DPR Usul Aturan Restorative Justice Dalam Revisi KUHAP Berlaku Usai Vonis Hakim
Restorative Justice untuk penyelesaian kasus tindak pidana dilakukan melalui dialog dan mediasi sejatinya sudah dilakukan oleh Polri, Kejaksaan Agung hingga MA.

Anggota Komisi III DPR I Wayan Sudirta mengusulkan agar Restorative Justice (RJ) berlaku setelah adanya vonis hakim, diatur dalam Undang-Undang.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
"Kalau sebelum eksekusi, (usai vonis dijatuhkan) apa enggak perlu diatur? Saya pribadi menganggap itu sangat perlu," kata Wayan, Jakarta, Rabu (5/3).

Wayan menyebut, Restorative Justice untuk penyelesaian kasus tindak pidana yang dilakukan melalui dialog dan mediasi sejatinya sudah dilakukan oleh Polri, Kejaksaan Agung hingga Mahkamah Agung (MA). Namun, selama ini Restorative Justice dilakukan sebelum dijatuhkannya vonis hakim.
"Yang belum dijawab oleh Peraturan MA, Kejaksaan Agung, kepolisan adalah bagaimana kalau sudah putus, menjelang eksekusi, ada perdamaian, (saat ini) enggak diatur pak," ujar Wayan.
Wayan menilai para pelapor dan terlapor mulai reda ketegangannya usai hakim menjatuhkan putusan. Kondisi ini dinilai perlu dilakukan upaya pembicaraan Restorative Justice antara pihak yang berperkara tersebut.
"Karena praktiknya mereka baru mulai sadar mulai agak mereda ketegangannya antara pelapor dan terlapor itu justru setelah ada putusan," jelas dia.
Selain itu, menurut Wayan, apabila terlapor tak jadi dihukum karena adanya restorative justice dapat mengurangi beban Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Karena selama ini lapas kerap bermasalah dengan persoalan penuhnya kapasitas.
"Karena itu bisa mengurangi kepenuhan penjara, setiap saat kita bisa menyelesaikan masalah yang menyebabkan tidak penuhnya penjara, menurut saya itu bagus," pungkas politisi PDI Perjuangan tersebut.