Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Noorca Marendra Massardi

Profil Noorca Marendra Massardi | Merdeka.com

Noorca Marendra Massardi  lahir di Subang, Jawa Barat pada 28 Februari 1954. Dia adalah seorang sastrawan dan wartawan yang pernah hidup sebagai gelandangan. Sambil belajar di sekolah menengah pertama (SMP), anak kelima dari sebelas bersaudara ini membantu ibunya berjualan pisang dan singkong goreng.

Setamatnya dari bangku SMP, Noorca semakin tertarik dengan drama. Dia juga memiliki ambisi yang besar untuk menjadi tenar. Saking cintanya dengan drama, Noorca menghabiskan seluruh uang penghasilan yang dia dapatkan dari bekerja sebagai penjual es mambo dan penjaga toko kain di Tanah Abang hanya untuk menonton “Menunggu Godot” karya Rendra.

Dia keluar dari pekerjaannya 1970, lantas menggelandang di Jalan Kdiai Haji Wahid Hasyim. Pada pertengahan 1970, Noorca keluar dari pekerjaannya sebagai penjaga toko kain di Tanah Abang. Dia lalu menggelandang di sekitar jalan KH Wahid Hasyim hingga terdampar ke Gelanggang Remaja Bulungan.

Dari komunitas seniman Bulungan itulah karya-karya Noorca mengalir seperti Bhagawad Gita (1972), Kertanegara (1973), Perjalanan Kehilangan (1974), Kuda-kuda (1975), dan Terbit Bulan Tenggelam Bulan (1976). Disusul kemudian dengan novel dan skenario film Sekuntum Duri dan roman Mereka Berdua yang diterbitkan Gramedia pada 1979 dan 1981. Di tahun 1982, Drama Growong hasil karya Noorca diperbanyaknya dan dilempar ke pasaran. Di tahun itu juga, Cypress menerbitkan naskah sandiwara anak-anak karya Noorca, Tinton dan Mencari Taman.

Pada 1975, atas permintaan Roesni Zulharmans, istri Ketua PWI Pusat, Noorca mengajar drama di SMA Negeri VII Jakarta. Di sana dia berkenalan dan berpacaran dengan Siti Ingrayani Anwar atau yang akrab disapa Rayni. Namun keduanya berpisah setelah Rayni dikirim orangtuanya belajar ke Paris pada 1976. Pada tahun itu juga Noorca menyusul ke Paris. Setahun kemudian, dia menikahi Rayni. Di sana, Noorca sempat belajar di Ecole Superieur Du Journalisme dan menjadi koresponden majalah Tempo. Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 1982, Noorca masuk ke Harian Kompas lalu memimpin majalah Jakarta Jakarta, hingga majalah itu ditutup. Selepas dari situ dia tetap aktif di dunia jurnalistik dan membantu Metro TV. 

Riset dan Analisa: Fathimatuz Zahroh