Cara Jahat Aparat Desa Kohod Peras Warga Puluhan Juta untuk Urus Sertifikat Tanah
Berbagai modus dilakukan aparatur desa untuk menekan dan memeras warga.

Tindakan intimidasi, pemerasan dan pemaksaan relokasi ilegal dialami warga Alar Jiban, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Berbagai modus dilakukan aparatur desa untuk menekan dan memeras warga.
Aman, warga Alar Jiban mengaku dipaksa membayar Rp33,8 juta untuk penerbitan akta jual beli (AJB) atas lahan hibah seluas 950 meter yang merupakan warisan dari orang tua Aman.
“Saya seperti sapi perah, dibodohi Sekdes Ujang Karta, yang mengaku bisa membantu penerbitan AJB tanah hibah saya dari orang tua. Untuk pengurusan AJB itu sudah Rp33,8 juta uang saya keluar,” ungkap Aman di Alar Jiban, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Jumat (28/2).
Tak hanya itu, Ujang Karta yang kini telah ditahan di Bareskrim Mabes Polri bahkan meminta Aman kembali mentransfer uang Rp50 juta dengan alasan kurangnya biaya dalam penerbitan AJB tersebut.
“Rp50 juta itu tidak saya berikan, karena sudah tahu ada gelagat tidak beres aparat-aparat desa, akhirnya ya hilang saja duit saya, kan Ujang ditahan,” ujarnya.
Sudah Lapor Pemkab Tangerang Namun Tak Ada Tindakan
Kuasa Hukum Aliansi Masyarakat Anti Kezaliman, Henri Kusuma menerangkan, Aman adalah salah satu dari beberapa warga yang menjadi korban pemerasan yang dilakukan oknum aparatur Desa Kohod.
Dari cerita Aman, kata Henri, aparat desa justru menerbitkan Nomor Objek Pajak (NOP) atas nama orang lain yang diduga nantinya akan dijual-belikan ke pengembang yang tengah melakukan pengembangan kawasan pesisir Tangerang.
“Pemerasan itu salah satu contoh. Nah ini hanya salah satu, banyak kejadian yang seperti itu. Ada yang diminta Rp100 juta untuk membuat satu sertifikat, banyak lah. Kalau pemerasan ini terkait dengan pengurusan lahan, pengurusan surat, karena Kades ini kan menjadi calo juga,” tegas dia.
Menurut Henri, keresahan masyarakat Kohod telah dilaporkan pihaknya ke Pemerintah Kabupaten Tangerang. Namun Pemkab Tangerang nyatanya juga tidak dapat melindungi hak-hak warganya.
“Karena dia menjadi calo, dia tahu bagaimana surat-surat warga, kepemilikannya seperti apa, ditawarkan untuk membuat surat, kemudian dipatok harganya yang tinggi. Dan itu kami sudah laporkan kepada Pemda Kabupaten Tangerang. Tidak ada perlindungan dari mereka,” jelas Henri.
Selain pemerasan, warga Kohod juga mengalami intimidasi oleh para aparatur desa, dengan menguruk paksa lahan-lahan warga yang belum dijual-belikan agar bersedia direlokasi di lokasi yang tidak jelas alas haknya.
“Intimidasinya itu dilakukan dari aparat-aparat desa. RT, RW, staf-staf desa. Itu mengancam, akan menguruk tanah warga yang tidak ikut skema relokasi. Jadi kalau tidak ikut relokasi, rumah diuruk. Nah, ancaman-ancaman seperti itu akhirnya yang memaksa warga mau tidak mau mengikuti kemauan aparatur desa,” ujarnya.