Ada Raffi Ahmad hingga Mayor Teddy, Begini Aturan Sanksi Bagi Pejabat Tak Lapor LHKPN
Puluhan pejabat belum memenuhi kewajibannya kepada KPK itu mencakup para menteri, kepala lembaga setingkat menteri, wakil menteri, serta utusan presiden.
52 Pejabat Kabinet Merah Putih belum melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Puluhan pejabat belum memenuhi kewajibannya kepada KPK itu mencakup para menteri, kepala lembaga setingkat menteri, wakil menteri, serta utusan presiden.
KPK mengungkapkan dari 52 Menteri/Kepala Lembaga setingkat Menteri, 16 orang belum melaporkan harta kekayaannya. Sedangkan dari 57 Wakil Menteri/Kepala Lembaga Setingkat Menteri, 27 di antaranya belum melapor. Kemudian, dari 15 Utusan Khusus/Penasihat Khusus Staf Khusus, 8 di antaranya belum melapor.
"Dari 57 wakil menteri/wakil kepala lembaga setingkat menteri, 30 sudah lapor LHKPN sedangkan 27 belum lapor," kata Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Rabu (4/12).
Daftar Pejabat Kabinet Prabowo Belum Lapor LHKPN
KPK hingga saat ini belum membuka data para pembantu Prabowo yang belum menyerahkan LHKPN. Merdeka.com mencoba menelusuri daftar pejabat tersebut melalui laman https://elhkpn.kpk.go.id/.
Hasilnya ditemukan Menteri, wakil Menteri, kepala lembaga hingga para utusan presiden belum lapor LHKPN. Bahkan, ada orang dekat Presiden Prabowo tercatat belum melapor.
Dimulai dari Menteri. Tercatat ada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri, Menteri Transmigrasi Iftitah Suryanegara, Menteri Pekerjaan Umum Dodi Hanggodo.
Wakil Menteri
Selanjutnya ada Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Mugiyanto, Wakil Menteri Keuangan Thomas AM Djiwandono, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Fauzan, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha Djumaryo, Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono, Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Wakil Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Dzulfikar Ahmad Tawalla, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono.
Kemudian Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Ossy Dermawan, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Wakil Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Todotua Pasaribu, Wakil Menteri Koperasi Ferry Joko Juliantono, Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Enik Ermawati, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif/Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Irene Umar, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan dan Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga Taufik Hidayat.
Kepala Staf hingga Utusan Khusus Presiden
Kemudian Kepala Staf Kepresidenan AM Putranto, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Kepala Kantor Komunikasi Presiden Hasan Nasbi. Serta Wakil Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari. Utusan Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Perbankan Setiawan Ichlas Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan Miftah Maulana Habiburrahman (mengundurkan diri), Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, Raffi Farid Ahmad dan Utusan Khusus Presiden Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Ekonomi Kreatif dan Digital, Ahmad Rida Sabana.
Dasar Hukum LHKPN
Kewajiban melaporkan LHKPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mengenai Tindak Pidana Korupsi dan Pencegahan Korupsi. Selain UU Nomor 28 Tahun 199, dasar hukum LHKPN itu tercantum dalam peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 mengenai Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Aturan ini menyebutkan bahwa setiap penyelenggara negara wajib menyampaikan harta benda bergerak, tidak bergerak, berwujud, maupun tidak berwujud, termasuk hak dan kewajiban lainnya yang dapat dinilai dengan uang, sebelum dan selama memangku jabatan.
Penyelenggara negara yang dimaksud meliputi pejabat negara yang menjalankan fungsi legislatif, eksekutif, yudikatif, atau pejabat lainnya yang memiliki fungsi dan tugas pokok berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Waktu Lapor LHKPN
Dalam Peraturan KPK Pasal 4 juga dijelaskan bahwa LHKPN dilaporkan ke KPK pada saat pengangkatan saat pertama kali menjabat. Kemudian berakhirnya masa jabatan atau memasuki waktu pensiun. Selanjutnya pengangkatan kembali setelah masa jabatan berakhir atau pensiun dan masih menjabat.
Para pejabat wajib melaporkan LHKPN ke KPK secara periodik setiap satu tahun sekali atas harta kekayaan per 31 Desember, atau paling lambat 31 Maret tahun berikutnya bagi pejabat yang masih memiliki jabatan.
Sementara pejabat baru pertama kali diangkat atau berakhir masa jabatan atau pensiun maupun diangkat kembali diwajibkan melaporkan LHKPN paling lambat tiga bulan setelah dilantik.
Sanksi Tak Lapor LHKPN
Dalam Pasal 21 peraturan KPK nomor 2 tahun 2020 itu juga dijelaskan bahwa penyelenggara atau pejabat negara akan diganjar sanksi apabila tidak melaporkan LHKPN. KPK nantinya akan mengirimkan rekomendasi kepada pimpinan lembaga tempat pejabat tersebut berdinas untuk melayangkan sanksi administratif sesuai ketentuan.
Bukan cuma tak melapor, pejabat melaporkan harta kekayaan tak sesuai di LHKPN dapat disanksi sesuai perundang-undangan pejabat atau pegawai tersebut berdinas. Seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Kewajiban PNS melaporkan LHKPN itu sesuai Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 84/KMK.01.2021. PNS tidak melaporkan LHKPN dapat dihukum ringan seperti teguran lisan, peringatan tertulis, hingga pernyataan tidak puas secara tertulis.
Kewajiban PNS melaporkan LHKPN juga sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021. PNS yang wajib menyampaikan harta kekayaan dengan jabatan fungsional dan pegawai lain yang diminta melaporkan.
PNS tidak melaporkan dihukum disiplin sedang seperti pemotongan tunjangan kinerja 25 persen selama 6 bulan. Kemudian pemotongan tunjangan kinerja 25 persen selama 9 bulan dan pemotongan tunjangan kinerja 25 persen selama 12 bulan.
Selain disanksi ringan, hukuman berat juga diberikan kepada PNS tak melaporkan LHKPN tergantung fungsional dan jabatan berupa penurunan jabatan satu tingkat lebih rendah selama 12 bulan. Dibebas dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan. Dan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS bukan karena permintaan sendiri.
Lapor LHKPN Deteksi Penyimpangan
Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, menegaskan pelaporan LHKPN adalah kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan Peraturan KPK yang memberikan waktu maksimal tiga bulan setelah pelantikan pejabat.
"Memang sebaiknya para penyelenggara negara yang ada di dalam Kabinet Merah Putih ini segera melaporkan LHKPN. Itu merupakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 99," ungkap Zaenur kepada Liputan6.com, Kamis (5/12).
Zaenur juga menambahkan bahwa dalam Peraturan KPK diatur batas waktu maksimal tiga bulan setelah pelantikan. Namun, ia mengingatkan agar kritik terhadap pejabat yang belum melapor tetap proporsional, mengingat batas waktu pelaporan belum terlampaui.
"Saat ini memang belum lewat batas waktu, tetapi kami mengingatkan agar mereka segera lapor agar tidak melewati batas waktu. Kalau sampai terlewat waktunya, itu menunjukkan lemahnya komitmen untuk transparansi," tegasnya.
Lebih lanjut, Zaenur mengungkapkan salah satu kendala utama dalam pelaporan LHKPN adalah tidak adanya sanksi tegas bagi pejabat yang lalai melapor atau memberikan informasi yang tidak akurat.
"LHKPN ini akan menjadi instrumen yang efektif kalau disertai dengan sanksi yang tegas dan keras. Problemnya itu, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 99 tidak memberi sanksi yang jelas ketika tidak lapor, atau lapor tapi isi laporannya tidak benar," jelas dia.
Zaenur juga menekankan bahwa pelaporan LHKPN berfungsi sebagai alat untuk mendeteksi potensi penyimpangan, terutama jika terdapat ketidaksesuaian antara harta yang dilaporkan dengan gaya hidup.
"Kalau ada perbedaan secara drastis antara harta yang dilaporkan dengan gaya hidupnya, dengan harta yang dimiliki, yang diketahui, nah itu kemudian bisa menjadi salah satu indikasi adanya irregularity," jelasnya.
Oleh karena itu, Zaenur menilai bahwa Presiden Prabowo Subianto perlu mengambil tindakan nyata untuk memastikan pelaporan LHKPN dilakukan oleh anggota kabinetnya.
"Presiden perlu mengambil sikap untuk mengawasi. Saya katakan tadi, melalui Setneg bisa, Seskab bisa, KSP bisa. Yang belum lapor diingatkan agar segera lapor," ungkapnya.
Namun, ia menegaskan bahwa kritik yang keras baru pantas dilontarkan jika pejabat melewati batas waktu pelaporan.
"Sehingga saya juga mau fair, saya tidak ingin juga terlihat tidak adil, tidak fair, atau bahkan saya terlihat bodoh ketika mengkritik padahal waktunya belum lewat," pungkasnya.