Setelah Digembleng 90 Hari, 461 Prajurit TNI AL Resmi Perkuat Korps Marinir
Sebanyak 461 prajurit Korps Marinir yang mendapatkan baret ungu, setelah digembleng selama 90 hari
Sebanyak 461 prajurit TNI Angkatan Laut (AL) resmi memperkuat Korps Marinir TNI AL, setelah mereka menyelesaikan pendidikan komando (Dikko) Korps Marinir Angkatan Ke-174 selama 90 hari.
Dinas Penerangan Korps Marinir TNI AL dalam siaran resminya yang dikonfirmasi di Jakarta, Minggu, menjelaskan Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayjen TNI (Mar) Endi Supardi memimpin upacara pembaretan itu di Pantai Baruna Kondang Iwak, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (14/9).
Dalam amanatnya, Dankormar menyampaikan penyematan baret ungu itu merupakan titik awal lahirnya prajurit-prajurit muda Korps Marinir yang berkarakter sebagai pasukan pendarat amfibi — atau dikenal juga sebagai first boots on the ground.
"Kualifikasi komando serta baret ungu berlambang keris samudera yang kalian kenakan bukan hanya sekadar pelengkap seragam kalian. Namun, itu merupakan identitas kalian sebagai prajurit pendarat amfibi Korps Marinir TNI Angkatan Laut," kata Dankormar ke 461 prajurit Korps Marinir itu, seperti dikutip dari Antara.
Dia menegaskan para prajurit Marinir yang baru itu harus memperhatikan perbuatan dan pikirannya agar senantiasa taat kepada Janji Prajurit Korpd Marinir.
“Kalian semua adalah prajurit Korps Marinir TNI Angkatan Laut yang profesional, tangguh, religius, dan humanis, serta senantiasa siap tampil sebagai garda terdepan dalam membela dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Endi.
Sebanyak 461 prajurit Korps Marinir yang mendapatkan baret ungu, setelah digembleng selama 90 hari dalam lima tahapan pendidikan komando, yang terdiri atas kemampuan dan ketahanan di laut, pertempuran hutan, teknik dan taktik perang gerilya, dan lintas medan dari Banyuwangi menuju Pantai Baruna Kondang Iwak di Malang Selatan.
Dalam tahapan lintas medan, 461 prajurit yang terdiri atas 119 bintara dan 342 tamtama, berjalan kaki sejauh 350 kilometer, yang juga melewati lautan pasir di kawasan Gunung Bromo, Probolinggo, Jawa Timur.
Dari Gunung Bromo, para prajurit itu lanjut berjalan kaki menyusuri Wonorejo-Gondang Legi-Srigonco-Pantai Baruna sebagai titik akhir lintas medan.
Lintas medan merupakan tahap akhir dari pendidikan komando Marinir berupa kegiatan berjalan kaki menggunakan seragam tempur. Dalam keadaan berseragam lengkap dan bersenjata, beban yang diangkut prajurit selama berjalan kaki itu dapat mencapai 10 kilogram lebih.