Mengenal Sejarah Jamu Jawa, Obat Tradisional Warisan Leluhur yang Kini Hampir Punah
Pemanfaatan jamu sebagai obat tradisional sudah dilakukan sejak era Kerajaan Mataram Kuno
Pemanfaatan jamu sebagai obat tradisional sudah dilakukan sejak era Kerajaan Mataram Kuno
Mengenal Sejarah Jamu Jawa, Obat Tradisional Warisan Leluhur yang Kini Hampir Punah
Dewasa ini, ilmu pengobatan sudah berkembang pesat. Berbagai resep obat yang kebanyakan berbahan kimia sudah ditemukan untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Namun para nenek moyang zaman dulu punya resep obat tersendiri untuk menyembuhkan penyakit yang mereka alami. Salah satu obat itu adalah jamu. Bahan dasarnya banyak yang diambil dari tanaman maupun rempah.
-
Apa itu jamu tradisional? Jamu, sebagai minuman herbal tradisional, telah digunakan selama berabad-abad oleh masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh.
-
Dimana jamu tradisional banyak digunakan? Dalam kehidupan sehari-hari, rempah-rempah ini sering kali dijadikan bahan utama dalam pembuatan jamu tradisional yang tidak hanya menyehatkan tetapi juga menyegarkan.
-
Kenapa jamu tradisional populer? Jamu tradisional ini tidak hanya populer karena khasiatnya yang mujarab tetapi juga karena cara pembuatannya yang alami dan minim efek samping.
-
Kenapa orang zaman dulu percaya jamu juga menjaga kelestarian alam? Orang-orang zaman dahulu percaya bahwa tradisi minum jamu juga dapat menjaga kelestarian alam. Pasalnya orang-orang akan menanam kembali bahan dasar pembuatan jamu.
-
Mengapa jamu tradisional baik? Rempah-rempah baik untuk kesehatan karena memiliki kandungan antioksidan yang tinggi.
-
Siapa yang menyatakan pentingnya tradisi minum jamu? Direktur Sido Muncul, Irwan Hidayat mengatakan tradisi minum jamu ini sangat penting, bukan hanya melestarikan warisan nenek moyang tetapi juga memberikan banyak manfaat bagi kesehatan.
Fungsi jamu sebagai obat tradisional diakui oleh Putra Pakubuwono (PB) XII, Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger. Ia mengatakan warisan leluhur berupa jamu sudah diturunkan dari generasi ke generasi.
Di dalam karya Jampi-Jampi Jawi atau obat-obatan Jawa, tertulis berbagai ramuan yang digunakan, baik untuk menjaga stamina, pengobatan, kecantikan, maupun untuk melindungi diri dari roh halus. Namun seiring perkembangan waktu warisan leluhur itu mulai luntur berganti dengan pengobatan modern saat ini.
“Sebenarnya pengobatan yang digunakan oleh masyarakat masa lalu tidak kalah dengan saat ini. Hanya saja tergerus perkembangan zaman,”
kata Puger dikutip dari Kemdikbud.go.id.
Puger mengatakan pada zaman dahulu di keraton sudah ada semacam laboratorium untuk menguji bahan obat-obatan yang berasal dari tanaman yang sering dijumpai sehari-hari.
Lebih lanjut, warisan peninggalan masa lalu yang saat ini masih banyak dijumpai di antaranya jamu beras kencur, daun pepaya, kunir asem, wedang jahe, dan beberapa jamu lainnya.
Kini, jamu tradisional itu sudah banyak yang diproduksi secara pabrikan. Namun bagi Puger hal itu belum maksimal.
“Jika mau kembali ke warisan leluhur masa lalu, tentu produknya tidak memiliki efek samping. Berbeda dengan bahan yang digunakan saat ini,” kata Puger.
Gusti Puger mengatakan, sejak masa berdirinya Kerajaan Mataram Islam, perkembangan obat-obatan yang memanfaatkan tanaman maupun rempah-rempah Nusantara berkembang pesat.
Hal itu terbukti dengan masih dijumpainya pedagang jamu gendong atau pabrikan, produk kosmetik, maupun obat-obatan yang menggunakan bahan dasar dari tanaman Nusantara.
“Itu memang dulu dikembangkan dari dalam keraton. Misalnya mangir yang digunakan untuk menghalus kulit atau ramuan jamu yang dikonsumsi masyarakat saat ini,” terangnya lebih lanjut.
Pada relief tersebut, tampak seseorang yang sedang menghancurkan bahan-bahan jamu di bawah pohon magis kalpataru.
Tak hanya itu, sejarah jamu juga ditemukan dalam kitab kakawin Ramayana yang menceritakan pada tahun 1460 hingga 1550 M, seorang bernama Dang Hyang Dwijendra mengembangkan sistem pengobatan tradisional yang disebut Agen Balian Sakti.
Pada beberapa daerah di Pulau Jawa, fungsi jamu sebagai pengobatan tradisional masih dilestarikan secara turun-temurun. Salah satunya di Kota Salatiga. Pada masa pandemi COVID-19 lalu, masyarakat saat itu memanfaatkan rempah golongan Zingiberaceae untuk obat tradisional melalui TOGA (Tanaman Obat Keluarga) yang ditanam di pekarangan mereka.
Beberapa tanaman obat seperti kunyit, kencur, kunir, temu lawak, dan jahe bisa dijumpai di kebun warga. Tak hanya masyarakat yang menggunakan TOGA, tapi juga institusi pendidikan, salah satunya SMP Negeri 10 Kota Salatiga yang membuat Hutan Taman Sekolah dengan beragam tanaman obat-obatan.