Nelayan Sempat Lapor Pemagaran Laut di Tangerang ke Kementerian ATR tapi Tak Ditindak
Saat itu, nelayan juga melaporkan pencatutan identitas oleh diduga oknum aparatur desa untuk pembuatan sertifikat laut.

Nelayan pantai utara Tangerang pernah melaporkan pemagaran laut ke Kementerian ATR/BPN dan KPK. Saat itu, nelayan juga melaporkan pencatutan identitas oleh diduga oknum aparatur desa untuk pembuatan sertifikat laut.
“Saya, kami ini, masyarakat Kampung Alar Jiban, Desa Kohod itu sudah melapor ke Kementerian ATR dan KPK pada tanggal 10 September 2024. Kami sudah melapor masalah patok laut sama sertifikat laut,” ungkap KH, warga Desa Alar Jiban, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Selasa (28/1).
Tak hanya melapor, nelayan sempat beraudiensi dengan Kementerian ATR/BPN. Namun, audiensi itu tidak membuahkan hasil. Padahal, nelayan sudah membawa bukti pemagaran laut dan penerbitan sertifikat.
“Kami sudah bawa bukti itu ada pagar laut, kami bawa fotonya kemudian sertifikat juga saya bawa waktu itu. Kami bawa sertifikat atas nama Nasrullah. Nasrullah itu masih mempunyai seorang ayah tetapi di sertifikat itu dikatakan bahwa beliau itu sudah meninggal, ahli waris,” ungkapnya.
Penegak Hukum Tak Berpihak ke Nelayan
Menurut KH, saat itu penegak hukum tidak berpihak kepada nelayan pantai utara Tangerang. Namun kini, masalah pemagaran laut dan pencatutan nama untuk pembuatan sertifikat laut mulai terbuka.
“Pokoknya sudah semua kami itu upayakan masalah hukum tetapi berhubung kami ini rakyat kecil memang kami ini nelayan,” ujarnya.
KH kemudian menyinggung pembatalan 50 sertifikat HGB oleh Kementerian ATR/BPN di area pagar laut Tangerang. Keputusan itu disaksikan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid.
KH berharap pemerintahan Prabowo Subianto mengusut tuntas pemagaran laut di Tangerang. Dia meminta agar pelaku ditindak tegas karena telah menyengsarakan rakyat.
“Nah di sini tolong diusut tuntas. Itu sertifikat yang keluarnya tahun 2023 kalau enggak salah. Sebenarnya apa yang diusahakan oleh desa itu semuanya hoaks, berarti ada keterlibatan dari lurah, oknum kepala desa. Itu harus diusut tuntas,” tegas KH.
Modus Aparat Desa Bikin Sertifikat Laut
Kemunculan 263 sertifikat di laut Tangerang membuat publik heboh. Tidak hanya masyarakat pesisir utara, publik juga menyoroti para kepala desa yang tiba-tiba bergelimang harta saat praktik kotor penggusuran dan penerbitan sertifikat dilakukan aparatur desa.
Tim advokat warga Kohod, Hendri Kusuma mengatakan, KTP salah satu kliennya berinisial NS dicatut aparat desa untuk menerbitkan sertifikat seluas 1,4 hektar.
“Jadi gini, khusus di Desa Kohod ada beberapa sertifikat, si kepala desa ini mengerahkan dalam tanda petik individu-individu salah satunya warga,” katanya dalam rekaman suara yang diterima, Selasa (28/1).
Menurut dia, individu-individu atau warga yang digunakan data identitasnya itu dibohongi aparatur desa dengan peminjaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga untuk pembuatan PM1.
“Itu dibohongi dan dibikinlah PM 1, istilahnya PM1 . PM 1 diurus sama kepala desa dan kroni-kroninya nah salah satunya warga kami itu anaknya diminta KTP tanpa sepengetahuan, dibuatkan ternyata SHGB,” ujar Hendri.
NS, warga yang identitasnya dicatut mengaku tak pernah merasa memiliki tanah laut yang belakang diketahui telah terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama anaknya.
“Saya sama sekali enggak punya (tanah) semeter pun saya enggak, di darat pun saya enggak punya apalagi itu di laut. Itukan laut negara,” ungkap dia.
Menurut dia, SHM atas namanya itu muncul setelah KTP anak NS dipinjam aparatur desa. Dalam sertifikat itu, NS diketahui meninggalkan waris terhadap anaknya seluas 1,4 hektar lahan laut.
“Apalagi disitu saya disebut sudah meninggal dan meninggalkan waris untuk anak 1,4 hektar. Padahal semeter pun saya engga punya. Jangan di laut, di darat pun engga punya,” ungkapnya.