Endhog-endhogan, Tradisi Warga Banyuwangi Peringati Maulid Nabi
Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, hampir di seluruh desa di Banyuwangi menggelar tradisi endhog-endhogan.
Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, hampir di seluruh desa di Banyuwangi menggelar tradisi endhog-endhogan. Seperti yang terlihat di Desa Kembiritan, Kecamatan Genteng, Senin (16/9). Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani bersama ribuan warga tampak mengikuti pawai endhogan-endhogan.
Dalam tradisi ini, telur (endhog) rebus dihias dengan bunga kertas lalu ditancapkan di pohon pisang berhias (jodhang) serta diarak keliling kampung atau ditaruh di masjid. Tradisi Endog-endogan ini diiringi dengan pembacaan selawat, barzanji, dan zikir serta doa-doa.
Pawai yang dikemas dalam Festival Endhog-Endhogan tersebut berlangsung meriah dengan diikuti ribuan warga. Mereka melakukan pawai dengan mengarak ribuan pohon telur (jodhang) sejauh 1,5 km, dari depan Masjid Baiturrahman menuju Kantor Desa Kembiritan.
Iringan rebana, musik-musik islami, serta lantunan selawat yang terus menggema membuat semarak suasana pawai. Arak-arakan jodhang, kembang telur beraneka warna, serta ornamen-ornamen bernuansa islami juga membuat suasana semakin atraktif. Ada replika ka’bah, relur raksasa, hingga kubah masjid berukuran besar.
“Saya sangat mengapresiasi gotong-royong warga Desa Kembiritan dalam melaksanakan tradisi Endhog-endhogan. Tradisi ini merupakan bentuk ekspresi kecintaan masyarakat kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Sekaligus ajang silaturahmi untuk mempererat persaudaraan,” kata Bupati Ipuk saat melepas melepas pawai Festival Endhog-Endhogan.
Di desa ini, tradisi endhog-endhogan selalu digelar meriah setiap tahun saat peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Tradisi endhog-endhogan sendiri sangat populer di Banyuwangi sejak abad ke-18. Hampir di setiap kampung di Banyuwangi, warga menyambut Maulid Nabi (Kelahiran Nabi Muhammad SAW) secara sukacita dengan mengarak ribuan telur mengelilingi kampungnya.
Menurut Ipuk, ajang ini bukan sekadar mengarak ribuan telur yang ditancapkan di batang pohon pisang, namun sebagai simbol nilai-nilai Islam yang harus dimiliki setiap umat muslim.
Tradisi ini juga menjadi pengungkit ekonomi warga. Tak hanya pedagang telur yang kelarisan dagangan, para perajin dan penjual kembang telur juga kecipratan rezeki karena permintaan yang tak pernah sepi.
“Tak hanya itu, tradisi endhog-endhogan juga menjadi sarana edukasi bagi anak-anak agar semakin mencintai Baginda Rosul (Muhammad SAW), kemudian menjadikan Beliau sebagai idola. Dengan terus menggemakan contoh-contoh baik Beliau, harapannya anak-anak akan terbiasa meneladani sifat-sifat Beliau,” kata Ipuk.
Sementara itu, Ketua panitia festival, Muhammad Izzudin menjelaskan, pawai endhog-endhogan diikuti lebih dari 1000 peserta yang berasal dari 7 dusun di Desa Kembiritan Kecamatan Genteng.
“Usai pawai, festival dilanjutkan dengan pembacaan dzikir maulid dan pengajian umum. Sebelumnya, juga diawali dengan gerakan membaca 1000 selawat yang telah dimulai sejak 5 September lalu,” ujarnya.