Debat Cawapres, Gibran Pamer Solo Technopark Hadapi Ekonomi Digital
Gibran menyebut, Solo Technopark bisa mengatasi masalah ekonomi digital.
Gibran mengatakan, selain menghadapi ancaman digital, perlu diselaraskan e-commerce dengan regulasi yang digodok pemerintah.
Debat Cawapres, Gibran Pamer Solo Technopark Hadapi Ekonomi Digital
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka memamerkan Solo Technopark saat debat perdana cawapres.
Dia menyebut, Solo Techno Park yang dibangunnya saat menjabat Wali Kota Solo bisa mengatasi masalah ekonomi digital.
“Kita harus kuatkan siber security dan siber defense kita. Itu sudah kita lakukan di Solo, Solo Techno Park,” kata Gibran di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (22/12).
Gibran menyampaikan hal tersebut saat menanggapi jawaban calon wakil presiden (cawapres) nomor urut tiga Mahfud MD terkait ancaman penyalahgunaan data dan digital.
Gibran mengatakan, selain menghadapi ancaman pinjaman online, pemerintah harus mewaspadai pencurian data sehingga memerlukan cyber security.
Gibran menambahkan, perlu ada keselarasan e-commerce dengan pemerintah, terutama mengenai regulasi. E-commerce harus mematuhi aturan yang dikeluarkan pemerintah.
"Jadi sudah tidak ada lagi nanti ke depan yang namanya shadow banning, yang namanya price dumping, yang namanya barang-barang cross border yang membunuh UMKM kita," ujarnya.
Gibran melanjutkan, pemerintaha juga perlu menguatkan sumber daya manusia yang mengakses pasar digital.
“Kita ke depan harus melindungi UMKM dan literasi digital harus ada penguatan SDM, manusia-manusia digitalnya. Kita mau anak muda ikut hilirisasi digital yang akan kita luncurkan,” ucap Gibran.
Mahfud mengatakan, pemerintah sudah memiliki dua undang-undang dalam menghadapi masalah ekonomi digital. Pertama, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan Undang-Undang Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Kalau kebijakan data digital, terakhir ini kita sudah punya dua UU yaitu UU PDP dan UU ITE,” kata Mahfud.
Namun, lanjut Mahfud, dua undang-undang tersebut tidak cukup untuk menghadapi ancaman ekonomi digital saat ini.
Mahfud mengatakan, perlu tindakan lebih tegas untuk mengatasi disrupsi luar biasa dalam perkembangan digital. Mahfud mengambil contoh kasus pinjaman online ilegal yang menelan banyak korban.
Menurut Mahfud, kasus pinjaman online ilegal selama ini dianggap masuk kategori perdata. Sehingga sulit untuk ditindak. Padahal, kasus tersebut bisa ditindak dengan ancaman hukuman pidana.
“Ketika saya sampaikan ke OJK, mereka mengatakan bukan kewenangan kami karena mereka ilegal, tidak terdaftar. Kemudian saya undang dalam rapat bersama di Kemenko Polhukam bahwa itu tindakan pidana dan harus ditangkap. Sehari kemudian ditangkap 144 orang,”
ucap Mahfud.
merdeka.com