Hasil Survei Pilgub Jateng Beda, Persepi Didesak Buka Data Lengkap SMRC dan Indikator
Dalam survei tersebut, elektabilitas Andika Perkasa dan Ahmad Lutfi sangat berbeda jauh.
Perbedaan hasil survei Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dan Indikator Politik Indonesia (IPI) kini menjadi sorotan. Dalam survei tersebut, elektabilitas Andika Perkasa dan Ahmad Lutfi sangat berbeda jauh.
Pakar Politik, Asrinaldi mendesak Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) mengambil tindakan adil dan segera melakukan pemeriksaan mendalam. Persepi didesak membuka data hasil survei mereka.
Menurut Asrinaldi, jika ditemukan fakta memang hasilnya terlampau jauh, hal ini harus menjadi perhatian Persepi.
“Kalau memang ada fakta bahwa hasilnya berbeda jauh. Tentu ini akan menjadi perhatian Persepi. Idealnya tentu harus ada pemeriksaan terhadap perbedaan ini,” kata Asrinaldi, Senin (18/11).
Asrinaldi lalu menyinggung soal Poltracking dan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Dia menyebut Poltracking diberikan sanksi akibat perbedaan hasil survei Pilkada Jakarta 2024.
Beda Hasil Survei IPI dan SMRC
Perbedaan hasil survei di Pilkada Jateng 2024 terjadi pada SMRC dan IPI. Dalam rilis survei periode 7-12 November, SMRC menyatakan elektabilitas dari pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi unggul dari pesaingnya, pasangan nomor urut 2, Ahmad Lutfi-Taj Yasin.
Dalam survei itu, Andika Hendrar unggul dengan elektabilitas mencapai 50,4 persen dan Ahmad Lutfi-Taj Yasin meraih 47,0 persen. Sementara, hasil survei IPI menunjukkan hasil berbeda. Dalam hasil survei periode 7-13 November 2024 elektabilitas pasangan Lutfi-Taj Yasin unggul dengan 47,19 persen.
Sementara pasangan Andika-Hendrar 43,46 persen. Perbedaan hasil survei antara kedua lembaga ini mencapai 9 persen untuk elektabilitas Andika Perkasa dan Hendar Prihadi.
Asrinaldi menyarankan jika Persepi membedah perbedaan data yang terjadi di Jateng, dewan etik tak boleh melibatkan Saiful Mujani.
“Artinya, anggota dewan etik yang diperiksa tidak dilibatkan dalam pemeriksaan kalau memang ada indikasi ke arah itu,” tegas Asrinaldi.