Riwayat Tongkat 'Kiai Cokro' Milik Pangeran Diponegoro, Konon yang Pegang Bisa Jadi Pemimpin
Masyarakat Jawa mempercayai bahwa tongkat ini memiliki karomah yang kuat. Barang siapa yang memegangnya, diyakini bisa menjadi seorang pemimpin.
Saat Pangeran Diponegoro masih hidup, ia memiliki sebilah tongkat yang selalu menemani bernama Kiai Cokro. Panjangnya sekitar 1,5 meter, dengan bentuk bundar di bagian ujung atasnya.
Tongkat ini dibuat menggunakan bahan kayu lawas, dan turut dibawa di sejumlah kegiatan spiritual dan perlawanan terhadap kolonial Belanda oleh sosoknya. Sebelumnya tongkat ini berada di Belanda, dan saat ini sudah dikembalikan di Indonesia.
-
Apa arti nama Diponegoro? Nama 'Diponegoro' berasal dari kata 'dipo' yang berarti pelindung atau penuntun, dan 'negoro' yang berarti negara.
-
Siapa keturunan Pangeran Diponegoro? Dalam salah satu episode podcast ‘Face to Face’ di kanal YouTube The Leonardo's, Asri Welas mengungkapkan bahwa keturunan tersebut berasal dari Ibunya.
-
Bagaimana kedekatan Mutiara Baswedan dan Anies Baswedan terjalin? Menjadi anak pertama dan perempuan satu-satunya, Mutiara juga sangat dekat dengan sang ayah.
-
Apa yang disinggung Anies Baswedan? Anies Baswedan menyinggung soal pemimpin yang tidak memenuhi janjinya.
-
Siapa yang memegang tongkat komando? Tampil dengan baret dan tongkat komando bak seorang Perwira, kehadiran Kopka tersebut cukup membuat seorang Tamtama kelabakan.
Masyarakat Jawa mempercayai bahwa tongkat ini memiliki karomah yang kuat. Barang siapa yang memegangnya, maka diyakini bisa menjadi seorang pemimpin dalam banyak kesempatan.
Karena keyakinan kuat itu, tongkat ini menjadi buruan para kolektor di Indonesia. Itulah mengapa tongkat tersebut memiliki nilai sejarah dan ekonomi yang tinggi. Yuk kenalan lebih dekat dengan Kiai Cokro, sang tongkat Diponegoro.
Diterima Pangeran Diponegoro dari Warga Pada 1815
Dalam jurnal berjudul “Pusaka Diponegoro” oleh Agustinus Raharjo, disebutkan bahwa tongkat ini diterima Pangeran Diponegoro sebelum turun langsung untuk melawan penjajahan Belanda.
Ketika itu pada 1815, ada seorang warga pribumi Jawa yang menyerahkan tongkat secara langsung kepada Diponegoro. Tidak disebutkan secara rinci, namun diduga tongkat merupakan hadiah kepada sosoknya.
“Tongkat pusaka milik Pangeran Diponegoro ini dikenal dengan nama Tongkat Kanjeng Kyai Cokro. Tongkat ini dimiliki oleh Pangeran Diponegoro pada tahun 1815, setelah diberi oleh seorang warga pribumi,” tulis di jurnal itu.
Menemani Pangeran Diponegoro Ziarah di Tanah Jawa
Meski keturunan keraton, sosoknya saat itu dikenal tak ingin menjadi bagian dari kerajaan. Ia justru memilih tinggal di dekat kediaman eyang buyut putrinya, yakni Gusti Kanjeng Ratu Tegalrejo.
Pribadinya juga sederhana dan cerdas, sehingga ia dekat dengan masyarakat kelas bawah. Itulah mengapa saat Belanda melakukan tindakan semena-mena, dirinya merasa geram dan tergerak untuk melakukan perlawanan.
Keserhanaan Diponegoro diperoleh dari ketaatannya dengan ajaran agama Islam. Itulah mengapa dirinya gemar berziarah di banyak tempat di pulau Jawa, dan ditemani oleh tongkat Kiai Cokro tersebut.
“Sejak saat itu Tongkat Kanjeng Kiai Cokro ini selalu dibawa oleh Pangeran Diponegoro setiap berziarah ke tempat suci untuk berdoa, agar segala kegiatannya diberkati,” tulis lagi di jurnal.
Tongkat Kiai Cokro dan Ratu Adil Pangeran Diponegoro
Simbol cokro terdiri dari panah yang menyilang di bagian atas, dan memiliki makna penting bagi Pangeran Diponegoro. Cokro sendiri adalah senjata tradisional yang dimiliki oleh Dewa Wisnu, yang dikenal sebagai penguasa dunia.
Bagi Pangeran Diponegoro, simbol cakra ini melambangkan kekuatan dan keadilan, sehingga mengaitkannya dengan konsep Ratu Adil atau Erucakra, yaitu sosok pemimpin yang adil dan bijaksana.
Simbol cokro di tongkatnya kemudian mencerminkan harapan dan aspirasi Pangeran Diponegoro untuk membawa keadilan dan kemakmuran dalam kepemimpinannya, sejalan dengan nilai-nilai yang diwakili oleh Dewa Wisnu.
Anies Baswedan Jadi Perwakilan Penerima Tongkat
Sebelumnya, tongkat ini dibawa ke Belanda pada tahun 1834. Ketika itu tongkat diserahkan kepada leluhur orang berpengaruh di Hindia Belanda dan diamankan di keluarganya.
Salah satu alasan tongkat itu diserahkan karena akan dijadikan sebagai hadiah, di masa gejolak politik dan persaingan hubungan kekuasaan kolonial. Selama ratusan tahun, tongkat dirawat oleh keluarga keluarga Baud.
Setelah 183 tahun, tongkat ini diserahkan kembali ke Indonesia pada 2015 lalu. Ketika itu, pemerintah Indonesia diwakili oleh Anies Baswedan selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ia menjadi sosok pertama yang memegang tongkat ini.
Anies Diminta Menggantikan Presiden yang Tengah ke Filipina
Sementara itu, disampaikan Anies Baswedan bahwa saat dirinya menerima tongkat Pangeran Diponegoro ia masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Ia diminta menggantikan presiden saat menghadiri upacara serah terima tongkat dari warga Belanda di Galeri Nasional. Dimana kala itu Presiden Jokowi sedang kunjungan di Filipina. Saat memegang tongkat tersebut, Anies merasa kaget karena panjang tongkat mencapai 150 senti meter.
“Lalu diadakanlah upacara penyerahan tongkat ini di Galeri Nasional, karena pada waktu itu bapak presiden sedang ada di Filipina, maka saya menerima tongkat itu, mewakili pemerintah dan presiden,” kata Anies di kanal Youtubenya, dikutip Merdeka.com, Sabtu (31/8).
Tongkat Diburu Kolektor
Anies menambahkan bahwa tongkat tersebut sejak berada di Belanda sudah menjadi buruan banyak kolektor. Itulah mengapa, saat dibawa ke Indonesia dilakukan secara rahasia.
Menurutnya, tongkat tersebut memiliki desain artistik yang bagus termasuk dari bahannya berupa kayu dengan usia ratusan tahun.
“Keluarga dari Belanda yang menyimpan tongkat ini bercerita bahwa banyak sekali kolektor yang memburunya, karena itulah, mereka sangat berhati-hati sekali di dalam menjaga kerahasiaan lokasinya, bahkan penerbangannya, siapa yang membawa,” kata Anies.
Terakhir kali, Anies mengungkapkan rasa takjubnya karena pernah memegang tongkat milik Pangeran Diponegoro itu.
“Di situ, saya pertama kali melihat tongkat ini, Masya Allah, tongkatnya memang bagus, dan kayunya tua sekali berumur sekitar 200 tahun,” tambah Anies