Hindari Tawaran Bodong Bekerja di Luar Negeri, Ini Tips Agar Tidak Menjadi Korban
Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan menawarkan pekerjaan dan modus-modus lain semakin marak terjadi.
Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan menawarkan pekerjaan dan modus-modus lain semakin marak terjadi. Setahun berjalan di 2024 ini saja, Kepolisian Resor Kota Bandara Soekarno-Hatta telah menggagalkan pemberangkatan 171 calon pekerja migran (CPMI) ke luar negeri.
Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Provinsi Banten, Kombes Pol Budi Novijanto, mewanti-wanti masyarakat agar tidak mudah tergiur iming-iming kesenangan dan gaji besar ketika bersedia diberangkatkan bekerja di luar negeri. Terlebih sponsor atau calo yang mengajak bekerja tidak memenuhi prosedur persyaratan bekerja resmi sebagaimana diatur dalam Undang-undang RI.
"Mereka bisa kerja di luar negeri sesuai prosedural itu sudah diatur dalam undang-undang di mana ada persyataran yang harus dilengkapi, seperti perjanjian kerja, hasil medical check up, paspor, visa dan yang pasti mutlak ada perjanjian kerja dan jaminan sosial," tegas Kombes Pol Budi Novijanto, ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (7/11).
Bedanya, sponsor atau calo yang kerap menawarkan calon pekerja dengan iming-iming yang menggiurkan, lanjut Budi, tidak akan memenuhi persyaratan tersebut. Atau seolah disederhanakan dan tidak merepotkan, padahal itu adalah modus.
"Dan itu biasanya yang tidak bisa dipenuhi oleh orang-orang yang menawarkan pekerjaan di luar negeri, baik sponsor atau calo. Mereka hanya menjanjikan suatu pekerjaan dengan janji upah Rp10 juta sampai di atas Rp10 juta. Tapi faktanya ketika dia bekerja, tidak sampai segitu," jelasnya.
Budi juga menegaskan bahwa penyaluran CPMI ke luar negeri, biasanya dilakukan hanya oleh lembaga resmi berbadan hukum jelas. Baik itu pengiriman CPMI dengan kerja sama antarnegara G to G (government to government) atau swasta oleh perusahaan swasta berbada hukum.
"Biasanya berbadan hukum karena dia ditunjuk dan itu perusahaan resmi. Perusahaan penyalurnya bisa dicek di website BP2MI melihat dalam daftar yang ada di kantor-kantor dinas tenaga kerja di daerah. Itu daftarnya lengkap," ungkap dia.
Budi menyebutkan untuk gaji pekerja migran Indonesia di luar negeri, saat ini berkisar di atas Rp10 sampai Rp40 juta. Dibedakan dengan jenis pekerjaan sebagai tenaga profesional atau asisten rumah tangga.
"(Gaji) Relatif, yang resmi di atas Rp10 juta sekitar sampai dengan hampir 40 juta. Kalau untuk pekerja domestik (asisten rumah tangga) berkisar antara Rp10-Rp20 juta dan untuk pekerja profesional di antara Rp 14juta sampai Rp40 sekian juta," terangnya.
Budi Novijanto juga menyebutkan biasanya penyaluran PMI (pekerja migran Indonesia) dilakukan langsung oleh pemerintah yang berorientasi pada program G to G. Untuk skema penyaluran kerja ke luar negeri melalui program G to G, seluruh biayanya gratis.
"Kalau melalui perusahaan swasta itu biasanya ada (biaya) karena dia berorientasi profit. Kalau program pemerintah G to G semua digratiskan tidak dipungut bayaran, kecuali sementara ini yang masih harus ditangung CPMI engga sampai Rp5 juta. Itupun untuk keperluan calon pekerja biasanya ongkos dari daerah ke tempar tes, atau dari daerah asal ke tempat pelarihan," ujar dia.
Meski begitu, calon pekerja juga mesti mempersiapkan biaya lain seperti pembuatan paspor dan visa.
"Pembiayaan g to g semua ditanggung negara," tegas dia.
Saat ini kerja sama program G to G dari Indonesia paling banyak terserap untuk tenaga medis dengan negara tujuan seperti Korea selatan, Jepang dan Jerman.
"Kalau G to G lebih banyak ke medis. Perawat di RS dan perawat di panti panti jompo. Ke depan sedang diupayakan sektor sektor lainnya," tandas Budi.