Sengaja Bikin Daerah Kekeringan, Begini Kisah Sunan Bonang Ditolak Warga Kediri
Wali yang terkenal dengan dakwah melalui kesenian ini ternyata pernah berdakwah pakai cara kekerasan.
Wali yang terkenal dengan dakwah melalui kesenian ini ternyata pernah berdakwah pakai cara kekerasan.
Sunan Bonang adalah tokoh penting dalam sejarah Islam di Nusantara. Sebelum cara dakwahnya melegenda, ada kisah kelam di baliknya. Ia pernah ditolak warga Kediri karena berdakwah dengan cara kekerasan.
Awalnya, Sunan Bonang datang ke Kediri dengan niat tulus untuk menyebarkan ajaran Islam. Saat itu, kedatangannya disambut dengan sikap skeptis karena sebagian besar penduduk Kediri masih memegang teguh agama Buddha dan Hindu. Apalagi ditambah dakwah Sunan Bonang saat itu memakai cara kekerasan, salah satunya sering menghancurkan arca yang dipuja masyarakat setempat. Hal itu membuat warga Kediri semakin getol menolak dakwah Sunan Bonang.
Tak hanya menghancurkan arca, Sunan Bonang juga sengaja mengubah aliran Sungai Brantas yang menjadi sumber kehidupan masyarakat. Akibatnya, daerah yang menolak dakwah Islam Sunan Bonang mengalami kekeringan.
Akibat berdakwah dengan cara kekerasan, Sunan Bonang ditolak warga Kediri melalui wujud konflik maupun pertarungan fisik. Setelah mendapatkan penolakan terus-menerus, Sunan Bonang pindah ke Demak.
Penolakan yang dialami Sunan Bonang di Kediri menjadi titik balik perjalanan dakwahnya. Sunan Bonang merenungkan dan menyadari bahwa pendekatan lembut dan asimilatif jauh lebih efektif daripada cara kekerasan yang ia gunakan di Kediri. Mengutip Instagram @tuban_bercerita, berbekal pengalaman dakwahnya yang gagal di Kediri, ia lantas melakukan pendekatan asimilatif (peleburan) corak Islam dalam budaya Jawa. Dia memantapkan kepiawaiannya dalam kesusastraan dan kesenian untuk berdakwah di tempat lain.
Sunan Bonang memutuskan memanfaatkan kesenian dan kebudayaan Jawa sebagai sarana dakwah. Mengutip situs ejournal.iaintuban.ac.id, Dia mengubah tembang-tembang Jawa menjadi sarana penyampaian ajaran Islam. Ia menggubah gending-geding dan memainkannya dengan alat musik Bonang ciptaannya.
Mengutip artikel Merdeka.com, selama berdakwah di Tuban, Jawa Timur, Sunan Bonang mengajarkan tembang-tembang yang berisikan ajaran Islam di dalam Masjid Astana.
Sepulangnya dari masjid, masyarakat menghafalkan tembang itu di rumah. Sanak saudara mereka pun turut menyanyikan tembang itu karena tertarik akan kemerduan lagunya.
Demikianlah cara Sunan Bonang berdakwah sehingga santrinya tersebar di berbagai penjuru Nusantara.
Berkat pendekatan moderat dan asimilatif, Sunan Bonang berhasil memperluas pengaruh Islam di wilayah-wilayah lain, terutama di Demak. Keberhasilannya membangun Masjid Agung Demak menjadi salah satu bukti nyata dari transformasi dakwahnya.
Masyarakat setempat menganggap sosoknya seperti "damar" atau lentera yang menerangi dalam gelap
Baca SelengkapnyaPada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.
Baca SelengkapnyaPendengar kesenian ini konon bisa hilang kesadaran dan ikut menari.
Baca SelengkapnyaMengapa orang Sunda memukul lesung saat terjadi gerhana bulan? begini kisahnya
Baca SelengkapnyaMereka sudah merasakan dampak kekeringan sejak Mei.
Baca SelengkapnyaBerkas Dua Tersangka Penganiayaan Santri di Kediri Diserahkan ke Kejari, Sisanya Masih Diproses
Baca SelengkapnyaTak dikenali orang tuanya usai lima tahun merantau, momen wanita mudik diam-diam ini justru bikin ngakak.
Baca SelengkapnyaKeluarga ini tinggal di sebuah gubuk di pinggir kali yang rawan banjir dan longsor, beratap terpal dan beralas kardus.
Baca SelengkapnyaMisrad menuturkan, pada pengalaman sebelumnya, Kemenag sudah sukses melakukan pencairan santunan ganti untung terhadap warga terdampak lahan pembangunan UIII.
Baca Selengkapnya