Cerita Mahfud Jabat Ketua MK, Pernah Batalkan UU Badan Hukum Pendidikan karena Ancam Kelangsungan Pondok Pesantren
Mahfud menegaskan keberpihakannya kepada lembaga pendidikan pondok pesantren.
Mahfud menegaskan keberpihakannya kepada lembaga pendidikan pondok pesantren.
Cerita Mahfud Jabat Ketua MK, Pernah Batalkan UU Badan Hukum Pendidikan karena Ancam Kelangsungan Pondok Pesantren
Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD menegaskan keberpihakannya kepada lembaga pendidikan pondok pesantren. Hal itu dibuktikan Mahfud dengan membatalkan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) saat menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dulu saya Ketua MK, itu ada sebuah undang-undang tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) mengatur bahwa semua lembaga pendidikan, formal maupun informal itu harus dibentuk badan hukum," kata Mahfud di hadapan ratusan santri dan kiai pengasuh pondok pesantren se-Tangerang Raya di Pondok Nur Antika, Desa Pete, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Kamis (30/11).
Menurut Mahfud, dengan bentuk badan hukum seperti amanat Undang-undang, maka segala kekayaan pesantren harus dilaporkan ke negara dan turut diawasi pula oleh negara.
Padahal menurut Mahfud, pendirian pondok pesantren biasanya dilakukan oleh kiai-kiai pondok dengan modal dana dan tenaga pribadinya.
"Padahal kiai-kiai itu mendirikan pesantren dengan uangnya sendiri, bukan perusahaan, dikasih orang bangun gedung, ada tamu datang ingin bantu, dan semuanya atas nama kiai. Tiba-tiba negara tidak ikut membangun tapi semuanya harus dilaporkan," ujar Mahfud.
Untuk itu, Mahfud yang juga ditempa pada lembaga pendidikan pesantren sejak kecil melakukan pembatalan Undang-undang BHP tersebut. Sebab dikatakan Mahfud, kalau dibuat badan hukum, berarti pesantren itu menjadi badan hukum yang dipertanggungjawabkan ke negara.
"Nah kalau UU BHP itu berlakukan, berarti pesantren pada saatnya akan diam-diam bubar, diambil oleh negara, itu sebabnya UU BHP saya batalkan secara total pada waktu itu," tegas Mahfud.
Meski kata Mahfud putusan pembatalan Undang-undang BHP yang dilakukan saat itu mendapat kecaman banyak pihak.
"Katanya menyebabkan kiai sewenang-wenang, semua diambil, ya memang pesantren itu milik kiai. Pemerintah tidak ikut membangun kok lalu meminta tanggung jawab. Itu seluruh pesantren yang besar-besar itu, itu kiai sendiri, dari tanah, dibangun seidkit-sedikit ada orang ngaji, orangtuanya nyumbang. Ada tamu, dia kasih. Orang datang, memberi ini. Lalu berkembang sampai besar seperti pesantren situbondo,” ujar Mahfud.