Intip Cara Warga Osing Cari Jodoh, Saling Rayu dari Balik Dinding untuk Meraih Simpati Pujaan Hati
Proses cari jodoh ini hanya dilakukan pada bulan khusus

Proses cari jodoh ini hanya dilakukan pada bulan khusus

Intip Cara Warga Osing Cari Jodoh, Saling Rayu dari Balik Dinding untuk Meraih Simpati Pujaan Hati

Masyarakat suku Osing di Banyuwangi, Jawa Timur, memiliki tradisi unik untuk mencari jodoh yakni Tradisi Gredoan. Tradisi turun-temurun ini masih eksis hingga sekarang.
Tradisi Gredoan
Tradisi gredoan merupakan tradisi masyarakat Osing untuk mencari jodoh. Tradisi ini sangat kental dilaksanakan masyarakat di Dusun Banyuputih, Desa Macanputih, Kabupaten Banyuwangi.
“Gredo artinya menggoda. Ini berlaku buat mereka yang gadis, perjaka, duda atau janda. Diadakan bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya pada malam hari,” terang Budayawan Banyuwangi, Hasnan Singodimayan, dikutip dari situs indonesia.go.id.

Masyarakat suku Osing di Desa Macan menganggap bulan kelahiran Nabi Muhammad adalah bulan yang baik untuk menemukan jodoh.

Pelaksaan
Tradisi gredoan hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah cukup umur untuk menikah dan akan mencari calon jodohnya sendiri.
Dulu, pria menggunakan lidi yang diselipkan di dinding rumah perempuan idamannya.
Jika diterima, sang perempuan akan membentuk lidi tersebut menyerupai daun waru. Sebaliknya, jika sang perempuan menolak, ia mematahkan lidi yang terselip di dinding rumah.

Jika sang perempuan menerima, sang pria mulai berbicara dilengkapi dengan rayuan. Biasanya mereka kemudian berbalas pantun.
Saat proses berkenalan dan merayu, mereka belum bertemu secara tatap muka langsung, tapi dibatasi dengan dinding bambu.
Sang gadis berada di dalam rumah, sementara sang pria di luar. Setelah berhasil menaklukkan hati sang gadis dengan rayuan, baru lah sang pria akan datang ke rumah pujaan hatinya untuk melamar.
Perkembangan
Seiring berkembangnya teknologi, tradisi Gredoan pun turut menyesuaikan diri. Perbedaan mencolok antara gredoan zaman dulu dan gredoan zaman sekarang terletak pada alat dan tempat pelaksanaan nggridu (lelaki merayu si gadis).
Dulu alat yang digunakan adalah lidi, sementara sekarang menggunakan ponsel. Dulu tempat yang digunakan adalah gedheg (rumah berdinding bambu), sekarang berganti menjadi bangunan batu.

“Penggunaan ponsel tidak bisa dihindari. Namun mau modern atau klasik, gredoan telah banyak membantu masyarakat Banyuwangi dan sekitarnya menggapai pernikahan,” imbuh Hasnan.
Fungsi
Mengutip situs Superlive, tradisi Gredoan memiliki beberapa fungsi.
Pertama, sebagai salah satu peringatan merayakan hari Maulid Nabi Muhammad Saw.
Kedua, mempererat tali silaturahmi, bukan hanya suku osing tetapi juga masyarakat desa lain yang hadir dalam perayaan tersebut. Setiap warga akan berkumpul. Meski hanya setahun sekali, acara ini sangat ramai dan efektif untuk mempererat tali persatuan antar warga.