Viral Jentik Nyamuk dalam Galon Air, Ini Pengakuan Agen Penjual AMDK
Video yang menunjukkan jentik nyamuk di galon air minum dalam kemasan (AMDK) viral di media sosial.
Video yang menunjukkan jentik nyamuk di galon air minum dalam kemasan (AMDK) viral di media sosial. Video itu dibagikan oleh salah satu pengguna akun TikTok yang mengaku sebagai konsumen galon AMDK.
Pihak yang mengaku agen penjual air minum dalam kemasan (AMDK) galon Polikarbonat yang diisukan berisi jentik hitam mengatakan belum pernah melihat secara langsung buktinya dari konsumen. Padahal, jarak rumah si konsumen dengan tempatnya berjualan itu tidak terlalu jauh, hanya di seberang jalan perumahan tempat tinggal konsumen.
"Sampai saat ini tidak pernah membawa galon tersebut ke tempatnya. Jadi, saya belum pernah ditunjukkan secara langsung galon tersebut,” ujarnya.
Dia menuturkan telah menjual 4 galon air minum berbahan Polikarbonat kepada pengunggah pada tanggal 30 Juni 2024.
“Kemudian dia komplen pada tanggal 9 Juli 2024 dengan mengirimkan video melalui WA dengan mengatakan AMDK yang saya jual palsu sambil menunjukkan sebuah video galon yang di dalamnya ada jentik hitamnya. Tapi waktu itu dia tidak minta untuk galonnya diganti dengan yang lain,” kata Mahmud.
Tapi, Mahmud menjadi bingung karena melihat dalam video yang dikirimkan kepadanya, Lucky dengan jelas mengatakan bahwa galon tersebut memiliki segel dengan nomor segel yang ada ditutupnya dan yang tertera di galonnya sama. “Itu kan berarti galon tersebut tidak palsu. Tapi, kenapa dia mempertanyakan lagi kepada saya apakah galon tersebut palsu?” tuturnya.
“Sejak kejadian itu, saya masih sering melewati rumahnya, tapi gak pernah disuruh ke rumahnya untuk melihat langsung galon berjentik tersebut,” tukasnya.
Menurutnya, 85% warga yang tinggal di kompleks perumahan tempatnya tinggal merupakan pelanggan tetapnya. “Tapi Alhamdulillah, meskipun ada kejadian ini, pelanggannya tidak berkurang, tidak terpengaruh dan masih tetap membeli air galon dari saya,” katanya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) buka suara terkait hal tersebut. Dia mengatakan, tidak mungkin hanya ada satu galon AMDK yang tercemar jentik nyamuk jika hal itu benar terjadi.
“Kalau dari proses produksinya, kemungkinan kalau benar-benar galon AMDK itu ada cemaran seperti jentik, itu tidak hanya satu galon saja tapi seharusnya ada yang lainnya juga,” ujar Direktur Standardisasi Pangan Olahan SPO BPOM Dwiana Andayani, Senin (29/7).
Menurut dia, kalau hanya satu galon yang ada jentik nyamuk, perlu diketahui sudah berapa lama AMDK tersebut diproduksi hingga disimpan.
“Tapi yang jelas, tidak mungkin hanya satu saja yang tercemar jika memang itu benar-benar disebabkan saat proses produksinya. Itu perlu dilihat lagi kebenarannya,” katanya, dikutip dari Antara.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Setya Indra Arifin, mengingatkan masyarakat agar tidak dengan gampang untuk menyebarkan pernyataan atau narasi di media sosial. Apalagi itu terkait dengan eksistensi lembaga lain, baik itu pribadi ataupun perusahaan yang bisa berpengaruh terhadap citra diri.
“Ngomongi pihak lain apalagi itu kaitannya dengan pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media elektronik atau media sosial itu memang harus berhati-hati betul,” ujarnya.
Karena, lanjutnya, dikhawatirkan apa yang dinyatakan orang tersebut ke publik itu ada unsur-unsur yang ternyata berbeda atau bertentangan dengan faktanya. “Jika itu terjadi, dia bisa dituntut karena pencemaran nama baik. Dan saya kira bisa lebih berbahaya lagi kalau yang dinyatakan itu adalah fitnah,” ucapnya.
Dalam hal ini, menurut Setya, orang yang menyebarkan isu tersebut akan dijerat dengan Pasal 27A dan Pasal 45 UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Di sana disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, bisa dikenai pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 400 juta.
“Jadi, sebaiknya masyarakat harus lebih bijak dalam bertindak,” kata Setya.