanan.
-
Dimana letak kolam renang peninggalan Belanda? Kolam Bekas Belanda ini berada di Desa Marancar Godang, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan.
-
Apa fungsi Menara air Prujakan dulu? Dulunya, menara air Prujakan pernah berjasa bagi pemenuhan kebutuhan air bersih warga di Kota Cirebon.
Memiliki tinggi hingga 11 meter, menara air ini berdiri persis di simpang Jalan Masjid Agung Kebon Cau, Kelurahan Pandeglang, Kecamatan Pandeglang.
Bagi yang melintas dari arah Kampung Salabentar maupun Jalan Bhayangkara, keberadaannya dapat dikenali dengan jelas karena bentuknya yang berbeda dari bangunan sekitar dan merupakan ciri khas peninggalan kolonial di masa lampau.
Keunikan konstruksi bangunan membuat siapapun yang melintas tertarik untuk berhenti sejenak demi berswafoto atau memotret keberadaannya.
Gambar: Youtube Mang Dhepi Channel
Dikenal dengan Nama Water Toren Pandeglang
Bagi warga setempat, menara air ini jadi bangunan yang akrab dan menjadi identitas di wilayah Kebon Cau.
Di sekelilingnya terdapat pagar pembatas dengan jalan raya berwarna putih yang sekaligus menjadi penghiasnya.
Mengutip Youtube sejarah dan budaya di Banten, Mang Dhepi Channel, warga Pandeglang biasa menyebut menara air ini sebagai Water Toren Pandeglang. Toren sendiri dalam bahasa Indonesia adalah tempat penampungan air berukuran besar.
Bentuknya Khas Kolonial Belanda
Sisi menarik bangunan ini bukan hanya posisinya yang dibangun di tengah jalan, namun desainnya juga khas peninggalan kolonial Belanda.
Di bagian bawah sampai tengah bangunan, strukturnya disusun melalui tumpukan batu sungai berwarna hitam yang berbentuk bulat. Lalu sela-selanya diberi perekat lapisan semen dan kapur dari zaman tersebut.
Pada sisi atas, sudah diplester menggunakan semen sehingga bentuknya menyerupai tembok yang dicat putih.
Bentuk yang unik lainnya ada pada pintunya yang dibuat dengan bentuk setengah kubah, dan memakai pintu kayu khas zaman dulu. Walau sudah berusia 176 tahun, bangunan menara air ini masih kokoh dan jadi daya tarik di Kabupaten Pandeglang.
Terdapat Kursi Taman
Walau bukan sebagai tempat wisata utama, namun spot ini selalu didatangi oleh warga yang kebetulan melintas di kawasan tersebut.
Tak sedikit di antara mereka yang datang untuk mengagumi keindahan bangunan lawas itu.
Banyak di antara pengunjung juga yang melakukan swafoto di sana, dengan latar menara air Belanda sebagai background objek.
Di sana juga disediakan beberapa bangku putih yang berada di halaman menara air, dan bisa digunakan oleh pengunjung untuk melihat bangunan penampungan air zaman Belanda itu.
Kisah di Balik Menara Air Belanda di Pandeglang
Jika melihat tulisan di salah satu sudut bangunan itu, tertulis peran menara ini sebagai pemasok utama sumber air bagi lingkungan sekitar di masa silam.
Kala itu di abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda tengah menggencarkan pembangunan tata kota di wilayah yang mereka kuasai, termasuk Pandeglang. Agar permukiman di sana betah ditinggali, maka dibangunlah sumber penyalur air bagi warga kota.
Saat itu, menara ini berfungsi untuk menyalurkan air melalui pipa-pipa yang ditanam ke rumah-rumah warga. Kemudian, air juga dialirkan ke kantor-kantor pemerintahan Belanda karena sumber utama air di sana cukup jauh.
Adapun sumber air di dalam toren air ini dialirkan dari kawasan Ciwasiat yang tak jauh dari kawasan tersebut. Selain itu, toren air ini juga membantu menyediakan air untuk kebutuhan industri kopra sebagai komoditas utama saat itu di wilayah Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
Sementara itu disampaikan Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pariwisata Kabupaten Pandeglang, Yana Heryana, keberadaan menara air ini telah dilindungi lewat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang benda cagar budaya.
Meski sudah dilakukan beberapa kali pemugaran, namun Pemerintah Kabupaten Pandeglang menginginkan agar bentuk asli bangunan tersebut dipertahankan.
Untuk mendistribusikan air, digunakan mesin pompa asal Jerman kala itu. Ini karena hanya Jerman yang memiliki teknologi mesin pendorong air yang mutakhir dan mampu mengalirkan air sampai kabupaten tetangga yakni Lebak.