KADIN dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia
Merdeka.com - Pada era 90-an Amartya Sen mengenalkan kebijakan pembangunan dengan pendekatan kemampuan yang meletakkan kesejahteraan sumber daya manusia (SDM) sebagai tujuan utama, sehingga kualitas SDM merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi yang massif melahirkan era baru yang membutuhkan banyak adaptasi dari SDM. Kontribusi SDM dengan keterampilan dan kemampuan yang tinggi sangat diperlukan untuk mengimbangi perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi (Azhar, 2020).
Perkembangan Kondisi Sumber Daya Manusia Indonesia
-
Kenapa vokasi penting di era sekarang? Dalam konteks perkembangan teknologi yang pesat, pendidikan vokasi semakin penting karena mampu mempersiapkan tenaga kerja yang siap untuk terjun ke dunia kerja dengan kompetensi yang relevan.
-
Apa itu pendidikan vokasi? Pendidikan vokasi merupakan salah satu jenis pendidikan tinggi yang menawarkan pendekatan berbeda dalam proses belajar mengajar. Fokus utama dari pendidikan ini adalah pengembangan keterampilan praktis serta pengetahuan spesifik yang sesuai dengan kebutuhan industri.
-
Bagaimana kurikulum pendidikan vokasi? Kurikulum vokasi terdiri dari 60% praktik dan 40% teori, sehingga mahasiswa dapat memperoleh pengalaman praktis yang cukup sebelum terjun ke dunia kerja.
-
Dimana vokasi berhubungan dengan dunia kerja? Sebagai salah satu bentuk pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan industri, pendidikan vokasi menjawab kesenjangan antara kompetensi lulusan pendidikan tinggi dan tuntutan di dunia kerja.
-
Bagaimana cara memperbaiki kualitas pendidikan? Masdar menyerukan perlunya reformasi mendalam dalam struktur pendidikan dan regulasi etika sosial untuk memperbaiki kualitas Pendidikan.
-
Bagaimana Kemenkop UKM mendorong UMKM untuk terlibat dalam rantai nilai global? Untuk itu Hanung mendorong agar pelaku UMKM memanfaatkan kebijakan yang mengatur agar Pemerintah Pusat/Daerah dan BUMN berbelanja produk UMKM.
Hingga saat ini kualitas SDM di Indonesia masih tergolong rendah. Data BPS menunjukkan bahwa tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh tamatan SD ke bawah (tidak/belum pernah sekolah/belum tamat SD/tamat SD), yaitu sebesar 39,10 persen (Februari 2022).
Tenaga kerja dengan pendidikan terakhir SMP sebesar 18,23 persen, SMA 18,23 persen dan SMK sebesar 11,95 persen. Sementara tenaga kerja dengan pendidikan akhir diploma I/II/III dan universitas hanya sebesar 12,60 persen (BPS, 2022). Padahal salah satu faktor penting dalam peningkatan kualitas SDM adalah pendidikan dan pelatihan yang bisa beradaptasi dengan perubahan sosial masyarakat.
Di sisi lain, data terkait dengan pengangguran berdasarkan pendidikan terakhir didominasi oleh SMK 10,38 persen (Februari 2022). Pengangguran yang menamatkan pendidikan SD ke bawah sebesar 3,09 persen, SMP sebesar 5,61 persen, SMA sebesar 8,35 persen. Sedangkan pengangguran dengan pendidikan terakhir diploma sebesar 6,09 persen dan universitas sebesar 6,17 persen (BPS, 2022).
Pemerintah Indonesia saat ini sedang gencar dalam mencetak kualitas SDM yang unggul sebagai modal utama dalam mencapai tujuan pembangunan nasional dan dapat bersaing pada semua bidang di ranah global. Selain itu, dengan kualitas SDM unggul, taraf hidup masyarakat dan roda perekonomian juga akan mengalami peningkatan.
Inovasi dan kreativitas menjadi kunci utama peningkatan kualitas SDM di era globalisasi. Dinamika ekonomi dan sosial yang terjadi saat ini membuktikan bahwa kreativitas dan inovasi memberikan pilihan, peluang dan dampak yang sangat besar pada peningkatan SDM (Suciu, et al., 2018).
Sumber Daya Manusia dan Dunia Usaha
Seiring dengan perkembangan revolusi industri yang terjadi saat ini, dunia usaha membuka lebar kesempatan kerja yang berbasis pada kreativitas dan inovasi. Pengembangan industri dalam negeri saat ini membutuhkan SDM yang berkualitas, inovatif dan kreatif sebagai ujung tombak daya saing ekonomi. Permasalahan utama yang dihadapi Indonesia saat ini adalah adanya ketidaksesuaian pendidikan dan dunia usaha.
Ketidaksesuaian pendidikan menggambarkan bahwa latar belakang pendidikan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemberi kerja/industri (Effendi, et al., 2019). Banyak negara, termasuk Indonesia yang kurang berhasil dalam penyelenggaraan pendidikan karena pemangku kepentingan yang tidak memahami konsep, sehingga kurikulum yang disusun hanya bertujuan pada akademis yang tidak implementatif terhadap industri (Suharno, et al., 2020).
Guna menyiapkan tenaga kerja yang berdaya saing, terampil, bermutu, dan relevan dengan tuntutan dunia kerja yang terus berkembang, kolaborasi pendidikan dengan industri kerja sangat diperlukan. Sebab dari hal ini, pemerintah secara aktif mendorong keterlibatan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) untuk turut mendukung dan mengembangkan SDM dalam proyeksi revitalisasi vokasi.
Oleh karena itu, dunia usaha berharap besar pada visi pemerintah untuk melakukan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi yang ditandai dengan terbitnya Perpres Nomor 68 Tahun 2022. Perpres ini mengatur penyusunan Sistem Informasi Pasar Kerja oleh Kementerian Tenaga Kerja.
Dengan adanya perpres tersebut diharapkan dapat mengurangi permasalahan ketidaksesuaian pendidikan dan dapat memperbaiki kualitas SDM nasional secara efektif dan efisien. Tentu saja dalam implementasinya memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha melalui KADIN.
Peran KADIN dalam Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
KADIN selaku representasi dunia usaha dalam Tim Koordinasi Nasional akan fokus untuk memberikan masukan dalam penyusunan Strategi Nasional Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi yang berorientasi pada kebutuhan dunia usaha (demand-driven). Hal ini dilakukan oleh KADIN untuk mengidentifikasi masalah dan merumuskan solusi yang tepat sasaran pada dunia pendidikan nasional.
Di samping revitalisasi sistem dan kebijakan di level nasional, KADIN secara internal juga akan mempersiapkan diri untuk melaksanakan tugas-tugas yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2022. Perpres tersebut antara lain mempercayakan KADIN untuk menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI); mendukung ketersediaan pendidik, instruktur, sarana, dan prasarana; turut menjadi penilai (assessor) dalam Uji Kompetensi di dalam Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP); serta mempersiapkan kapasitas KADIN Provinsi dan Kab/Kota yang akan menjadi bagian dalam Tim Koordinasi Revitalisasi Vokasi di level daerah.
Dalam waktu dekat, KADIN akan memulai program Peningkatan Kapasitas (Capacity Building) untuk 4 KADIN Provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY. Program ini menargetkan KADIN Provinsi dapat menyediakan layanan yang mendukung perusahaan untuk melaksanakan pendidikan kejuruan yang efisien & bermanfaat.
Program tersebut berperan juga sebagai sosialisasi dan kampanye kepada perusahaan tentang keuntungan pendidikan dan pelatihan vokasi agar minat perusahaan meningkat untuk menyerap lulusan vokasi atau bahkan menyelenggarakan pendidikan vokasi secara mandiri.
KADIN menilai penting untuk mengubah citra vokasi sebagai pendidikan 'kelas dua', dan membentuk kembali perspektif masyarakat dan dunia industri tentang proposisi nilai pendidikan kejuruan dengan lulusan siap kerja. Tentu dengan disokong oleh penerapan praktik baik dan sistem vokasi yang ideal.
KADIN melihat kerja sama sekolah vokasi dan industri sudah banyak terjalin baik secara mandiri maupun melalui program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kami mengapresiasi berbagai program kemitraan dunia pendidikan dengan industri yang diinisiasi oleh Kemdikbud. Seperti SMK Pusat Keunggulan dan Kedaireka Matching Fund.
Kami juga mengapresiasi upaya Kemenperin untuk mendukung pendirian beberapa Politeknik yang dibutuhkan oleh industri. Sementara dari sisi industri, kemitraan dengan sekolah vokasi sebagian besar didasari oleh kebutuhan tenaga kerja yang kompeten dan kesadaran bahwa vokasi berdampak positif terhadap produktivitas perusahaan.
Kendati demikian, KADIN memandang kerja sama atau kemitraan antara sekolah vokasi dengan industri sebagai salah satu instrumen penyelenggaraan vokasi juga perlu distandarisasi. Standarisasi ini sangat penting untuk menjamin kemitraan antara sekolah vokasi dan industri mengarah pada perbaikan sistem vokasi ideal yang berkelanjutan, bukan sekedar program untuk jangka waktu tertentu.
KADIN juga menyoroti pergeseran substansi kemitraan vokasi antara sekolah dan industri di mana tidak sekedar fokus pada perbaikan sarana dan prasarana fisik melainkan mulai menyentuh pada sistem. Seperti misalnya tidak sedikit sekolah menerapkan kurikulum yang disusun oleh industri melalui Skema Kurikulum Merdeka. Hal ini menjadi sinyal baik keterbukaan dunia pendidikan terhadap spesifikasi kebutuhan industri. Dalam program semacam ini, kami juga mengapresiasi perusahaan-perusahaan yang berdedikasi mendukung penerapan kurikulum berbasis industri, termasuk dengan membantu komunikasi dan prosedur yang dibutuhkan dengan Dinas Pendidikan terkait.
Selain kurikulum, kerja sama sekolah vokasi dan industri juga menyasar dukungan pengajar yang mumpuni seperti praktisi yang mengajar di sekolah ataupun pelatih siswa di tempat kerja. Ada pula industri yang turut membantu peningkatkan kapasitas guru atau dosen dengan memberikan pelatihan. Akan tetapi, KADIN menilai perlu model ideal dari praktik baik yang bisa diikuti guna mengejar ketertinggalan Indonesia dalam hal pendidikan dan pelatihan vokasi. Semisal dengan fokus pada pengembangan standar kualifikasi dan sertifikasi pelatih tempat kerja.
Namun, ketersediaan kurikulum dan pengajar yang mumpuni baru bisa dinikmati oleh segelintir sekolah vokasi yang memiliki jaringan kuat dengan industri. Di luar itu, masih lebih banyak sekolah vokasi yang belum bisa mengakses kurikulum dan pengajar yang mumpuni dari industri. Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah dan perguruan tinggi vokasi seharusnya berbasis pada tuntutan industri, baik jenisnya maupun keterampilan dan sikap kerja yang diminta.
Maka dari itu, KADIN mendorong adanya sistem penyusunan kurikulum dan kualifikasi pengajar secara nasional yang berbasis kebutuhan industri, sehingga bisa diterapkan secara merata di seluruh sekolah vokasi di Indonesia.
(ii) butuh insentif yang lebih sustainable untuk memastikan partisipasi dunia usaha dalam program revitalisasi sistem vokasi ini.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pendidikan vokasi bisa menjawab tantangan ekonomi digital di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMoU tentang dua hal ini sangat penting mengingat Kemnaker dan Kadin memiliki ranah tugas yang hampir sama
Baca SelengkapnyaCara Pemerintah Mencetak SDM Unggul di Setiap Daerah
Baca SelengkapnyaKadin Indonesia akan terus memperkuat posisi sebagai organisasi bisnis yang inklusif dan kolaboratif.
Baca SelengkapnyaTransformasi pendidikan tinggi selama empat tahun ini telah berlangsung dengan akseleratif dan mulai bisa dirasakan hasilnya.
Baca SelengkapnyaPemerintah terus mendorong transisi energi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenurut Dimas, niatan awal pemerintah untuk meningkatkan persentase jumlah lulusan S2 dan S3 Indonesia melalui program LPDP sudah benar.
Baca SelengkapnyaKeberadaan tenaga kerja asing dalam proyek strategi nasional selalu menjadi polemik.
Baca SelengkapnyaSurvei Angkatan Kerja Nasional 2023 Badan Pusat Statistik (BPS), total angkatan kerja di Indonesia tercatat sebanyak 146,62 juta orang.
Baca SelengkapnyaProgram tersebut di antaranya Pendidikan Vokasi Industri setara Diploma 1 dan Diploma 3, serta Magang Studi Independen Bersertifikat (MISB) Kampus Merdeka.
Baca SelengkapnyaHal ini disampaikannya saat mengunjungi SMK Mitra Industri 02 di Pati, Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaMenaker mengatakan, SDM yang kompeten sangat dibutuhkan.
Baca Selengkapnya