Sosok Guru Somalaing Pardede, Panglima Perang Sisingamangaraja XII yang Terkuat
Pria panglima perang ini dianggap penjajah Belanda sangat berbahaya dan kuat dibandingkan dengan pemimpinnya sendiri.

Pria panglima perang ini dianggap penjajah Belanda sangat berbahaya dan kuat dibandingkan dengan pemimpinnya sendiri.

Sosok Guru Somalaing Pardede, Panglima Perang Sisingamangaraja XII yang Terkuat
Kedatangan bangsa Belanda ke Tanah Batak pada abad ke-19 tentunya memicu perlawanan dari masyarakat pribumi. Mereka habis-habisan menjaga tanah leluhur agar tidak dikuasai oleh orang-orang asing termasuk Belanda.Sisingamangaraja XII merupakan salah satu tokoh besar dari Batak yang begitu gigih melakukan perlawanan terhadap Belanda hingga puluhan tahun. Namun, di balik kekuatan pasukan perang miliknya tak lepas dari seorang panglima yang hebat dan kuat bernama Guru Somalaing Pardede. (Foto: togapardede.wordpress.com) Beliau merupakan panglima yang dianggap penjajah Belanda paling ditakuti dan salah satu yang terkuat. Guru Somalaing juga terus mendorong Sisingamangaraja XII untuk terus menggelorakan perlawanan terhadap Belanda.
Lahir di Desa Lumban Jabi-Jabi, Balige Raja pada tahun 1832, ia merupakan keturunan dari Toga Laut Pardede. Semasa hidupnya, Guru Somalaing sudah terlibat dalam Perang Batak dan ikut berjuang di era kepemimpinan Sisingamangaraja XI.
Memecah Belah
Ketika Belanda sudah mulai memasuki Tanah Batak, mereka pun melancarkan paham yang memicu terjadinya pecah belah antar sesama. Hal ini mengakibatkan terjadinya amarah yang begitu besar terhadap para tokoh-tokoh Batak, salah satunya Guru Somalaing.
Pada tahun 1863, Guru Somalaing beserta pasukannya mulai melakukan serangan terhadap Belanda mulai dari Humbang sampai Toba. Peperangan sengit pun tidak terhindarkan.
Setahun kemudian, setelah era kepemimpinan Sisingamangaraja XI hilang karena meninggal dunia, akhirnya kursi tersebut digantikan oleh Patuan Bosar Sinambela atau Sisingamangaraja XII pada tahun 1864.
Bikin Belanda Kewalahan
Setelah pergantian kepemimpinan serta penataan pemerintahan, usaha-usaha milik Belanda yang berdiri di Tanah Batak juga semakin berkembang pesat. Akan tetapi, dengan berkembangnya usaha mereka justru semakin menekan warga pribumi.
Lantas, amarah Guru Somalaing pun semakin memuncak. Perang tidak terhindarkan di Balige yang membuat tentara Belanda begitu kewalahan dan melarikan diri.
Belanda yang sempat memberikan surat damai kepada Sisingamangaraja XII rupanya ditolak mentah-mentah. Hal tersebut mengakibatkan pihak Belanda tersinggung. Mereka memutuskan untuk mengirim pasukan dari Aceh untuk menyerang Tanah Batak bagi siapa saja yang tidak tunduk kepada mereka.
Akhirnya, pada Juni 1865, terjadilah perang sengit di Desa Silangit. Mereka akhirnya dipukul mundur dan mengakui kekalahan.
Tolak Penawaran
Kegigihan Guru Somalaing untuk melawan Belanda tidak sampai situ saja. Ia juga sempat ditawarkan kenaikan pangkat namun menolaknya karena jika menerima maka merupakan sebuah tindakan pengkhianatan.
Belanda pun menggunakan cara lain, yaitu mengadu domba para tokoh-tokoh Batak, termasuk adik kandung Guru Somalaing sendiri. Tak hanya itu, para keturunan Toga Laut juga turut dihabisi oleh Belanda.
Guru Somalaing juga sempat berhasil ditangkap Belanda dan diasingkan ke Pulau Jawa. Semangat juang dalam dirinya masih menggelora ketika sudah ditangkap, ia berpesan kepada pemuda Batak untuk terus melakukan perlawanan kepada Belanda.
Meski tidak diketahui pasti meninggalnya Guru Somalaing Pardede, namun semangat juang dalam mempertahankan tanah leluhurnya patut diapresiasi dan bisa menjadi contoh bagi generasi yang akan datang.