Megawati Bicara AI: Bisa Dibayangkan, Jika Hidup Dalam Suatu Sistem yang Dipenuhi Manusia Robot
Menurutnya, dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat pertarungan geopolitik.
Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri menyatakan pentingnya pemerintahan negara-negara di dunia memastikan penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang tak boleh mengabaikan kebenaran dan etika kemanusiaan.
Menurutnya, dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat pertarungan geopolitik, perang dagang, perebutan sumber daya strategis, dan persaingan teknologi.
"Dalam perang hegemoni tersebut, banyak yang mengkhawatirkan penggunaan artificial intelligence untuk keperluan perang yang mengancam peradaban," kata Megawati dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (18/9).
Ia tak menampik perkembangan AI memang luar biasa. Kecerdasan buatan menawarkan peningkatan produktivitas, efisiensi, daya saing, pengurangan human error, dan menghasilkan akurasi tinggi di dalam menyelesaikan berbagai persoalan di bidang kesehatan, pertanian, transportasi, industri manufaktur, pendidikan, dan lain sebagainya.
Begitu pesatnya perkembangan AI, sambung Megawati, sampai ada yang membayangkan bahwa daya cipta yang menjadi otoritas Tuhan bisa dipindahkan ke ranah manusia melalui kemajuan AI.
"Bisa dibayangkan, jika manusia hidup dalam suatu sistem yang dipenuhi 'manusia robot'. Manusia robot ini serba ber-algoritma dan mengambil keputusan atas dasar rasionalitas program kecerdasan buatan, disertai olahan big data," ujar Megawati.
"Sementara manusia itu lahir secara alami, lengkap dengan emosi dan perasaannya. Dalam berbagai film futuristik, revolusi AI menciptakan bio-human robotic. Bisa dibayangkan jika lahir manusia buatan tanpa melalui proses reproduksi yang natural sebagai karya Ilahi. Kegelisahan atas masa depan AI yang menggantikan peran manusia ini banyak diungkapkan. Terlebih dengan keputusan otonomnya yang bisa mengabaikan etika kemanusiaan dan hati nurani menciptakan ancaman bagi umat manusia," lanjutnya.
Dia mengatakan kegelisahan itu tampak nyata ketika dalam berbagai kejadian, termasuk pemilu di Indonesia muncul penyalahgunaan AI, yakni terkait dengan berita bohong, hoax, dan social engineering lainnya, hingga menciptakan tiruan ucapan manusia yang nyaris sempurna.
Putri Proklamator RI Bung Karno itu lalu bercerita, sebelum ke Rusia, dia ditunjukkan sebuah video. Di sana, Megawati sedang bernyanyi. Adapun video itu berbasis AI yang diambil dari gambar dirinya ketika sedang melakukan rapat di PDIP.
Megawati menjelaskan video AI itu terlihat sangat riil dan seakan nyata. Suaranya di video AI itu terdengar nyata, seakan-akan asli. Padahal Megawati sendiri tidak pernah menyanyikan lagu yang ada di dalam video tersebut.
"Sebelum saya berangkat ke sini, sebagai presiden wanita, saya digambarkan menyanyi. Luar biasa dibuat sedemikian rupa suara saya bisa sama. Padahal itu sedang rapat. Alangkah bagusnya kalau begitu, video saya itu banyak di mana-mana sambil menyanyi. Tetapi saya juga bertanya, bagaimana kalau semua (kemampuan AI) itu lalu digunakan untuk tujuan lain? Hanya diperlakukan demi kekuasaan dan hawa nafsu manusia misalnya? Bagaimana kalau kemampuan AI begitu digunakan untuk melakukan penjajahan lagi?" beber Megawati.
Ia lalu memberi contoh kejadian di Inggris baru-baru ini. Di mana berbagai kerusuhan sosial, radikalisme, dan ekstrimisme akibat berita palsu (fake news) berbasis AI beredar.
"Kesemuanya menjadi tanda peringatan serius ketika teknologi mengabaikan kebenaran dan etika kemanusiaan," tegasnya.
Maka itu pula, Megawati berharap para akademisi di seluruh dunia dapat mengarahkan pengembangan AI yang mendengarkan gelora kemanusiaan yang kuat.
"Semoga melalui forum yang sangat bergengsi ini, kolaborasi riset dan pendidikan yang berpijak pada gelora kemanusiaan akan bergema kuat. Kemajuan teknologi termasuk AI harus dibingkai pada upaya meningkatkan peradaban, membangun keharmonisan sosial, dan hubungan antar bangsa yang lebih berkeadaban," pungkasnya.