Tempat ini Jadi Saksi Bisu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ada Kursi dengan Bekas Tancapan Kuku
Simak cerita di balik tempat bersejarah dan saksi bisu ditangkapnya Pangeran Diponegoro.
Simak cerita di balik tempat bersejarah dan saksi bisu ditangkapnya Pangeran Diponegoro.
Tempat ini Jadi Saksi Bisu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ada Kursi dengan Bekas Tancapan Kuku
Pangeran Diponegoro bukanlah sebuah legenda fiktif zaman dulu. Sosoknya memang benar-benar ada dan berjasa dalam perlawanan terhadap kolonialisme Belanda.
Status pahlawan nasional tentu bukan hal yang berlebihan disematkan untuk Pangeran Diponegoro atas jasanya melawan Belanda.
Meski tak lagi ada, ternyata jejak keberadaan sang pahlawan masih bisa ditemukan dan banyak tersimpan di sebuah bangunan tua di Kota Magelang.
Di bangunan ini pula terdapat benda peninggalan Pangeran Diponegoro hingga bekas tancapan kukunya.
Ternyata ada cerita tersembunyi di balik keberadaan cakaran tersebut. Apa itu?
Melansir dari akun TikTok @maria.oldiest, Jumat (1/3) simak informasi selengkapnya.
Kisah Pangeran Diponegoro pernah termuat dalam sebuah lukisan karya seniman Jawa, Raden Saleh.
Lukisan tersebut merupakan lukisan tandingan dari karya pelukis Belanda, Pienemann yang mana Pangeran Diponegoro digambarkan dengan posisi pasrah saat ditangkap Belanda.
22 Tahun kemudian, Raden Saleh menggambar lukisan tandingan berupa Pangeran Diponegoro yang digambarkan dengan ekspresi menantang penjajah Belanda.
Selain lukisan tersebut, ternyata ada salah satu tempat bersejarah yang konon menjadi saksi berakhirnya perang Jawa yang melibatkan pasukan Pangeran Diponegoro melawan Belanda.
Lokasi bersejarah itu berada di Museum Pengabdian Pangeran Diponegoro Kantor Bakorwil, Magelang, Jawa Tengah.
Berakhirnya Perang Jawa ditandai dengan penangkapan Pangeran Diponegoro di bangunan tersebut.
Menurut informasi, Perang Diponegoro hanya berlangsung selama 5 tahun namun mampu menguras kas keuangan Belanda dengan nominal fantastis mencapai 25 juta gulden dan 15 ribu tentara tewas.
Perang tersebut dipimpin langsung oleh Pangeran Diponegoro, putra dari Sultan Hamengkubuwono ke-3.
Pangeran Diponegoro dikenal sebagai ahli strategi perang dan sangat ahli menunggangi kuda.
Bahkan ia mampu selamat saat dikejar Belanda meski di medan yang sulit dengan kudanya.
Perang tersebut sangatlah melelahkan hingga pihak Belanda sendiri ingin menghentikan perang ini.
Desakan itu diminta oleh mantan Gubernur Jenderal Van den Bosch kepada Jenderal de Kock agar segera menangkap Pangeran Diponegoro pada tanggal 28 Maret 1830.
Jenderal de Kock mengundang Pangeran Diponegoro dengan dalih mengajak perundingan di bangunan tersebut.
Pihak Belanda melakukan berbagai strategi curang hingga membuat Pangeran Diponegoro akhirnya ditangkap.
Pangeran Diponegoro yang marah sempat mencengkeram kursi tempatnya duduk hingga meninggalkan bekas cakaran yang kini masih bisa dilihat di salah satu kursi.
Pangeran Diponegoro pun diasingkan ke Manado sebelum akhirnya dipindahkan ke Makassar.
Di lokasi tersebut juga tersimpan sebuah jubah yang diyakini asli milik Pangeran Diponegoro dan diberikan kepada anak menantunya.
Kain jubah tersebut berjenis santung dan dibuat di Tiongkok dengan tinggi 170 cm dan lebar 120 cm.
Selain jubah, terdapat pula Kitab Taqrib yang di dalamnya berisi siasat perang yang konon berusia 200 tahun.