Berbeda dari Bangsawan Lain, Begini Kisah Keluarga Suropati Menolak Tunduk pada Kolonial Belanda
Suropati jadi incaran pihak kolonial Belanda setelah terbunuhnya seorang opsir VOC
Suropati jadi incaran pihak kolonial Belanda setelah terbunuhnya seorang opsir VOC
Berbeda dari Bangsawan Lain, Begini Kisah Keluarga Suropati Menolak Tunduk pada Kolonial Belanda
Pada tahun 1686, seorang opsir VOC (organisasi dagang Belanda) bernama Kapten Francois Tack mati di tangan Suropati. Sejak peristiwa itu, Suropati jadi musuh sekaligus buronan yang paling dicari VOC di Pulau Jawa.Menghindari kejaran VOC, Suropati mengungsi ke Pasuruan. Di sana, ia mendirikan keraton dan menjadi penguasa independen dengan gelar Tumenggung Wironegoro.
Sejak awal, Suropati tegas menyatakan sikapnya menentang kolonialisme Belanda. Sikap ini lalu diteruskan oleh para keturunannya.
Keturunan Suropati
Mengutip Instagram @jurulamadjang, Suropati meninggal akibat serangan gabungan koalisi
VOC pada tahun 1705 di Bangil, Pasuruan.
Kematian Suropati membuat keturunan dan para pengikutnya yang jumlahnya sangat banyak terus-menerus melakukan perlawanan terhadap VOC, khusunya di wilayah Malang, Lumajang, Winongan, Ngantang, dan Porong.
-
Mengapa Belanda dendam pada keluarga Suropati? Terbunuhnya Kapten François Tack, seorang perwira VOC di Kartasura oleh Untung Suropati membuat kolonial Belanda meradang. Pihak kolonial pun menaruh dendam kesumat pada Suropati dan keturunannya.
-
Apa yang dilakukan Belanda untuk menumpas keluarga Suropati? Mengutip Instagram @jurulamadjang, kolonial Belanda menggunakan gagasan Tumpes Kelor, yakni menumpas seluruhnya sampai ke akar-akar. Pihak kolonial bermaksud menghukum mati seluruh anggota keluarga Suropati.
-
Di mana keluarga Soeparwi tinggal di Belanda? Di sana mereka menempati sebuah rumah dua lantai yang cukup besar.
-
Dimana keluarga Suropati ditangkap? Pada tahun 1770, prajurit Sultan dan Kompeni berhasil menangkap 21 orang keluarga Kartanagara. Mereka merupakan kelompok terakhir yang berhasil diketahui dan ditangkap.
-
Bagaimana Soeratin menentang Belanda? Soeratin dan rekan-rekannya ingin mengimplementasikan amanat Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda).
-
Mengapa Suku Basemah melawan penjajah Belanda? Selain itu, Suku Basemah dan sekitarnya juga sempat melawan penjajah Belanda yang berlangsung selama puluhan tahun.
Berbeda dari keluarga aristokrat Jawa lainnya, Suropati dan para keturunannya dikenal sebagai tokoh yang sangat konsisten.
Selama hidupnya, keluarga dan para keturunan Suropati menolak tunduk kepada VOC Belanda dan
terus melakukan perlawanan kepada pihak kolonial tersebut.
Sikap enggan kompromi yang dipegang teguh keluarga Suropati membuat pihak kolonial Belanda melakukan kampanye militer ke ujung Jawa Timur tepatnya di wilayah basis keturunan Suropati pada tahun 1767-1768.
Sejumlah tokoh penting yang memiliki hubungan dengan Suropati yakni Tumenggung
Kartanagara (Adipati Lumajang/anak Suropati), Tumenggung
Mlayakusuma (Adipati Malang/anak Kartanagara), Natayuda
(Porong), dan Tirtakusuma (Winongan).
Lobi-lobi VOC
Sebelum melakukan ekspedisi militer ke Lumajang, pihak Belanda melakukan kontak diplomatik/kompromi yang ditengahi Adipati Banger (Probolinggo) Tumenggung Puspakusuma.
Adipati Banger diminta untuk menasehati Adipati Lumajang dengan cara berkirim surat agar bersedia menunjukan sikap lebih bersahabat dan tunduk pada pimpinan VOC saat itu, Kapten Casper Lodwijk. Jika hal tersebut dilakukan, VOC berjanji akan melupakan masa lalu dan memaafkan perbuatan yang dilakukan oleh moyangnya (Suropati).
Lebih lanjut, surat tersebut menegaskan jika Kartanagara dan saudara-saudaranya tidak mau datang ke Pasuruan untuk menunjukkan sikap tunduk pada VOC, maka Lumajang akan diserang.
“Aku telah memahami isi suratmu dan memahami isinya di manaengkau menasehatiku untuk tunduk pada kompeni, jawabanku
adalah aku tidak bisa melakukannya karena Gusti Allah tidak menghendaki hal itu. Selama kerisku masih runcing, aku berjanji
akan memerangi kompeni jika berani masuk ke wilayahku, dan
perlawanan adalah kehendak Gusti Allah," demikian isi surat balasan Adipati Lumajang Tumenggung Kartanagara tertanggal 31 Maret 1767, dikutip dari Instagram @jurulamadjang, Jumat (10/5/2024).
Konsekuensi
Cepat atau lambat, Kartanagara yakin Belanda akan menyerang Lumajang. Ia pun mempersiapkan dan
mengirim para prajuritnya berpatroli di perbatasan
Lumajang-Banger, serta banyak mendirikan barikade dan jebakan sepanjang rute menuju Lumajang.
Sayangnya, berbagai upaya perlawanan yang dilakukan Kartanagara dan para keturunannya berujung tragis. Pada September 1768, Lumajang akhirnya jatuh ke tangan VOC Belanda.