Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh Dituntut 15 Tahun Penjara & Denda Rp1 Miliar di Kasus TPPU
Jaksa juga memperberat hukuman hakim agung nonaktif itu dengan membayar biaya pengganti berupa uang 18.000 dollar Singapura dan Rp1.588.085.000
Hakim agung nonaktif, Gazalba Saleh dituntut 15 tahun penjara oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gazalba juga dikenakan pidana denda sebesar Rp1 miliar.
Hal tersebut dibacakan Jaksa KPK dalam amar tuntutan Gazalba yang dinilai terlibat dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan gratifikasi.
"Menuntut, supaya Majelis Hakim Pengadilan Tidak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Gazalba Saleh dengan pidana penjara selama 15 tahun, dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," ucap Jaksa dalam amar tuntutannya yang dibacakan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/9).
Jaksa menilai, Gazalba telah melakukan tindak pidana berlapis. Di antaranya kasus gratifikasi sebagaimana dengan pasal Pasal 12B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Lalu Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 3 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP,
Jaksa juga memperberat hukuman hakim agung nonaktif itu dengan membayar biaya pengganti berupa uang 18.000 dollar Singapura dan Rp1.588.085.000. Uang tersebut wajib dibayar Gazalba dalam kurun waktu satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap.
Bilamana terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti tersebut, maka harta benda yang disita bakal dilelang.
"Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa saat itu terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun," pungkas Jaksa.
Di perkaranya ini, Gazalba didakwa telah menerima uang senilai Rp25,9 miliar dari pengkondisian perkara yang ada di Mahkamah Agung (MA).
Jaksa KPK juga menyebut Gazalba menerima gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) dan penerimaan lain berupa 1,128 juta dolar Singapura (Rp13,37 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.
"Dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya, terdakwa membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang harta kekayaan hasil korupsi tersebut," ujar Jaksa.
Dalam gratifikasinya Gazalba menerima uang dari pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang sedang berperkara hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
Lalu pada tahun 2022 Gazalba juga menerima uang dari Jawahirul melalui seorang pengacara Ahmad Riyad sebesar Rp450 juta pada tahun 2022.
"Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Ahmad Riyad menerima gratifikasi haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa sebagai Hakim Agung Republik Indonesia dan berlawanan dengan kewajiban terdakwa," ucap Jaksa.
Hasil uang tersebut pun dinikmati Gazalba bersama-sama dengan orang terdekatnya seperti kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.
Diantara hasil TPPU Gazalba dibelanjakan untuk pembelian satu unit kendaraan Toyota New Alphard 2.5 G A/T Warna Hitam, sebidang tanah atau bangunan di Jakarta Selatan, sebidang tanah atau bangunan di Tanjungrasa, Kabupaten Bogor, serta tanah atau bangunan di Citra Grand Cibubur, Kota Bekasi.
Jaksa juga membeberkan diantaranya juga guna membayarkan pelunasan kredit pemilikan rumah (KPR) satu unit rumah di Sedayu City @ Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur sebesar Rp2,95 miliar, dan menukarkan mata uang asing senilai 139 ribu dolar Singapura dan 171 ribu dolar AS menjadi mata uang rupiah Rp3,96 miliar.