Profil
Jimly Asshiddiqie
Jimly Asshiddiqie adalah guru besar hukum tata negara yang juga terlibat dalam pergulatan politik. Latar belakang ini sangat pas dengan tantangan yang dihadapi Mahkamah Konstitusi (MK), lembaga baru di era reformasi. Hukum tak boleh hampa dari realitas sosial. Karena itu, dia berhasil membawa MK meniti lekuk liku perjalanan bangsa dan negara Indonesia untuk selamat dari jebakan ketidakpastian masyarakat yang sedang bergolak. Untuk menjamin kepastian hukum sekaligus kepastian politik, dia memimpin MK untuk memutuskan perkara-perkara dasar.
Walau politik gonjang-ganjing, dia terus bekerja untuk mengambil keputusan. Bahkan ketika lampu padam akibat krisis energi, dia tetap melanjutkan sidang dengan menyalakan lilin. Jika hukum tertinggal oleh arus politik, Indonesia akan terus terjebak dalam lingkaran krisis. Maka keputusan tak boleh ditunda walau sehari.
Jimly adalah akademisi Indonesia yang menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 25 Januari 2010. Sebelumnya dia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pertama (2003–2008) dan diakui sebagai peletak dasar bagi perkembangan gagasan modernisasi peradilan di Indonesia. Dia meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Indonesia (UI) pada 1982, kemudian menyelesaikan jenjang pendidikan S2-nya di perguruan tinggi yang sama pada 1987.
Gelar doktor kemudian disandangnya dari Universitas Indonesia pada 1990 dan Van Vollenhoven Institute, serta Rechts-faculteit, Universiteit Leiden, program doctor by research dalam ilmu hukum (1990). Pada tahun 1998, Jimly memperoleh gelar Guru Besar Penuh Ilmu Hukum Tata Negara UI sekaligus menjabat sebagai Ketua Penanggung Jawab Program Pascasarjana Bidang Ilmu Hukum Tata Negara FHUI. Jimly yang dipilih oleh DPR sebagai Hakim Konstitusi, sebelumnya pernah menjabat sebagai Asisten Wakil Presiden RI B.J. Habibie.
Pada tanggal 6 Oktober 2008, Jimly melayangkan surat pengunduran diri dari jabatannya sebagai Hakim Konstitusi setelah merasa selesai melaksanakan tugas sejarah dalam membangun dan mengokohkan keberadaan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai lembaga peradilan yang modern dan tepercaya. Terhitung tanggal 1 Desember 2008, Jimly tidak lagi berstatus sebagai Hakim Konstitusi RI dan akan kembali pada ladang pengabdiannya di ranah akademis.
Selain itu, dipercaya menjadi Penasihat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (2009), dan pernah menjadi Ketua Panitia Seleksi Penasihat Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK)(2009), dam dipercaya menjadi Ketua Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) (2009-2010).
Riset Dan Analisa Oleh Nur Laila