Tak Sama Seperti Influenza, Ini Penjelasan Ahli Soal Covid-19
Merdeka.com - Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Profesor dr Amin Soebandrio ,menegaskan bahwa virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 berbeda dengan virus Influenza. Meskipun dari segi gejala ada kesamaan, dua jenis penyakit ini tidak bisa disamakan begitu saja seba berasal dari 'keluarga' virus yang berbeda.
"Virusnya sendiri berbeda. Keluarga virus influenza sama Corona, beda. Virus influenza itu misalnya H5N1, H1N1, H3N9 kalau tidak salah. Tapi Corona virus itu keluarga besar lain. Jadi tidak bisa disamakan. Walaupun gejalanya sama," ungkapnya, dalam diskusi, di Jakarta, Minggu (8/3).
Dia mengakui, memang ada sejumlah gejala Covid-19 yang mirip dengan influenza, seperti demam, batuk, dan sesak napas. "Tapi yang khas untuk Covid-19 ini tidak disertai dengan runny nose (mengeluarkan ingus), pilek yang mengalir. Kalau pasien dengan batuk pilek. Terus pileknya deras, hampir dapat dipastikan itu bukan Covid-19, tapi lebih banyak virus influenza," imbuhnya.
-
Apa itu influenza? Influenza, atau flu, adalah infeksi virus yang sangat menular dan biasanya terjadi pada musim dingin.
-
Virus itu apa? Virus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus merupakan parasit intraseluler obligat yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel organisme biologis.
-
Kenapa virus punya bentuk berbeda? Bentuk dan komposisi kimianya bervariasi, tetapi hanya mengandung RNA atau DNA saja.
-
Bentuk virus apa saja? Bentuk virus berbeda-beda ada yang bulat, batang polihidris, dan seperti huruf T.
-
Apa saja bentuk virus? Struktur dan bentuk virus bervariasi, tergantung pada jenis asam nukleat, jumlah dan susunan protein selubung, serta adanya atau tidaknya selubung membran.
-
Apa itu virus? Virus adalah agen infeksius berukuran kecil dan komposisi sederhana yang dapat berkembang biak hanya dalam sel hidup hewan, tumbuhan, atau bakteri.
Dia melanjutkan, ada kemungkinan orang yang membawa virus belum tentu orang sakit. Karena itulah, strategi dalam penanganan Covid-19 harus diubah.
"Selama ini kita kriterianya adalah ada gejala dulu, demam, sakit, sesak napas, batuk, plus ada riwayat kontak. Kadang-kadang susah di-trace," urainya.
Amin menggambarkan, orang-orang yang terpapar Covid-19 seumpama piramida. Pada lapisan paling bawah dengan jumlah yang paling besar adalah mereka yang terpapar virus tapi tidak tertular dan kelompok orang tertular virus tapi tidak sakit berat.
"Orang yang terpapar oleh virus, tidak semuanya tertular. Tidak semua yang tertular itu sakit berat. Sebagian besar hanya mungkin kayak kena flu sebentar, demam terus sembuh sendiri."
Dua kelompok inilah yang kemudian bepergian kemana-mana dan kemudian menyebarkan SARS-COV-2. "Dia tidak sakit, dia tidak ke dokter. Jadi tidak ada indikasi yang harus diperiksa. Suhu juga tidak tinggi. Jadi dia bisa pergi lah ke luar kota, ke luar negeri, berkeliaran sejak sebelum Wuhan ditutup. Kita tahu masa inkubasi bisa ada yang 7 hari, 14 hari, 20 hari," tutur Amin.
"Kalau kita lihat penyebaran di internasional, ya mereka-mereka yang tadi tidak bergejala atau bergejala setelah 20 hari, tapi sudah sempat ke mana-mana," katanya.
Sementara di posisi puncak piramida, yakni mereka yang kemudian menjadi sakit karena Covid-19. Mereka yang sakit pun tidak semuanya dalam kondisi berat dan tidak semua yang mengalami sakit berat karena Covid-19 kemudian meninggal dunia.
"Jadi seperti piramida, yang meninggal itu sebagian kecil, ada yang sembuh juga," terangnya.
Karena itu, dalam kasus di Indonesia, saat ini sudah ada 4 kasus positif Covid-19. Karena adanya kasus positif, tidak tertutup kemungkinan ada juga orang yang terpapar virus tapi tidak sakit. Juga mereka yang sakit, tapi tidak berat.
"Itu yang kita mesti cari. Apalagi kalau yang sudah kontak dengan satu orang kasus indeks yang orang asing itu, plus dua orang ini sekarang sudah empat. Kita mesti lakukan active surveilance. Mesti cari. Di sisi lain orang-orang yang bergejala tapi tidak bisa diketahui kontaknya itu harus diperiksa."
"Jadi misalnya di RS. Kalau misalnya ada orang tiba-tiba demam tinggi, tiba-tiba batuk sesak napas dan dalam waktu singkat menjadi tambah berat, kita mesti curiga. Jangan-jangan ada kontak. Kalau ditanya, pergi luar negeri nggak, wah saya di kampung saja. Tapi kita tidak tahu dia ada yang menyembunyikan ada yang tidak tahu kalau dia kontak, misalnya ke mal atau ke mana," papar dia.
Menurut dia, seseorang dikatakan positif Covid-19 jika berdasarkan pemeriksaan laboratorium terbukti mengandung virus SARS-CoV-2. "(Positif) Kalau di laboratorium kita bisa buktikan orang itu mengandung virus. Walaupun tidak sakit. Jadi tidak bergejala dia bisa mengandung virus. Dia baru saja kontak atau virusnya belum sempat berkembang biak terlalu banyak."
Memang, mereka yang belum menunjukkan gejala Covid-19 akan menyebarkan virus lebih sedikit dari mereka yang sudah menunjukkan gejala Covid-19. "Kalau sudah bergejala berarti virusnya sudah masuk dalam sel dan berkembang biak," imbuhnya.
Meskipun demikian, berdasarkan penjelasan tersebut dia meyakinkan masyarakat agar tidak perlu panik. "Karena kalau kita lihat tadi sebagian besar yang terpapar itu tidak tertular. Yang tertular tidak semuanya sakit. Jadi kita bisa melihat," ujar Amin.
"Orang yang tertular punya kesempatan sembuh 94 persen. Itu penting dicermati oleh masyarakat. Tidak semuanya akan jadi kasus berat. Yang sembuh sekarang sekitar 50 persen. Sekitar 50.000-an tapi kesempatan untuk sembuh 94 persen," lanjut dia.
Sebagai contoh dia menyebutkan yang terjadi di China. Di Negeri Tirai Bambu itu, jumlah orang yang didiagnosa positif terus menurun.
"Kembali yang saya sebutkan, tidak semua yang tertular, itu bisa sakit. Yang sakit tidak berat. Ini yang kita cermati di China sekarang. Walaupun China dianggap sebagai negara episentrum, tapi sekarang jumlah orang yang didiagnosis positif malah menurun. Itu diakibatkan karena mereka dalam populasi sudah mengalami kekebalan," tandasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mohammad Syahril, melanjutkan, varian Covid Eris termasuk ke dalam kelompok varian XBB, yang merupakan 'anakan' atau turunannya varian Omicron.
Baca SelengkapnyaVarian tersebut memicu ada peningkatan kasus Covid-19 di Singapura.
Baca SelengkapnyaVarian baru virus corona bernama Pirola tengah menimbulkan kekhawatiran di seluruh dunia.
Baca SelengkapnyaVarian JN.1 merupakan pemicu lonjakan Covid-19 di Singapura.
Baca SelengkapnyaHepatitis adalah salah satu penyakit yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat, tapi sayangnya, masih banyak kesalahpahaman & mitos yang berkembang tentang ini.
Baca SelengkapnyaCampak, cacar air dan Rubella memiliki ciri-ciri yang sama, perlu ketelitian dan segera bawa anak ke dokter jika mengalami ruam disertai gejala lainnya.
Baca SelengkapnyaVirus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus memiliki ukuran yang sangat kecil, yang hanya sampai 200 mikron.
Baca SelengkapnyaMeskipun keduanya sering kali dianggap sama, namun sebenarnya terdapat perbedaan Flu Singapura dan flu biasa yang cukup signifikan.
Baca SelengkapnyaBeredar penyebaran virus mpox merupakan efek samping vaksin Covid-19
Baca SelengkapnyaCovid-19 varian JN.1 dilaporkan berkaitan erat dengan varian BA.2.86 dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi pola penularan dan tingkat keparahan penyakit.
Baca SelengkapnyaVirus yang dapat menyerang manusia memang perlu dipahami.
Baca SelengkapnyaTerdapat berbagai macam virus yang dapat membawa penyakit serius.
Baca Selengkapnya